Aku tak menginginkan hal ini terjadi, jalinan komunikasi terhambat oleh signal keegoan, selain jarak dan waktu jaringan juga terganggu dugaan-dugaan tak berdasar, tower rusak karena hal setitik yang tak seberapa akibat salah dalam menafsir tentang kondisi yang ada, "mengapa hal ini terjadi"?, tanyanya", "aku juga tak tahu", jawabku sambil menatap kearahnya.
"Apa yang telah kamu lakukan An", tanya Riska padaku, "Aku hanya menggelengkan kepala", tanda tak tahu, "ah masa", desaknya, "iya teh suerrr", jawabku penuh yakin sambil mengangkat kedua jari, "kalau dia semarah itu berarti ada sesuatu An" lanjutnya, "entah aku juga tak paham", Andini menegaskan.
Dalam kehidupan ini selalu saja menghadirkan dua sisi yang beda dan berlawanan, "ini merupakan sunatulloh", lanjutku, karena kita tidak bisa menolaknya, ada hal positif tentu ada lawannya negative, ada bulan ada matahari, ada langit ada bumi, ada musim hujan ada musim kemarau, pun demikian ketika ada kesetiaan akan ada para pendusta diseberangnya dan itu semua tidak bisa dihindari.
"Aku selalu berusaha maksimal menjadi penjaga dari setiap janji yang terucap, walau janji itu tak pernah tertulis secara resmi, tetapi akan selalu ku jaga apapun keadaannya, kata setia seolah menjadi pemantik bagi diriku, bukan hanya pemanis bibir semata, tetapi menyeluruh tercermin dalam sikap dan perbuatan, maka ikatan hubungan akan erat kaitannya dengan kesetiaan, ketika sudah tidak ada lagi kesetiaan dan kepercayaan maka ikatan dengan sendirinya akan game over". Pungkasku pada Riska.
"Orang baru memang menarik, tapi ingatlah, dia belum tentu terbaik", kehadiran orang ke tiga benar-benar menjadi Tsunami yang melanda ikatan hubungan diriku dengan Mas Hakim, padahal sekuat tenaga aku telah berusaha maksimal menjaga itu agar tetap lestari namun apa hendak dikata, ada saja hal diluar nalar ikut mencampuri urusan dan memperkeruh suasana, hingga menjadikan hubunganku retak, dihadapkan pada situasi itu, aku sedikit kalut dan terguncang.
@@@
Jiwaku sedikit tertekan, karena aku dituduh Mas Hakim bermain dibelakangnya, padahal sama sekali tidak pernah aku lakukan dan itu tidak terbukti, aku tetap setia. Justru mas Hakim sendiri yang curangi aku, fakta itu diputarbalikan menjadikan posisiku semakin terpojok, luka itu sampai sekarang masih saja menganga dan terasa pedih walau tak pernah ada darah yang menetes, tapi jauh lebih menyakitkan.
Bagiku rasanya dunia ini seakan kiamat, ketika hubungan dengan manusia tidak baik-baik saja, lalu menyibukan diri agar mampu menetralkan segala yang terjadi.
Apakah ini sifat dasar manusia?,
Namun ketika  hubungan dengan sang pencipta tidak mesra, tidak mampu menjalankan segala titah-Nya, seakan tidak panik, tidak risau, tidak pernah jadi beban, seolah bukan masalah besar.  Difitnah, diacuhkan dari persahabatan, bahkan diusir dari rumah, masih saja bisa mencari teman dan rumah yang lain, coba kalau bermasalah dan diusir oleh pemilik semesta ini hendak kemana kita pergi?
Masalah melanda pada intinya untuk terus memantaskan diri agar tumbuh dan berkembang menuju ke arah yang lebih baik, penempaan melalui berbagai macam masalah adalah ujian alam yang tidak bisa dihindari, karena mungkin bisa saja kita akan dijadikan manusia pilihan. Tapi manusia jarang tersadarkan akan hal itu, termasuk diriku.