Judul tersebut tidak bermaksud untuk tidak bersimpati terhadap kematian Vanesa Angel dan suaminya. Namun mencoba untuk menggali lebih dalam, bagaimana menyodorkan liputan yang lebih bermakna bagi masyarakat luas.
Hari kamis, 4 November, berdasar data google trend, pencarian dengan kata kunci Vanesa menduduki puncak pencarian. Angkanya sangat vantastis, lebih dari 10 juta pencarian. Sangat jauh angka yang diraih "runner up," yang hanya 500 ribuan.
Jika dibandingkan dengan data hari jumat, nomer satu mendapat 100 ribu pencarian, dan nomer dua 50 ribu pencarian. Keduanya bertema tentang sepak bola.
Yang menarik, pada data hari kamis dan jumat ini, tak ada pencarian tentang mencegah kecelakaan, pada rangking satu sampai dua puluh. Sebagai informasi, pencarian sebanyak 50 ribu, dipastikan masuk daftar ini. Yang ada hanya harga kendaraan Pajero Sport, yang dikendarai oleh korban.
Mungkin ini bisa menjadi petunjuk bahwa pasca suatu peristiwa populer, orang kemudian akan melupakannya, setelah berselang satu dua hari.
Hari ini kita masuk dalam hingar bingar "perayaan" sesuatu, berita tentang musibah bisa disebut sebagai perayaan, sebagai komoditas informasi yang laku di jual. Lalu, hari berganti, dan kita memasuki "perayaan-perayaan" yang lain.
Topik bagaimana menghindari kecelakaan di jalan tol, atau statistik kecelakaan di jalan tol, atau apa penyebab kecelakaan di jalan tol, tak pernah melintas di benak sebagian besar pembaca.
Media juga ikut andil dalam "kesalahan" ini. Seharusnya momen tragedi Vanesa, dan juga kecelakaan di jalan tol pada hari sebelum dan sesudahnya, diangkat, dikemas, sehingga menarik untuk dibaca. Bayangkan, hari kamis, selain Vanessa dan suaminya yang meninggal, juga seorang guru besar UGM, meninggal di tol Cipali.
Hari jumat ini, ada lagi kecelakaan di tol Ngawi-Kertosono, juga korbannya meninggal. Tapi tidak banyak media yang mengupas sisi teknis, mengapa terjadi kecelakaan dan bagaimana mencegah terjadi kecelakaan. Pertanyaannya adalah, berapa banyak media yang mau mengangkat tema seperti ini?
Tidak menarik? Itu alasan yang dimunculkan. Tapi, bukankah tugas jurnalis membuat informasi yang penting menjadi menarik? Bukankah Anda, para jurnalis, memiliki kewajiban untuk itu? Anda, para jurnalis, digaji untuk itu. Menyediakan informasi yang mendidik bagi pembaca.
Ataukah jurnalis, dan editor/redaktur sudah menyerah pada mekanisme pasar? Itu topik yang tidak laku! Buat saja satu artikel, lalu kita arahkan sumber daya yang ada pada topik lain yang sedang ngetrend.