Mohon tunggu...
Yogi Setiawan
Yogi Setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Aku adalah

Pemuda yang penuh semangat, senang berbagi dan pantang menyerah. Mulai menulis karena sadar akan ingatan yang terbatas. Terus menulis karena sadar saya bukan anak raja, peterpan ataupun dewa 19.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Rose RTC] Setia

17 September 2016   14:05 Diperbarui: 17 September 2016   14:23 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: dok Fadhnuraini

Lima tahun lalu, kau pergi. Kau tinggalkan pesan melalui selembar kertas roti yang kau hias dengan mahkota bunga kembang sepatu. Katamu, kita akan bertemu di bulan September tahun ini. Tepat ketika bulan sedang remaja.

Kau bilang, tunggulah di taman seberang rumah sakit. Kau akan menampakkan wajahmu, disaat matahari mulai menampakkan wajahnya. Detik demi detik, menit demi menit, seluruh tubuh matahari sudah sempurna, namun batang hidungmu belum juga terlihat. Tak apa, aku menikmatinya, menunggu sambil menatap bunga-bunga yang bermekaran. Tanda September ini akan penuh kebahagiaan.

Aku ingat saat kita mengikat janji, bukan cincin berlian yang kau berikan. Melainkan seikat bunga kembang sepatu sebagai tanda kita telah menyatu. Sarapan kita di pagi hari selalu diawali teh rosela. Aku selalu kagum dengan ceritamu, bahwa teh rosela yang kau buat berasal dari tanaman yang bernama kembang sepatu.

Ketika aku bertanya, mengapa ada tanaman bernama kembang sepatu? Kau menceritakan bahwa suatu saat ada seorang bidadari yang sedang mandi di sungai. Setelah selesai mandi, dia kehilangan sepatunya. Tanpa sepatu dia tidak bisa pulang ke kayangan. Kemudian bidadari itu melihat bunga yang sedang berkembang berwarna kemerahan, indah sekali. Bunga itu dia ambil perlahan dan ditaruh di telapak kakinya. Ajaibnya, tiba-tiba angin kencang datang, bunga pun terbang membawa bidadari ke kayangan. Di kayangan, bidadari ditanya oleh ibunya? Mana sepatumu? Bagaimana kau bisa pulang tanpa sepatu. Lalu sang bidadari menjawab, aku pulang dengan kembang sepatu.

Aku merasa dibohongi oleh ceritamu, namun aku senang mendengarnya. Dan hari ini, aku duduk di kursi besi yang sudah berkarat. Menunggumu datang dan ingin mendengar berbagai kisah darimu.

“Hei, siapa yang kamu tunggu?”

Kakiku berdiri, mataku membesar menatap sekitar.

“Apakah itu dirimu sayang?”

Dihadapanku setangkai bunga kembang sepatu yang masih menyatu dengan pohonnya, mengembang-menguncup seakan mengatakan sesuatu. “Siapa yang kamu tunggu?”

“Kau memanggilku?” tanyaku kepada bunga kembang sepatu.

“Siapa lagi kalau bukan kau? Tak ada orang lain disini.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun