SUDAH menjadi kebiasaan kami, bila ada acara pengajian bersama budayawan Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) dan Kiai Kanjeng (KK) di seputar Jawa Timur, biasanya kami senantiasa menghadirinya dengan menggunakan mobil carteran; AVANZA. Kami memang tergabung dalam kelompok JIMAT (Jamaah Maiyah Tulungagung) yang berusaha menimba ‘sumur ilmu’ Cak Nun melalui pemikirannya yang orisinil dan mencerahkan. Adalah sahabat kami yang paling senior Pak Syamsul Hartono yang senantiasa mengomando kami berangkat ke pengajian Padhang Bulan di rumah almarhum ibunda Cak Nun di Desa Menturo Sumobito Jombang Jatim. Pak Syamsul sebelumnya berdinas sebagai marinir (Angkatan Laut) di Bali yang sekarang memasuki MPP (Masa Persiapan Pensiun) sehingga kembali ke kampung halamannya di Desa/Kecamatan Boyolangu Tulungagung. Rupanya, ketika di Bali, Pak Syamsul telah beberapa kali mendatangkan CNKK (Cak Nun Kiai Kanjeng). Barangkali itulah pengalaman indah yang dirasakan oleh Pak Syamsul sehingga menjadi dekat dengan Cak Nun. Tak ayal, sejak dua tahun tinggal di Tulungagung, Pak Syamsul selalu mengajak Anang, Makrus, Aris, dan saya mengikuti pengajian Padhang Bulan di Jombang. Pengajian Padhang Bulan diasuh oleh Cak Fuad (Fuad Effendi) dan Cak Nun yang hingga kini telah berjalan selama 20 tahun. Cak Fuad adalah seorang Dekan di UM (Universitas Malang) kakak kandung Cak Nun yang memberikan pengajian al-Qur’an secara tekstual, sedang Cak Nun memberikan pengajian secara kontekstual. Saya sendiri sebenarnya aktif mengikuti pengajian Padhang Bulan sekitar tahun 1998 – 1999, selanjutnya vakum cukup lama karena saya hijrah ke Jakarta. Pada tahun 2000, saya bergabung dengan Cak Nun dalam berbagai kegiatan pencerahan yang dijalaninya, antara lain Pengajian Padhang Bulan di Jombang, Macapat Syafaat di Yogyakarta, Kenduri Cinta di TIM Jakarta. Selanjutnya kegiatan Cak Nun semakin padat, misalnya dengan lahirnya beberapa forum bulanan lainnya, seperti Bang-Bang Wetan (BBW) di Surabaya, Gambang Syafaat di Semarang, Obor Ilahi di Malang Jatim, dan sebagainya. Pada kesempatan itu, saya bersama dua orang sahabat Alfan Alfian dan Aprinus Salam dipercaya Cak Nun menulis buku yang berjudul Kitab Ketentraman Emha Ainun Nadjib yang diterbitkan Penerbit Republika Jakarta dan Zaituna Yogyakarta tahun 2001. Dan, itulah buku perdana saya. Ketika saya menikah dengan Shofa dari Tuban pada tahun 2003, maka sejak itulah saya dari Jakarta pulang kampung ke Tulungagung. Sejak itu pula, saya jarang pergi keluar kota, lantaran menekuni dunia tulis-menulis yaitu menulis buku. Dan, alhamdulillah sampai sekarang buku saya yang terbit sudah 76 buah, sedang 8 buku diterbitkan Penerbit PTS Millenia Sdn Bhd Malaysia yang peredarannya sampai ke beberapa negara tetangga, yaitu Malaysia, Brunei Darusalam, Singapura, Thailand, Filiphina, dan sebagainya. Setelah lama menjalani ‘pertapaan’ dan menulis buku di Tulungagung, ketika ada pembentukan JIMAT di kota saya, maka saya kenal dengan sahabat-sahabat di atas. Secara formal, ketuanya adalah Aris Setyawan, tetapi yang ‘dituakan’ adalah Pak Syamsul Hartono. JIMAT adalah bagian dari Maiyah, sedang Maiyah adalah barisan jamaah Cak Nun yang tersebar di seluruh Nusantara ini. Seperti telah saya singgung sebelumnya, kami tidak hanya mendatangi tiap bulan pengajian Padhang Bulan di Jombang saja, tetapi juga acara CNKK di berbagai tempat, seperti di Surabaya, Sidoarjo, Malang, Kediri, Blitar, dan seterusnya. Bahkan, kami pun telah beberapa kali mengikuti acara Macapat Syafaat di Yogyakarta, tepatnya di Jetis Kasihan Bantul. Juga acara intern Maiyah yang diselenggarakan di rumah Cak Nun di daerah Kadipiro Yogyakarta. Meski kami sering bepergian keluar kota cukup jauh, dari Tulungagung ke Jombang, Surabaya, Malang, hingga Yogyakarta dan sebagainya, pada saat itu pula kami selalu menggunakan kendaraan mobil carteran Toyota AVANZA warna putih yang masih gress milik Pak Bargo. Sebenarnya ada banyak merk mobil carteran milik Pak Bargo yang disewakan, tetapi Pak Syamsul selalu memilih mobil AVANZA. Tentu, hal itu membuat saya menjadi bertanya-tanya; mengapa Pak Syamsul senantiasa memilih mobil AVANZA? Meski tidak mempunyai mobil pribadi, tetapi Pak Syamsul memiliki pengalaman cukup banyak mengenai merk mobil, terutama saat bertugas di Bali. Lalu, apa kelebihan dan kehebatan mobil AVANZA dibanding merk lainnya? Menurutnya, mobil AVANZA (lihat www.toyota.astra.co.id/product/avanza) memang beda dengan mobil lainnya; setir kemudi dan rem-nya sangat nyaman dipakai, terutama tarikan gas-nya yang ringan ketika melewati jalan tanjakan di pegunungan. AC-nya pun juga sangat dingin. Saya pun juga merasakan demikian, meski yang mengemudi selalu diambil-alih oleh Pak Syamsul. Maklum, selama ini Pak Syamsul-lah yang selalu mengemudi karena dia tidak berani naik kalau disopiri oleh orang lain. Katanya, kalau disopiri orang lain, kaki dan tangannya sering bergerak-gerak sendiri karena merasa takut. Pak Syamsul memang pernah mengalami kecelakaan mobil saat disopiri kawannya ketika di Bali, sehingga ia seperti trauma. Tetapi, justru karena itulah saya dan kawan-kawan malah merasa senang karena dapat menikmati perjalanan keluar kota. Ada kenangan manis yang tak bisa kami lupakan ketika kami beberapa kali ke Yogyakarta. Seperti biasanya, dari Tulungagung kami melewati jalur selatan; Trenggalek, Ponorogo kemudian melewati pegunungan di Sarangan Magetan yang indah sekali. Meski jalannya menanjak tinggi di kawasan pariwisata Telaga Sarangan, tetapi mobil AVANZA yang dikemudikan Pak Syamsul sangat lincah melewatinya, sedang banyak mobil lainnya yang terlihat seperti berat melaluinya. Selanjutnya melewati Tawangmangu Karanganyar terus ke Wonogiri Klaten hingga Yogyakarta. Demikian halnya ketika kembali, dari Yogya kami pun melewati daerah Tawangmangu dan Telaga Sarangan Magetan yang jalannya menanjak tinggi, yang konon kawasan itu tergolong paling tinggi di Jawa Timur, tetapi alhamdulillah perjalanan kami bersama AVANZA sangat lancar. Di kawasan puncak Gunung Lawu itulah konon Prabu Brawijaya V mengalami moksa. “Inilah kelebihannya AVANZA saat melewati jalan tanjakan setinggi ini (di sekitar Telaga Sarangan dan Tawangmangu), sedang mobil yang lainnya terasa berat melewatinya. Makanya besuk kalau beli mobil ya AVANZA ini saja Mas Wawan biar nyaman saat bepergian jauh,” kenang Pak Syamsul kepada saya yang mendampinginya di sepanjang jalan. Saya pun tentu mengiyakan karena telah sama-sama menikmati kenyamanan yang diberikan AVANZA kepada kami semua selama ini. Meski kami selalu patungan bersama sahabat-sahabat agar bisa naik AVANZA, tetapi hal itu tak terasa berat mengingat kenikmatan dan kenyamanan yang diberikan AVANZA dalam perjalanan kami, apalagi untuk menimba ilmu agama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H