Mohon tunggu...
Max Webe
Max Webe Mohon Tunggu... Penulis - yesterday afternoon writer, working for my country, a reader, any views of my kompasiana are personal

"There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances." — Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kurdi, Cerita tentang Kemerdekaan

27 Desember 2015   16:44 Diperbarui: 30 Desember 2015   11:42 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Kita masih ingat sebuah rekaman video di media online yang memperlihatkan seorang diduga anggota ISIS tengah menangis saat ditangkap pejuang Kurdi di Irak, dan,  berita tentang pasukan perempuan Kurdi ditakui ISIS? Pertanyaan pertama dalam benak saya adalah siapa dan bagaimana asal usul bangsa Kurdi? Menurut wikipedia, mereka adalah sebuah kelompok etnis di Timur Tengah, yang sebagian besar menghuni di suatu daerah yang kemudian dikenal sebagai Kurdistan, meliputi bagian yang berdekatan dari Iran, Irak, Suriah, dan Turki. Banyak akademis dan sejarawan meneliti asal usul bangsa Kurdi. Ada beberapa pendapat mengenai asal-usul bangsa Kurdi. Pendapat pertama menyatakan bahwa bangsa Kurdi adalah orang-orang Indo-Eropa yang bermigrasi ke Timur Tengah. CJ Edmonds, bangsa Kurdi adalah “percampuran bangsa Iran sebelah barat yang tinggal di pegunungan Zagros sampai Taurus” dan merupakan komunitas yang "homogen‟. Ada pula yang menyebutkan, mereka adalah sekelompok orang Arya dari sekelompok orang Indo-Eropa dari keluarga Iran, yang mencakup Persia dan Afghanistan. Penulis buku best seller Armageddon, Wisnu Sasongko dalam bukunya Jejak Yakjuj dan Makjuj Dalam Inskripsi Yahudi, menyebutkan bahwa Kurdi adalah keturunan Yafet

Lalu, pasca Perang Dunia I, runtuhnya kekaisaran Utsmani, Suriah, Turki, Irak, dan Iran menjadi negara merdeka, bangsa Kurdi tersegregasi hingga kini menuntut kemerdekaan. Di sisi lain, pertama, perbedaan etnis antara suku Kurdi dan masyarakat Arab, Persia, dan Turki yang mendominasi kawasan Timur Tengah membuat bangsa Kurdi ingin mencapai kedaulatannya. Kedua,   bangsa Kurdi yang memiliki satu identitas sebagai bangsa Kurds menjadi alasan terkuat mengapa disparitas etnis di wilayah Kurdistan dapat berubah menjadi konflik yang melibatkan banyak aktor dan korban didalamnya. Lebih lanjut, keberadaan suku Kurdi yang menyebar di bagian Timur Laut Suriah, bagian Tenggara Turki, bagian Barat dan Barat Daya Iran, dan Utara Irak menjadi akar konflik di wilayah Kurdistan hingga kini. 

[caption caption="Periodisasi Sejarah Bangsa Kurdi"][/caption]

 

Sejatinya, harapan kedaulatan bangsa Kurdi dalam sejarahnya telah dijanjikan Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson melalui Perjanjian Sevres, tanggal 10 Agustus 1920, di Perancis. Dalam perjanjian itu, Kerajaan Utsmani hanya sebagai sebuah negara kecil di Asia Kecil utara dengan Istambul sebagai ibukotanya. Thrace Timur dan daerah sekitar Izmir diberikan kepada Yunani, sedangkan selat Bosphorus dan Dardanela diinternasionalisasikan. Republik Armenia merdeka didirikan di Anatolia Timur. Prancis mendirikan mandat di Syria dan Libanon dan memiliki pengaruh di Anatolia Timur. Inggris mendirikan mandat di Palestina, Syria selatan (Transjordan), dan Mesopotamia (Irak), termasuk propinsi Mosul. Italia memperoleh bagian Barat daya Asia Kecil sebagai ruang pengaruhnya. Kurdistan sebelah utara propinsi Mosul diserahkan kepada kerajaan Utsmani, tetapi memperoleh otonomi dan hak untuk memohon kemerdekaan kepada Liga Bangsa-Bangsa dalam setahun. Namun, tiga tahun kemudian, tepatnya 24 Juli, hingga dilaksanakannya Perjanjian Lausanne, masalah kemerdekaan atau otonomi bangsa Kurdi tidak disebutkan. Sejak saat itu, terbentuknya negara baru Turki di bawah pimpinan Mustafa Kemal Atta Turk yang meliputi sebagian besar wilayah Kurdistan telah memupus harapan itu. Konflik antara suku Kurdi dan Turki berkembang hingga paska kemerdekaan Irak tahun 1932, bangsa Kurdi semakin terisolasi dan terpecah-belah. Mereka yang mendiami daerah-daerah perbatasan ini selalu menjadi korban pertikaian antara Irak, Iran dan Turki. Oleh karena itulah, muncul kelompok-kelompok militan Kurdi yang kerap kali melancarkan aksi-aksi menuntut kemerdekaan yang seringkali dianggap sebagai aksi terorisme. Departemen Luar Negeri Amerika Serikat sejak tahun 1997, mengeluarkan daftar organisasi teroris internasional, Partai Pekerja Kurdi (PKK) masuk dalam daftar tersebut. 

Ada dugaan, situasi dalam negeri terkini Irak dan Suriah yang terpecah belah, upaya melepaskan diri dari Turki dan keluarnya dari Iran, bangsa Kurdi cukup memiliki peluang kemerdekaan. Tahun 1991, tidak banyak masyarakat tahu, bahwa bangsa Kurdi berkembang seperti saat ini. Apalagi, dibuktikan dengan peshmerga yang membangun diri sebagai kekuatan militer yang disegani. Dua kekuatan politik, Talabanis dan Barzanis memberikan angin segar, keduanya akan belajar hidup berdampingan. Tampak, The Kurdistan Regional Government (KRG) lebih memilih pendekatan diplomasi daripada aksi-aksi yang merugikan perjuangannya. Lembaga-lembaga pendidikan akan muncul, dan kearifan lokal budaya Kurdi akan berkembang pesat. 

Lahirnya bangsa Kurdi sebagai negara berdauat akan mengubah situasi kawasan, dan secara parsial 'mengancam' Suriah, Irak, Iran, dan Turki. Atau, justru malah sebaliknya Suriah, Irak, Iran, dan Turki mendukung segera kemerdekaan Kurdi. Bahkan, Negeri Yahudi pun cukup lama menjalin hubungan. 

Apapun persoalannya, bila Suriah, Irak, Iran, dan Turki memang sungguh mencari cara terbaik memecahkan kebekuan yang membatasi kehidupan bertetangga  terhadap Kurdi, serta menempatkan Kurdi sebagai subyek dan bukan obyek persengeketaan, tentu akan sadar bahwa melepaskan Kurdi memang keharusan yang wajar.

Kita tunggu

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun