Mohon tunggu...
Wayan Seriyoga parta
Wayan Seriyoga parta Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar Seni Rupa di UNG/Kurator Seni Rupa/Founder KBGI

Founder Gurat Institute (KBGI), memulai karir seni rupa dari mengelola program di komunitas Klinik Seni Taxu, sejak tahun 2006 menjadi staf pengajar seni rupa di Universitas Negeri Gorontalo. Aktif melakukan penelitian seni rupa dan kebudayaan, tulisannya telah dimuat dalam media massa, jurnal ilmiah, dan beberapa bukunya yang telah diterbitkan antara lain "Arie Smit A Living Legend", "Salvation of the Soul Nyoman Erawan", "Lempad for The World", "Nyoman Erawan: Ermotive Reconstructing Visual Thought", "Seni Rupa Bali sebagai Aset Pustaka Budaya". Saat ini sedang menulis dan meneliti untuk buku biografi seniman-seniman Bali.

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

MAIM Spirit: Jenry Passasan Memaknai Perihal Diri

18 Juli 2023   16:55 Diperbarui: 18 Juli 2023   16:57 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungguh tidak mudah memang, menjalani laku kreativitas berkarya seni rupa dalam medan yang tidak memiliki oleh insfrastruktur seni rupa. Makassar memang kota besar, namun belum cukup dapat menopang kehidupan berkesenian. Insfrastruktur yang dimaksud bukan hanya sekedar ruang pameran yang cukup representatif yang memang juga belum ada, termasuk juga dukungan pemerintah secara berkala, apalagi kehadiran filantrofi. Kekurangan berikutnya adalah minimnya peran mediator seni seperti kurator dan art manajemen, kemudian kritik seni dan pendukung lainnya.

Display karya Jenri Passasan 
Display karya Jenri Passasan 
Namun dibalik semua kekurangan tersebut, daya-daya kreativitas tidaklah dapat terbendung para perupa telah hadir sejak lama di kota ini, mereka berdinamika dengan caranya sendiri sembari berjuang untuk kehidupan. Berkarya sebagai seniman otonom belum dapat menjadi sandaran untuk mereka hidup  nyaman, namun mereka menjalani kehidupan kreatif melalui potensi seni rupa. Sampai akhirnya muncul kesadaran untuk lebih menseriusi laku kreatif berkesenian dengan membentuk MAIM (Makassar Art Inisiative Movement). Dalam medan yang masih sangat minim tersebut semangat inisiatif dapat menjadi solusi sederhana yang digerakkan dengan semangat kebersamaan dan militansi.

Display karya Jenri Passasan 
Display karya Jenri Passasan 
MAIM bergerak bersama secara konsisten sejak tahun 2018 membuat karya-karya eksperimentatif. Tahun 2020 mengangkat tema Leang-leang Spirit dalam karya-karya instalasi di luar (outdoor installation art). Kini dalam semangat normal baru setelah berakhirnya pandemi Covid - 19, mereka kembali menyelenggarakan   proyek pameran bertajuk "Presentasi Karya" pada ruang yang diinisiasi Jenry Passasan, di bilangan kota Makassar. Dalam gelaran kali ini Jenry memaknai diri dalam posisinya sebagai laki-laki, sebagai bapak /orang tua dan nilai-nilai lainnya yang melekat secara harafiah.

Display karya Jenri Passasan 
Display karya Jenri Passasan 
"Saya sendiri mencoba kreasi bentuk- bentuk figur sebagai respon atas dinamika hidup yg saya alami, tentang seorang Ayah, atau bapak, tentang saya sebagai hamba, tentang saya sebagai mahluk sosial, tentang menterjemahkan cinta menjadi nyata, tentang me time, tentang optimisme" demikian tuturnya. Laki-laki, maskulinitas adalah bagian dari sirkulasi dualitas primal sebab akibat, yang disebut lingga-yoni. Ibu dimaknai sebagai pertiwi (bumi) dan Bapak dimaknai matahari. Memaknai nilai ke-bapak-an, sesungguhnya bukan hanya menyoal nilai maskulinitas, tetapi juga terkait dengan nilai feminimitas itu sendiri. Keduanya menyatu di dalamnya yang mendasari daya kreativitas itu sendiri.

Display karya Jenri Passasan 
Display karya Jenri Passasan 
Ketika Jenry mencoba memaknai diri dalam persoalan ke-bapak-an, sesungguhnya otomatis menyoal dualitas hubungan antar nilai tadi. Melalui keterhubungan itulah terjadi dinamika internal dan eksternal yang melingkupi dunia kreativitasnya. Menyimak karya-karyanya kita berhadapan dengan dinimika dualitas nilai tersebut.


Wayan Seriyoga Parta (Kurator|Dosen UNG)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun