Mohon tunggu...
Wawan Pkb
Wawan Pkb Mohon Tunggu... Administrasi - Staf karyawan

https://www.kompasiana.com/wawanpkb7432

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepenggal Rindu untuk Ayah

21 Juni 2024   21:05 Diperbarui: 21 Juni 2024   21:51 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar ayah dan anak berjalan https://pixabay.com/id/photos

Malam itu, angin berhembus lembut membawa aroma tanah basah setelah hujan. Di dalam kamar kecilku, aku duduk di dekat jendela, menatap bulan yang menggantung di langit. Ada rasa rindu yang menggumpal di dada, rindu yang tak pernah bisa kusampaikan. Ayah, sosok yang selalu kurindukan, telah lama pergi meninggalkan dunia ini. Namun, kenangan tentangnya tetap hidup dalam setiap langkahku.

Ayah adalah sosok yang tegas namun penuh kasih. Aku masih ingat betul bagaimana dia mengajariku banyak hal: dari mengikat tali sepatu hingga menghadapi dunia yang keras. Setiap petuahnya selalu mengandung kebijaksanaan yang kini kurasakan semakin mendalam seiring berjalannya waktu. Salah satu kenangan yang paling membekas adalah saat kami duduk bersama di beranda rumah, menikmati secangkir teh di sore hari.

"Ayah, mengapa bintang di langit begitu banyak?" tanyaku polos suatu sore.

Ayah tersenyum, mengacak rambutku. "Karena bintang-bintang itu seperti harapan dan mimpi kita, Nak. Mereka banyak dan bercahaya, mengingatkan kita bahwa selalu ada harapan di setiap kegelapan."

Kini, bertahun-tahun setelah kepergiannya, kata-kata ayah masih terngiang di telingaku. Setiap kali aku merasa putus asa atau kehilangan arah, aku akan mengingat senyum dan petuahnya. Namun, rasa rindu itu tak pernah hilang. Rindu yang mendalam dan terus-menerus, seolah ada bagian dari diriku yang hilang bersamanya.

Di meja belajarku, terdapat sebuah kotak kayu kecil yang usang. Kotak itu adalah peninggalan ayah yang paling berharga. Di dalamnya terdapat berbagai benda kenangan: jam saku antik, foto-foto lama, dan surat-surat yang pernah ditulis ayah untukku. Malam itu, aku memutuskan untuk membuka kotak itu lagi, mencari penghiburan dalam kenangan yang tertinggal.

Aku meraih salah satu surat yang tampak paling tua. Surat itu ditulis dengan tulisan tangan ayah yang rapi, namun penuh dengan goresan emosi. Aku mulai membacanya, dan seketika rasa rindu itu semakin menguat.

"Untuk anakku tercinta,

Jika kau membaca surat ini, mungkin aku sudah tidak ada lagi di sisimu. Namun, ketahuilah bahwa aku selalu mencintaimu dan bangga padamu. Hidup tidak selalu mudah, dan akan ada banyak tantangan yang harus kau hadapi. Tapi ingatlah, Nak, bahwa kau tidak pernah sendiri. Aku selalu ada dalam hatimu, membimbing dan menyemangatimu.

Tetaplah berani bermimpi dan jangan pernah menyerah. Ingatlah bahwa bintang-bintang di langit itu adalah cerminan harapanmu. Jaga dirimu baik-baik, dan jadilah pribadi yang kuat dan penuh kasih.

Dengan cinta yang tak terhingga,
Ayah"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun