Korean Wave (K-Wave) yang biasa dikenal dengan Hallyu telah menjadi fenomena yang akrab di kancah internasional dan juga mengubah pandangan tentang budaya pop dunia, Indonesia salah satunya. Mulai dari drama Korea, K-pop, dan makanan hingga konten Youtube telah menjadi pengaruh budaya Korea yang menemani kehidupan sehari-hari Gen-Z. Selain populer menjadi media hiburan, Korean Wave juga memiliki peran krusial tersendiri yaitu sebagai alat soft Diplomacy yang efektif bagi Korea Selatan. Berangkat dari fenomena Korean Wave ini, tentunya dapat membentuk persepsi Gen-Z terhadap Korea Selatan dan di sisi lain menimbulkan rasa penasaran apakah hanya sekedar hiburan atau justru terdapat implikasi yang lebih luas dalam berdiplomasi?
Korean Wave menjadi populer dan mulai tersebar sejak pada pertengahan tahun 1990-an hingga awal 2000-an. Proses penyebaran K-Wave sendiri terbagi menjadi tiga gelombang yaitu, pada gelombang pertama film Korea menjadi populer di Jepang dan China. Â Pada gelombang kedua media hiburan seperti drama, film, dan musik menjadi populer di Asia Selatan dan Asia Tenggara, hingga pada gelombang ketiga yang berhasil mencapai ke benua Eropa, Amerika, Afrika, dan Australia pada tahun 2010. Fenomena ini tentunya dapat menjadi strategi soft power yang menguntungkan bagi Korea Selatan.
Berbeda dengan kekuatan ekonomi maupun militer, soft power bertujuan untuk menjalin hubungan dan mempengaruhi negara lain melalui budaya dan nilai-nilai sosial yang dimiliki suatu negara serta diplomasi publik yang ingin diusungnya. K-Wave berhasil mempromosikan Korea Selatan melalui budaya, bahasa, makanan, dan nilai-nilai masyarakatnya ke dunia. Di Indonesia, peminat utama dari K-wave sendiri adalah para Gen-Z. Hal ini didukung akses internet dan media sosial yang memudahkan untuk mengakses berbagai informasi dan konten dari Korea seperti musik K-pop atau pun variety show seperti Running Man yang berhasil menarik perhatian dan minat internasional. Fenomena ini meningkatkan popularitas Korea Selatan dan citra mereka sebagai negara yang modern dan inovatif.Â
K-wave sukses menjadi alat soft diplomacy yang efektif di kalangan Gen-Z. Hal ini bisa dilihat dari konsumsi budaya Korea yang mendorong peningkatan minat Gen-Z terhadap bahasa dan pendidikan di Korea Selatan. Dilansir dari Korea JoongAng Daily, mencatat sebanyak 1.900 pelajar Indonesia yang melanjutkan pendidikannya di Korea Selatan sehingga ini menunjukkan pelajar Indonesia yang merupakan Gen-Z memiliki minat yang cukup tinggi di bidang pendidikan setelah terpapar K-wave. K-wave juga membentuk ikatan emosional antara Gen-Z dan Korea Selatan, dimana sering kali negara ini dilihat sebagai ‘role model’ dalam berkreativitas, inovasi, dan menjalankan gaya hidup. K-Wave juga menguntungkan dalam sektor ekonomi, dimana produk Korea seperti teknologi, makanan, dan kosmetik sering menjadi pilihan utama bagi Gen-Z.
Adanya sisi positif tidak menutup kemungkinan adanya kritik dan tanggapan negatif terhadap K-wave ini. Fenomena K-wave dapat menjadi bentuk imperialisme budaya yang justru dominan terhadap budaya lokal. Adanya dominasi ini memicu kekhawatiran lunturnya apresiasi terhadap nilai budaya Indonesia. Selain itu, K-wave juga dapat membawa kesalahan persepsi bagi orang-orang luar selain orang Korea Selatan, yang hanya melihat kehidupan mereka melalui drama atau video K-pop karena kurangnya pemahaman secara mendalam terhadap budaya dan sejarah yang dimiliki oleh Korea Selatan. Fenomena ini juga dikritik karena dapat menciptakan standar kecantikan dan gaya hidup yang tidak realistis sehingga akan berdampak negatif terhadap kesehatan mental Gen-Z itu sendiri.
Dari K-wave kita dapat melihat bahwa segala bentuk budaya dapat menghasilkan pengaruh yang kuat. Jika dikembangkan dan dikemas dengan baik, budaya tersebut dapat menjadi magnet yang menarik perhatian dunia sehingga menjadi peluang suatu negara untuk mempromosikan dan menciptakan citra yang baik di kancah internasional. Pengaruh yang kuat akan menciptakan suatu tren di berbagai kalangan dan untuk K-wave sendiri berhasil menciptakan tren di kalangan Gen-Z.Â
 Â
Korean Wave sebagai soft diplomacy di kalangan Gen-Z memang memiliki potensi yang besar, akan tetapi hal ini harus tetap diimbangi dengan pemahaman yang mendalam dan kritis terhadap pengaruh K-wave. K-wave dapat terus dimanfaatkan oleh Pemerintahan Korea Selatan untuk menjembatani kebudayaan yang harus dipastikan nilai inklusivitasnya dan menghadirkan keberagaman didalamnya agar tidak terciptanya kesalahan persepsi. Di sisi lain, Indonesia dapat menjadikan ini sebagai momentum untuk memperkenalkan budaya Indonesia di dunia dengan adanya pertukaran budaya untuk menciptakan dialog budaya dan saling menguntungkan satu sama lain yang tentunya hal ini dapat didukung dengan adanya inovasi dan substansi yang ada pada Gen-Z.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H