Mohon tunggu...
Max Webe
Max Webe Mohon Tunggu... Penulis - yesterday afternoon writer, working for my country, a reader, any views of my kompasiana are personal

"There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances." — Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tentang Pemberitaan Rizal Ramli

30 Desember 2015   00:20 Diperbarui: 30 Desember 2015   07:26 1738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Usai menulis Apa Kabar Rizal Ramli? dan ingat untuk menjadi orang sukses, saya kembali melakukan rutinitas di pagi hari, untuk memastikan produktivitas di kantor. Seperti biasa, sampai di pintu gerbang kantor, saya menyapa pak Rudi Mulia, petugas keamanan dalam area Graha Pena Radar Cirebon. Ada yang tidak wajar, ia hanya tersenyum sambil menunjukkan koran pagi, dengan menyapa, "Apa kabar Rizal Ramli?" Saya tertegun sejenak. "Welah dalah, pak Rudi kok tahu judul tulisan saya di Kompasiana?" tanya saya. "Nganu mas, saya tadi buka Kompasiana dan membaca tulisannya panjenengan," jawabnya sambil terkekeh-kekeh. 

Menurut pengakuannya, ia termasuk orang yang tidak peduli berita di televisi, informasi di surat kabar, dan ngenet berita online. Namun, sejak saya aktif kembali menulis di Kompasiana, ia rajin membaca tulisan saya. "Lumayan tambah pinter mas," katanya. "Walah pak Rudi iso wae," jawabku tersipu.

Ada apa dengan sapaan pak Rudi, "Apa kabar Rizal Ramli?" Rupanya, pak Rudi usai membaca Radar Cirebon edisi Selasa, 29 Desember 2015, halaman 22, Rubrik Selebritis berjudul Kabar Menikah Tahun Depan. Dalam berita tersebut, dikabarkan bahwa hubungan asmara Cornelia Agatha dan Rizal Ramli yang tidak lain Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya semakin serius. Bahkan, keduanya dikabarkaan akan melangsungkan pernikahan tahun depan. Melalui pesan singkat kepada Jawa Pos (Radar Cirebon Group), artis pecinta teater dan puisi tersebut mengungkapkan bahwa dirinya belum dapat berkomentar mengenai hal itu. "Maaf sekali belum bisa komentar soal berita tersebut. Terima kasih ya. Selamat Tahun Baru," tulis Lia.

[caption caption="Pak Rudi menunjukkan Radar Cirebon, 29 Desember 2015"][/caption]

 

 

Berawal dari sapaan pak Rudi, saya pun ngulik ke berita online, ternyata kabar itu sudah berembus lama. Bahkan, Rizal tidak mau menjawab pertanyaan wartawan ketika ditanya ditemui usai memimpin Rakor Pembahasan Rancangan Kepres RI Tentang Pembentukan Otoritas Pariwisata Danau Toba, Rizal tak mempedulikan pertanyaan pewarta. “Pertanyaan enggak bermutu,” ujar Rizal Ramli di Kantor BPPT, Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (28/12).

Bagi yang mendalami studi komunikasi, tentunya mafhum betapa luar biasa dampak media jelang reshuffle kabinet dan renyah kerupuk informasi terkait nama Rizal Ramli. Saya pun tergoda untuk sekadar menyapa Apa Kabar Rizal Ramli? Saya pun kembali teringat bagaimana nama SBY membumbung sedemikian rupa karena simpati media dan publik. Saat ini, nama Rizal Ramli pun melambung dan menjadi kekuatan politik tersendiri karena gaya koboinya di sukai netizen dan fenomenal.

Peranan media adalah suatu kepastian keberpihakan berlandaskan kalkulasi pemilik modal dan simpati publik. Ada yang direkayasa dan ada kalis hasil pengamatan para wartawannya. Saya percaya cukup banyak pewarta yang ideal dalam mengabarkan berita tanpa bertujuan mengonversikan menjadi operasi pembentukan opini atas pesanan pemilik modal. Namun, media yang berpihak secara politik adalah "lumrah" dan perlu dipantau publik sebagai pihak yang terkena dampak langsung. Dan, itu terjadi, oleh sebab afiliasi politik media dimana faktor pemilik modal dan dewan redaksi mempunyai keselarasan ideologi dengan partai politik.

Dalam kasus Rizal Ramli, menurut amatan saya, lebih sebagai kombinasi antara adanya simpati publik dan media, sehingga selalu menarik sebagai berita. Menjadi tugas dan tanggung jawab publik untuk mengkritisinya apakah media sudah bersikap obyektif dan seimbang sehingga tidak menyesatkan persepsi publik. Pada akhirnya, biarkan publik berpikir dan memutuskan sudut pandangnya berdasarkan pada berbagai informasi yang tersedia.

Jika masyarakat senang dengan kehebohan berita atau teori konspirasi, perkara ini juga akan terbukti pada saat masyarakat mengambil keputusan. Terkandung didalamnya, dinamika agresi politik, dan berpengalaman dalam merespon agresi politik. Termasuk tentang pemberitaan Rizal Ramli. Hal ini, merupakan dinamika yang normal di dalam demokrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun