Sejarah membuat manusia menjadi bijak, pujangga menjadi arif, matematikawan menjadi jeli, filsafat alam menjadi dalam, logika dan retorika menjadi mampu bersanding. Demikian ungkapan Sir Francis Bacon, seorang tokoh terkemuka dalam filsafat alam masa transisi dari Renaissance ke era modern awal.
Cukup menarik ungkapan Bacon untuk mengawali berbagai peristiwa empiris dengan pengamatan langsung saat peristiwa itu sedang terjadi dan secara tidak langsung melakukan penelitian perihal jejak yang ditinggalkan oleh peristiwa tersebut.
Salah satunya, Maulud Nabi, merupakan peristiwa istimewa bagi sebagian kaum muslim. Di Cirebon, peringatan Maulud Nabi seringkali dilaksanakan di empat tempat, Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacirebonan, dan Keraton Kaprabonan. Cirebon merupakan warisan dan cagar budaya bangsa sejak dahulu, yang memiliki andil besar dalam penyebaran Islam di tanah Jawa bagian Barat. Cirebon memiliki keunikan kearifan lokal tersendiri. "Anda sebagai orang Yogya, apa yang menarik tentang Cirebon?" tanya Esther Joe. "Cirebon unik, karena memiliki empat Keraton, Keraton Kasepuhan, Kanoman, Kacirebonan, dan Kaprabonan," jawab saya singkat, saat menerima kunjungan dari Kedutaan Amerika Serikat di Graha Pena Radar Cirebon. Tiga perwakilan Kedutaan Amerika Serikat itu, First Secretary-Consul Supervisory General Service Officer Christopher A Bergaust, Assistant Public Affair Officer Esther Joe dan GIS Specialist Fitria Wahid.
[caption="Kunjungan dari Kedutaan Amerika Serikat di Graha Pena Radar Cirebon. Tiga perwakilan Kedutaan Amerika Serikat itu, First Secretary-Consul Supervisory General Service Officer Christopher A Bergaust, Assistant Public Affair Officer Esther Joe dan GIS Specialist Fitria Wahid"]Kekayaan potensi kearifan lokal Cirebon dengan wilayah multikultural yang terdiri dari berbagai macam ras, suku, agama, bahasa, dan etnis. Bukti kekayaan keberagaman tersebut terdapat sebuah identitas nasional yang menjadi kebanggaan negara Indonesia. Bagi saya, kunjungan ini pertanda bahwa Cirebon sebagai Nagari Pusering Bumi telah menjadi magnet tersendiri bagi Amerika Serikat.
Salah satu kekayaan kearifan lokal yang jarang diketahui, gelar prosesi jamasan pusaka Keraton Kaprabonan, Keris Ki Jamat Tunggul Manik. Menurut Sultan Kaprabon, Pangeran Hempi Raja Kaprabon, keris tersebut adalah lambang kebesaran dan turun tumurun diwariskan kepada putra mahkota yang memegang pucuk kepemimpinan. "Sunan Gunung Jati memberikan keris ini kepada putra mahkotanya, sejak Kaprabonan mandiri dari Kesultanan Kanoman pada 1696. Saya adalah generasi ke-17 dari jalur Sunan Gunung Jati," ungkap Pangeran Hempi.
Ritual cuci pusaka ini digelar sederhana di Musala Kaprabonan, Komplek Kaprabonan, Jalan Lemahwungkuk, Kota Cirebon. Selain keris Ki Jamat Tunggul Manik, juga Pedang Pajajaran, keris Ki Kambang, Ondol Cangak yang sempat hilang dicuri orang yang tidak bertanggung jawab, Pedang Ki Jagasatru, dan Tombak Ki Soma. Pemangku jamas (petugas cuci pusaka) melakukannya dengan satu jalur di badan keris. "Tidak boleh bolak balik harus satu arah, " ujar salah satu petugas cuci pusaka, Wanto. Bahan jamas, terdiri dari asam dan jeruk nipis. "Agar tidak berkarat," tambahnya.
Ada yang menarik, benda-benda pusaka milik Kaprobanan, salah satunya kisah Ondol Cangak yang sempat hilang, merupakan senjata, menurut masyarakat Sunda, disebut Kujang. Ondol Cangak adalah senjata mbah Kuwu saat beliau pergi ke gunung cangak wilayah Palimanan. "Ia memperoleh senjata itu saat bertafakur," ungkap Pangeran Hempi.
Hempi yang juga abdi negara di lingkungan Pemerintah Kabupaten Cirebon, di Kantor Kearsipan dan Dokumen Kabupaten Cirebon menambahkan bahwa tradisi jamas pusaka bertujuan untuk menjaga tali silaturahmi, menjaga kerukunan hidup, dan pralambang budaya untuk menjaga masa lalu.