Emansipasi saat ini telah menjadi term favorit bagi perempuan. bahkan segala hal yang terkesan ‘nyeleneh’ yang dilakukan kaum perempuan hanya cukup dijawab dengan kata emansipasi, seperti “ini emansipasi loh..!!” sehingga term ini seakan menjadi benteng bagi kebebasan perempuan dalam menisbatkan segala tuntutan kesetaraan yang sering kali berlebihan. Term ini sudah lama merasuki jiwa perempuan yang merasa dirinya terbelenggu dalam keterbatasan, sehingga tidak mungkin untuk dihilangkan. namun makna ini perlu di‘rekonstruksi’. Emansipasi harus dimaknai sebagai usaha untuk memaksimalkan potensi perempuan yang merupakan bagian dari khalifah di bumi ini seperti halnya laki-laki tanpa harus menanggalkan fitrah yang telah diberikan Allah kepadanya.
Perempuan bisa jadi peneliti, politisi, akademisi, tanpa harus melepas tanggung jawab kediriannya sebagai ‘perempuan’, seperti menjadi ibu rumah tangga atau pendamping setia untuk perkembangan anak-anaknya. Jika ini dianggap sebagai double burden, maka perlu dipertanyakan seperti apa perempuan ingin diakui eksistensinya, apakah harus bertukar posisi, lelaki yang mengandung dan melahirkan? Tentu mustahil. Artinya perempuan juga harus proporsional, konsisten dan bertanggung jawab dengan pilihannya.
Oleh: Sri Mulyani, SS., M.Pd. Pemerhati Dunia Pendidikan dan Pemberdayaan Perempuan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H