buruh lokal sepertinya akan menghadapi persaingan yang semakin ketat ke depannya. Hal ini dikarenakan akhir-akhir ini jumlah tenaga kerja asing (TKA) yang masuk ke Indonesia semakin banyak.Â
Tenaga kerja aliasPada akhir tahun 2018, tercatat sekitar 95.000 TKA masuk ke Indonesia dan tersebar di berbagai sektor, yakni dari teknisi hingga direksi perusahaan. Sebagian besar TKA tersebut berasal dari Tiongkok yakni sekitar 25.000 orang yang turut masuk seiring dengan derasnya aliran modal dari Tiongkok ke Indonesia.Â
Jika dilihat secara rasio, jumlah TKA terhadap penduduk Indonesia memang masih rendah, bahkan termasuk yang terendah di dunia, yakni sekitar 0,04%.Â
Namun kebijakan pemerintah yang melonggarkan syarat-syarat TKA seperti kompetensi, kemampuan berbahasa Indonesia, izin, serta rasio TKA terhadap tenaga kerja lokal tentu akan menjadikan arus masuk TKA ke Indonesia semakin deras di kemudian hari sementara kemampuan kita untuk mengirimkan TKI ke luar negeri semakin terbatas karena mendapatkan persaingan dari negara-negara berkembang lainnya misalnya Pakistan, Bangladesh, Filipina, dan Vietnam.Â
Negara-negara tersebut tampak menggantikan posisi Indonesia dalam menyediakan jasa pekerja konstruksi dan asisten rumah tangga di Malaysia dan Singapura.Â
Selain menggantikan posisi Indonesia, tenaga kerja dari negara-negara tersebut juga mendapatkan standar gaji minimal yang lebih tinggi karena memiliki kompetensi dan kemampuan menguasai bahasa asing yang lebih memadai.Â
Hal tersebut tidaklah mengherankan karena dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 71,92 di tahun 2019 menempatkan peringkat daya saing Indonesia hanya di posisi ke 45 dari 63 negara.Â
Hal ini menjadikan posisi tenaga kerja Indonesia menjadi terjepit, karena selain terancam dengan masuknya TKA di negeri sendiri juga tidak mampu berbicara banyak ketika harus berekspansi ke negara lain.
Lemahnya daya saing tenaga kerja lokal salah satunya diakibatkan oleh tingkat kompetensi yang rendah sehingga hanya bisa mengisi sektor informal di luar negeri sementara tak jarang TKA di Indonesia malah mengisi sektor-sektor manajerial. Bukan tidak mungkin suatu saat buruh lokal hanya menjadi penonton di negeri sendiri jika perbaikan-perbaikan tidak segera dilakukan.
Peluang untuk mengisi sektor informal di luar negeri memang sangat terbuka. Hal ini dikarenakan penduduk negara-negara tersebut merasa gengsi untuk melakukan pekerjaan konstruksi ataupun asisten rumah tangga mengingat tingkat kompetensi mereka yang cukup tinggi sehingga perkerjaan seperti itu, diserahkan kepada tenaga kerja dari negara berkembang yang cenderung memiliki kompetensi rendah.Â
Melihat ketatnya persaingan tenaga kerja sekarang, maka sudah saatnya bagi tenaga kerja lokal kita untuk berbenah. Peringkat daya saing tentu akan semakin membaik dengan membaiknya IPM Indonesia.Â