Mohon tunggu...
Wawan
Wawan Mohon Tunggu... Guru - Pendidik Bidang Seni dan Kriya

Belajar dari dan dimana saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jadi Guru terbaik, jangan harap... ternyata!

21 Desember 2014   04:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:50 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

...
Sepulang dari kantor, aku duduk termenung. Pandanganku menembus hijaunya lumut di air kolam. Bukankah air itu tak berwarna? Kemanakah jati diri air? Hilang kah?
"Pah, ini kopinya. Dan ini singkong rebus di kasih tetangga tadi..." istriku datang dengan secangkir TORABIKA  hitam kesukaanku.
"Oh yah, terimakasih.." aku jawab dengan malas, "Bilang terimakasih sama tetangga, sungguh baik dia.... panen pisang ngirim pisang. Panen singkong ngirim singkong...."
"Ya iya laaaah pa... pa... !  Panen pisang ya ngirim pisang. Panen singkong ya ngirim singkong.... Terus harus ngirim apa coba?"  istriku nyerocos ngga karuan...
"Ya... sekali-sekali kreatif gitu! Jual dulu pisang sama singkongnya. Lalu kirimkan duitnya ke kita.... hehehe!"
"Ah, dasar si bapak. Matanya duit melulu!" katanya sambil mencubit, "tapi bener juga ya pah hehehe..."
"Bukan Pah, Ibu lihat dari tadi banyak melamun. Seperti hilang pengharapan... Ada apa sih Pah? Ada masalah di kantor?" Istriku menunjukan rasa khawatirnya...
"Ya, itulah bu. Bapak kehilangan semangat. Pupus sudah harapan bapak. Seperti hilangnya jati diri air di kolam ini. Bapak tak akan pernah berharap lagi...." kataku lirih
"Memang bapak berharap apa? Terus apa masalahnya, sehingga bapak seperti orang putus asa begitu?" Istriku keheranan.
"Bapak berharap jadi guru terbaik, ternyata sudah tidak mungkin lagi... harapan itu Bapak raih!" Aku minun seteguk kopi yang mulai dingin, sedingin harapanku yang mulai pupus "Ternyata sudah ada bu...."
"Siapa pak gerangan dia....! Berani-beraninya dia!" istriku teesulut emosinya sampai ke ubun-ubun...
Aku menyodorkan buku yang aku baca tadi, "Ni bu lihat... ternyata GURU terbaik itu adalah PENGALAMAN bu...."
"Emang kuliah dimana dia pa? Kurang ajar... protes pa jangan diam saja! Tanyain sama 'pengalaman'.. titelnya apa dia !" dia marah sejadinya...
PeA juga ya istriku... pikirku dalam hati.
"He jangan sembarangan pa menuduh yang bukan-bukan! Justru bapak yang super  PeA kenapa pilih istri PeA kaya saya..."
Kan tadi saya ngomong di dalam hati. Kenapa dia tahu!   Hehehe.... :)  keep smile!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun