Mohon tunggu...
Waa
Waa Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka semua konten tergantung mood dan kebutuhan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Harus Berlabuh

20 Agustus 2022   04:38 Diperbarui: 20 Agustus 2022   04:45 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lely hari ini bukanlah Lely yang dulu. Jika pulang sekolah berlarian, teriak riang memanggil ayah dan ibunya karena tidak sabar untuk bercerita segala hal yang terjadi di sekolah. Lely anak perempuan yang selalu peringkat pertama di sekolah, periang, dan mudah bergaul dengan teman-temannya. Cita-citanya yang tinggi, ingin membahagiakan kedua orang tuanya.
"Qabiltu", satu kata terdengar jelas melalui pengeras suara.
Air mata berlinang, entah bahagia atau sedih. Detak jantung mulai tak beraturan. Seketika ibunya menenangkan Lely dan memeluknya.
"Aku sudah bukan tanggung jawab ayah lagi mah. Ayah sudah menyerahkan Lely pada dirinya", tangis Lely menjadi.
"Lely tetap anak ayah dan mamah, sudah, sudah jangan nangis. Ayo kita keluar!, ijab kabulnya sudah selesai", bujuk sang ibu.
Acara berjalan lancar, sakral, dan penuh kebahagiaan. Zami, lelaki yang dikenal Lely sejak duduk di bangku sekolah, namun mereka beda universitas. Reuni sekolah yang akhirnya mempertemukan mereka kembali.
Sebagai seorang perempuan yang baru saja menjadi istri, banyak hal tentunya yang harus dipelajari Lely karena pengalaman pertama yang disemogakan menjadi satu-satunya untuk terakhir kali hingga maut menjadi dinding pemisah. Bahagia adalah harapan, surga adalah tujuan.
"Dek, kaos kakiku ada dimana ya?", Tanya Zaki yang hendak pergi kerja.
"Aduh dimana ya?", Lely mengingat-ngingat sembari mencuci piring di dapur. "Ini kah mas", tanya Lely.
"Loh belum dicuci, mas kan udah bilang suruh cuci", Zaki menegur dengan suara agak tinggi.
"Maaf mas", sahut Lely nelangsa, melihat Zaki langsung bergegas menuju motor dan berangkat begitu saja. Lely duduk di teras, melihat Zaki hingga hilang di pertigaan gang rumahnya. Menghela napas panjang dengan tatapan kosong.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun