COP 26 sepakat untuk tetap membuka akan pengharapan Paris Agreement, yang membatasi kenaikan pemanasan global pada angka 1,5C.
Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, menyatakan ada tiga pengharapan dalam COP 26. Pertama, kemitmen pengurangan emisi sehingga batas kenaikan suhu 1,5 C tercapai. Kedua, target bantuan 100 milyar dollar pertahun untuk mendanai pencegahan perubahan iklim bagi negara-negara berkembang. Dan ketiga, tetap pada Paris Agreement.
Dalam Paris Agreement disebutkan bahwa target kenaikan pemanasan global tidak melebihi angka 2C, dan sebisa mungkin mendekati angka 1,5 C. Sebelum COP 26, ada prediksi ada prediksi bahwa kenaikan suhu akan mencapai 2,7 C. Berdasar kesepakatan COP 26 ini, para ahli menduga kenaikan suhu antara 1,8 hingga 2,4 C.
Dalam COP 26 disepakati upaya penghentian penggunaan batubara dan subsidi bahan bakar fosil yang tidak efisien, dan perlunya dukungan perubahan terhadap proses transisi yang tidak adil.
Apa dampak kesepakatan ini terhadap kita?
Tentu kita gembira melihat komitmen negara-negara industri maju untuk mau mendukung negara-negara berkembang dalam memerangi perubahan iklim. Karena dampak nyata perubahan iklim dirasakan oleh masyarakat rentan. Bagi negara kaya, negara maju, mungkin tak jadi soal, karena keuangan mereka sangat mampu mendukung penghidupan masyarakat terdampak.
Bagi negara yang belum maju, seperti Indonesia (ada yang mengkategorikan Indonesia bukan lagi sebagai negara berkembang, meski belum menjadi negara maju), dampak nyata perubahan iklim sangat dirasakan. Bencana hidrometeorologis adalah contohnya, yaitu bencana yang disebabkan oleh faktor cuaca. Untuk tahun 2021 ini, anggaran bencana, termasuk penanggulangan covid 19, dinaikkan menjadi 500 milyar rupiah. Tentu anggaran ini sangat kurang. Namun, jika  semuanya ditanggung oleh pemerintah, anggaran akan semakin membengkak.
Di sisi lain, jika benar bahwa tahun 2040 (19 tahun lagi) bahan bakar batu bara tak boleh dipakai, maka akan ada potensi alam yang tidak bisa dikomersialkan. Potensi batubara yang dimiliki Indonesia adalah 38,84 ton, dan kemampuan produksi 95 juta ton per tahun (data 2020), yang artinya perlu 60 tahun untuk mengoptimalkan (menghabiskan) potensi batubara yang ada.
Selain itu juga ada klausul tentang penghentian subsidi bahan bakar fosil yang tidak efisien. Artinya akan ada lebih banyak lagi bahan bakar yang harganya dilepas mengikuti harga internasional. Dan masyarakat harus siap dengan kenaikan harga sumber energi yang selama ini masih disubsidi oleh negara.
Memang, jalan ini tidak menyenangkan. Namun kita semua berharap agar rencana ini berjalan dengan baik. Bantuan 100 milyar dollar per tahun dari negara maju cair, dan bisa digunakan untuk pengembangan sumber energi terbarukan. Target kenaikan pemanasan global bisa tercapai, sehingga keekstriman bencana hidrometeorologi bisa ditekan. Dan pada akhirnya, masyarakat rentan akan lebih terlindungi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H