Jono mengangguk yakin. "Tentu! Coba saja, kemarin setelah aku teriak, tidak lama kemudian mendung muncul."
"Tapi, Jono, itu karena memang sudah musim hujan," sahut Pak Man, mencoba menyadarkan.
"Ah, itu kebetulan," bantah Jono, tak mau kalah. "Lagipula, kalau memang tidak turun hujan, aku punya cara lain."
"Apa itu?" tanya Kang Samin, penasaran.
"Berdoa "Her Jemeher Sengaja Aku Mandi Air Seembar" sambil berdiri di bawah pohon pisang, katanya bisa manjur," jawab Jono dengan serius, membuat suasana semakin riuh dengan gelak tawa.
Obrolan di warung kopi pun berlanjut dengan kusah-kisah lain yang tak kalah konyol. Dari cerita Pak Man yang kehilangan sandal di sawah karena lupa menaruh, hingga kisah Kang Samin yang pernah memancing sandal jepit milik tetangga. Semua bercampur dalam tawa, menghangatkan pagi di Desa Sabar Saja.
"Kalian semua kadak waras, tapi justru itu yang membuat perkampungan ini istimewa,"Â ujar Mang Udin menutup percakapan, sambil membuatkan kopi terakhir ke cangkir Jono.
Desa Sabar Saja, dengan segala keanehannya, tetap menjadi tempat yang penuh keceriaan dan kehangatan. Dan meski kadang tingkah laku mereka dianggap 'kadak waras', itulah yang membuat mereka menjadi komunitas yang unik dan tak terlupakan.
---
Cerita ini menggambarkan keunikan sebuah perkampungan yang diwarnai dengan humor khas penduduknya, menghadirkan suasana yang ceria dan penuh keakraban.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H