Saya sebenarnya kurang sreg ketika mendengar salam dalam bahasa arab dalam pertemuan yang mayoritas, bahkan 100%, orang Jawa, tanpa menyertakan salam dalam bahasa Jawa. Ini bukan berarti saya anti agama mereka. Tidak sama sekali. Bagi saya, ketika seseorang memilih apa agamanya, itu adalah urusan pribadi.
Yang bagi saya tidak cocok adalah, kita ini kan orang Jawa. Orang tua kita menurunkan budaya adiluhur secara turun temurun, beratus-ratus tahun.Â
Dengan tingkat kedalaman filosofi yang luar biasa, yang sebenarnya bisa disejajarkan dengan kedalaman semua agama. (Bukan berarti Kejawen bisa menggantikan Kekristenan atau Islam.) Dengan kondisi seperti itu apakah kita akan melupakan budaya jawa?
Lihatlah nama anak-anak yang terlahir pada era milenium ini. Berapa anak yang Anda kenal bernama Nawang? Padahal, Nawang artinya laki-laki yang bijaksana.Â
Berapa anak yang bernama Basuki, padahal Basuki artinya laki-laki yang selamat. Berapa anak yang bernama Riono, padahal Riono berarti laki-laki yang berkemauan.Â
Berapa anak yang bernama Sujana, padahal Sujana artinya laki-laki yang pandai. Berapa anak yang bernama Idhang, padahal Idhang artinya laki-laki yang bisa menjadi sandaran.Â
Berapa anak yang bernama Sugiman, padahal Sugiman artinya laki-laki yang diharapkan menjadi kaya. Berapa anak yang bernama Suranto, padahal Suranto artinya laki-laki yang diharapkan sukses.
Berapa anak yang bernama Arum, padahal Arum artinya wanita yang diharapkan bisa mengharumkan. Berapa anak yang bernama Isti, padahal Isti artinya wanita yang  diharapkan berbudi baik.Â
Berapa anak yang benama Sujita, padahal Sujita artinya perempuan keturunan orang sakti. Berapa anak yang bernama Anindya, padahal Anindya artinya perempuan yang sempurna. (sumber: http://cariartinama.com/arti-nama-dari/orang-jawa.html)
Dalam hidup keseharian, berapa anak (bayi) yang sejak awal diajari kosakata Jawa. Diajari kata "nyuwun" atau "matur nuwun." Setahu saya, kebanyakan bayi sejak awal diajari kosakata Indonesia.Â
Terutama mereka yang berpendidikan. Atau barangkali orang tuanya gengsi disebut "Bapak" atau "Simbok" sehingga mereka mengajari kata "Ayah" atau "Ibu."