kopi yang menjadi tempat berkumpulnya para penduduk. Di sinilah berbagai kisah kocak dan anekdot aneh sering kali dimulai.
Ada sebuah perkampungan yang dikenal dengan nama Desa Sabar Saja, hiduplah sekelompok penduduk yang dikenal akan keunikan dan kekocakan mereka. Di tengah perkampungan, ada warungPagi hari, ketika matahari baru saja menampakkan wajahnya, Mang Udin, yang memiliki warung kopi, sudah siap dengan cangkir-cangkir kopi panasnya. Satu per satu, penduduk mulai berdatangan. Yang pertama datang adalah Pak Man, si petani yang selalu memakai topi miring, dan diikuti oleh Kang Samin, penjaga kebun yang hobinya memancingi ikan lele di kolam tetangga.
"Kadak waras banar si Jono kemarin!" seru Pak Man, memulai obrolannya.
"Ada apa lagi dengan Jono?" tanya Kang Samin, penasaran. "Belum habis kisahnya yang nyaris memancing ikan di selokan desa?"
"Ini lebih parah! Kemarin si Jono mengaku bisa memanggil hujan hanya berteriak di depan rumahnya," jawab Pak Man sambil tertawa lepas.
"Ah, masa sih?" sela Mang Udin, menyela obrolan sambil membutkan kopi. "Apa yang jono teriakkan?"
"Begini," lanjut Pak Man, menirukan suara Jono yang lantang. "'Hujan, turunlah sekarang atau aku jemput kamu pakai ember merah!'"
Semua yang mendengar tertawa terbahak-bahak, membayangkan Jono dengan ember merah di tangannya, menantang hujan.
"Dia benar-benar kadak waras," tambah Kang Samin. "Tapi justru itu yang bikin Jono unik."
Di tengah canda tawa, tiba-tiba datanglah Jono dengan wajah penuh ceria. "Ada apa kalian tertawa?" tanyanya.
"Ah, Jono! Kami sedang membahas kamu cara memanggil hujan," jawab Mang Udin sambil tersenyum. "Apa kamu benar-benar percaya dengan cara itu?"