Mohon tunggu...
Wawan W Efendi
Wawan W Efendi Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Buku dan Inventor Paten

Wawan W. Efendi lahir di Lamongan Jawa Timur. Ia tercatat sebagai mahasiswa Magister Teknologi Pendidikan (S2) Universitas PGRI Adi Buana Surabaya. Ia telah menerbitkan beberapa buku skala nasional dan saat ini tenggah menggeluti bidang Hak Kekayaan Intelektual sehinggah telah mendaftarkan 3 paten.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kurikulum Pendidikan Nasional, Antara Amanat UU dan Degradasi Moral di Era Disrupsi

27 Juni 2022   09:34 Diperbarui: 28 Juni 2022   10:12 1224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masing-masing kurikulum yang telah diimplementasikan di Indonesia memang memiliki kelebihan dan kerungannya sendiri-sendiri. Namun terlepas dari itu, sejatinya kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perkembangan. Bahkan pada kurikulum merdeka yang teranyar mengusung paradigma baru dimana pembelajaran haruslah menggunakan pendekatan berpusat pada peserta didik. Sehingga diharapkan potensi atau bakat setiap peserta didik akan berkembang dengan baik.

Lantas pertanyaan besarnya, benarkah kurikulum Pendidikan Nasional sudah ideal ?

Ukuran dari bentuk ideal dari kurikulum pendidikan bagi setiap orang atau pihak sejatinya bisa saja berbeda-beda. Ada yang mungkin mengambil barometer dari luar negeri serta modernisasi. Tetapi ada pula yang mungkin mengedepankan kearifan lokal yang ada. Namun alangkah lebih bijaksananya jika ukuran ideal tersebut dikembalikan pada UU No. 20 tahun 2003, bahwa

tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Jika dilakukan komparasi antara amanah Undang-Undang tersebut dan pelaksanaan kurikulum Pendidikan Nasional, seringkali didapati adanya kesenjangan. Dimana banyak pelaksanaan pendidikan yang hanya bertolak ukur dari keahlian peserta didik untuk mendukung pekerjaan atau profesi kedepannya. Sehingga tujuan agar beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa seringkali terabaikan bagitu saja. 

Hal itu juga terbukti dengan mata pelajaran yang berdiri sendiri-sendiri. Misalnya mata pelajaran biologi, hanya dipelajari sebagai ilmu pengetahuan biologi saja, tanpa ada integrasi dengan agama. Sehingga praktis urusan iman dan takwa itu hanya diserahkan pada mata pelajaran agama saja. Padahal, jika keduanya diintegrasikan akan menghasilkan keimanan yang kuat. Karena ilmu pengetahuan yang dipelajari digunakan sebagai pembuktian terhadap apa yang diimaninya.

Kondisi tersebut sejatinya tidak serta merta dapat disimpulkan bahwa kurikulum Pendidikan Nasional telah melenceng jauh dari amanah Undang-Undang. Tetapi hanya saja belum sepenuhnya sesuai dengan tujuan utama dari Pendidikan Nasional yang diamanahkan dalam UU No. 20 tahun 2003.

Kurikulum Pendidikan Nasional Tidak Mampu Menyelamatkan Degradasi Moral di Era Disrupsi?

Perkembangan internet dan teknologi dalam satu dekade terakhir ini telah menghadirkan berbagai perubahan dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi ini disebut sebagai era disrupsi. Era ini ditandai dengan berkembangnya teknologi digital atau robot yang menggantikan dan mengubah peranan serta pekerjaan manusia. 

Kehadiran teknologi digital ini tidak hanya mengubah pada tingkatan individu, tetapi juga pada sistem negara hingga dunia. Konsekuensi dari kemunculan era disrupsi ini telah mendorong manusia untuk melakukan aktivitas yang selalu mengarah pada teknologi digital, dan mayoritas masyarakat menikmatinya. Maka tidak heran jika dunia saat ini telah didominasi dengan teknologi digital.

Selain tentang mengantikan peran manusia, rupanya era disrupsi teknologi ini telah mampu memanipulasi dan mendikte mayoritas manusia. Dan dahsyatnya dapat membuat kita tidak sadar akan hal itu. 

Seolah kehidupan ketergantugan dengan teknologi digital itu adalah sebuah kelumrahan. Tidak sedikit pula orang yang merasa lebih bergairah hidup dalam dunia digital ketimbang dalam kehidupan nyata. Bahkan ironisnya, hal itu telah berhasil mendobrak norma-norma budaya hingga nilai-nilai agama. Sehingga menyebabkan degradasi moral semakin besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun