Mohon tunggu...
Blissful Purya
Blissful Purya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memahami Hari Raya Tumpek Landep

14 Juni 2017   11:53 Diperbarui: 14 Juni 2017   12:03 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
bali calendar tumpek landep|Dokumentasi pribadi


Segenap Umat Hindu diBalipada tanggal 9 Juli, 2016 merayakan rerahinan Tumpek Landep yang jatuh setiap Sabtu Kliwon Wuku Landep. Pada setiap perayaan Tumpek Landep, umat Hindu memuja Ida Sang Hyang Widhi dalam prebawa-nya sebagai Sang Hyang Pasupati. Kata Landep disini memiliki pengertian lancip, maka perayaan biasanya dilakukan dengan membuat upacara kepada semua benda tajam seperti keris, tombak, pedang atau semua peralatan yang biasa dipakai sehari-hari seperti pisau dapur dan peralatan bekerja undagi atau di sawah. Bahkan belakangan dengan perkembangan teknologi peralatan kerja kantor seperti computer dan mobilpun diupacarai. Disini bukan berarti orang Bali menyembah mobil dan lain-lain, melainkan sebagai bentuk penghormatan kepada benda-benda tersebut. Pemujaan tetap kepada Ida Shang Hyang Widi agar benda-benda tersebut bisa berguna sebagaimana mestinya.

 

Dalam konteks kedalam diri, kata landep/ lancip lebih tertuju kepada ketajaman pikiran yang didapat melalui ilmu pengetahuan yang nantinya sangat berguna didalam kehidupan sehari-hari baik dalam hal pekerjaan atau kehidupan social. Tumpek Landep itu sesungguhnya momentum untuk selalu menajamkan pikiran (landeping idep), menajamkan perkataan (landeping awak) dan menajamkan perbuatan (landeping kaya). Ketiga unsur Tri Kaya Parisuda tersebut perlu lebih dipertajam agar berguna bagi diri sendiri dan orang lain. Buah pikiran perlu dipertajam untuk kepentingan umat manusia, demikian pula perbuatan dan perkataan yang dapat menentramkan pikiran dan batin orang lain terutama di dalam keluarga masing-masing.

Lebih jauh lagi Tumpek Landep merupakan tonggak untuk introspeksi diri untuk memperbaiki karakter agar sesuai dengan ajaran – ajaran agama. Disini lebih ditekankan kepada perilaku manusia sehari-hari, karena berbagai jenis hari raya dan upacara serta berbagai macam filosofi yang bermakna sangat bagus tidak akan ada artinya kalau perilaku sehari-hari tidak sesuai dengan ajarannya. Upacara dan sesaji merupakan sarana atau kulit dari permasalahan sesungguhnya yaitu perbuatan kita sendiri. Seperti kata bijak Dalai Lama dimana “Doa tidak akan membuat dunia damai, tetapi perilaku”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun