Dan hujan turun lagi, isteri dan anakku tidur. Barusan sebotol susu dot kubuat agak panas kuletakkan dekat anakku yang tidur..
Dan semut barusan tadi melintas, merayap di monitor laptop, entah apa yang dia rasakan, entah apa dia menyebut laptop…
Terpatah-patah aku merangkai kata, seolah menulis adalah pekerjaan yang teramat berat bukan hobi seperti yang selalu kudengungkan dalam keyakinanku. Keyakinan yang tak bertanggung jawab, aku tahu...
Ya, kadang aku merasa rindu..
Entahlah.., sebentar tadi aku ingat kata-kata , bahwa puisi itu lebih enak untuk dirasakan timbang dipahami…
Maka inilah aku, mengalirkan kata.. lagi, kembali, begitu saja…
Dan deburan hujan rintik agak deras di luar sana,  sebagaimana mestinya masih menyisakan gerah padaku yang sudah mandi dua kali ini. Kau tahu, bahwasanya hebat untukku bilang padamu bahwa aku mandi dua kali sehari…
Si anak galau itu, tetaplah dia tampak seperti anak-anak walaupun begitu lama dia sudah tumbuh dan berkembang sebagai manusia…
Rasa primitif yang sekian lama terpelihara dalam lindungan zona nyaman yang melengahkan…
Dulu, pernah dan sering kubuat puisi tentang bangunan keropos yang terhantam badai.., tentang layang-layang putus yang terbang tertiup angin…
Padahal bukankah kemerdekaan itu hak semua bangsa, termasuk jutaan manusia di dalamnya…