Sejarah Sandiwara Radio Sepengetahuan Saya
Sebelum sinetron di TV-TV mulai ada, sandiwara radio menjadi primadona dunia hiburan internasional. Tahun 1920-an mulai menyebar dan tahun 1940-an mulai menapaki puncaknya. Di Indonesia, sandiwara radio booming pada era tahun 1980-an sampai 1990-an. Ada yang tau cerita Saur Sepuh, Tutur Tinular, Misteri dari Gunung Merapi, Catatan Si Boy? Ternyata sebelum jadi film dan sinetron, sebelumnya merupakan sandiwara radio. Saya sebagai generasi Y, baru tahu akan hal ini.
Sandiwara radio pertama kali saya dengar di Radio Prambors, biasanya sandiwara radio ini muncul di bulan ramadhan. Sambil ngabuburit, biasanya ditemani buku dan secangkir kopi  (coret), saya mendengarkan sandiwara radio. Kekuatan sandiwara radio adalah kekuatan suara. Dialog, musik dan efek suara sangat mempengaruhi pendengar untuk berimajinasi membayangkan penokohan dan jalan cerita.
Kenapa saya tertarik mendengarkan sandiwara radio? Pertama, mengisi waktu senggang. Kedua, bosan mendengarkan musik melulu. Ketiga, ceritanya menarik. Untuk hal yang ketiga ini setiap orang memiliki selera masing-masing. Kalau saya pribadi, menarik itu ketika mampu menyentuh hati (biasanya ada kisah cintanya), mampu menghibur (biasanya ada komedinya) dan mampu mendidik (biasanya ada informasi atau pengetahuan baru). Tentunya semua itu dapat tersampaikan ketika kekuatan suara narator dan para pengisi suara dalam cerita, musik pengiring, efek suara bersatu padu menggairahkan imajinasi para pendengarnya.
Saya sangat mengapresiasi usaha dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengedukasi masyarakat tentang bencana melalui sandiwara radio. Banyak pilihan media dalam menyiarkan edukasi bencana, Â dan radio merupakan salah satu media yang masih dikonsumsi masyarakat setelah televisi dan internet.
Berdasarkan data dari Nielsen, saat ini radio merupakan media kelas tiga. Konsumsi media tertinggi di Indonesia masih diduduki oleh Televisi (95%), Internet (33%), Radio (20%), Surat kabar (12%), tabloid (6%) dan majalah (5%). Konsumsi media di lima wilayah kota besar di luar Jawa yaitu Medan, Palembang, Denpasar, Makasar, dan Banjarmasin ternyata leibh tinggi dibandingkan dengan di lima wilayah kota besar di Jawa meliputi Jabodetabek, Surabaya, Bandung, Semarang serta Yogyakarta dan Sleman-Bantul. Khusus untuk radio, konsumen di luar Jawa (37%) Â lebih banyak dari pada di Jawa (18%). Konsumen di luar Jawa rata-rata mendengarkan Radio melalui pesawat radio, sedangkan konsumen di Jawa lebih banyak mendengarkan radio melalui telepon genggam.
Menurut Sutopo, Kapusdatin BNPB, Â radio dipilih karena mampu masuk ke pelosok yang tidak bisa dilalui jaringan tv dan internet, terutama dengan adanya radio komunitas. Ada 20 Radio yang menyiarkan Roman sejarah Asmara di Tengah Bencana yang terdiri dari 18 radio lokal dan 2 radio komunitas. Berikut ini daftar radio yang menyiarkan
Prop. Jawa Timur
Frekuensi
Kota/Kab
Jam Tayang
1.
Radio Kelud
93,8 MHz
Madiun
19.00-19.40
2.
Radio Merapi
04,1 MHz
Malang
19.00-19.30
3.
Radio Pariwisa
94,2 MHz
Ponorogo
19.00-19.30
4.
Soka Fm
102,1 MHz
Jember
19.00-19.30
Prop. Jawa Tengah
5.
SPS FM
96,6 MHz
Salatiga
19.00-19.30
6.
Studio 99 FM
95,5 MHz
Purbalingga
16.30-17.00
7.
CJDW FM
107 MHz
Boyolali
19.30-20.00
8.
Radio H FM
89,6 MHz
Karanganyar
19.00-19.30
9.
Merapi Indah FM
104,9 MHz
Magelang
19.00-19.30