Mohon tunggu...
wawan suroboyo
wawan suroboyo Mohon Tunggu... -

Becik Ketithik Olo Ketoro

Selanjutnya

Tutup

Bola

Federasi Baru: Masukan kepada Tim Khusus Jokowi

5 November 2015   13:34 Diperbarui: 5 November 2015   13:50 706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Selamat Siang Kompasianer.

Lama tak jumpa di kanal yang tak pernah sepi ini. Awal pekan ini dunia persepakbolaan kita dihebohkan dengan kedatangan delegasi FIFA. Ramai diperbicangkan masalah ini sehingga sebelum kedatangannya saja, pihak Kemenpora dan PSSI saling mengklaim kedatangan delegasi tersebut atas jasa mereka. Bagi saya hal itu(siapa yang mendatangkan) bukanlah esensi karena mereka punya argument dan fakta masing-masing. Yang terpenting saat ini adalah bagaimana kita dapat mereformasi persepakbolaan kita pasca kedatangan delegasi FIFA tersebut. Saya memilih kata “reformasi” karena FIFA dan Presiden Joko Widodo sepakat dengan kata tersebut.(Saya jadi ingat tahun 1998 semenjak saya menjadi mahasiswa, kata “reformasi” bergulir dengan ujungnya: Soeharto lengser)

Apakah kata “reformasi” ini berujung pada pelengseran pada tubuh organisasi PSSI saat ini?
Mari telisik lebih dalam! Pertemuan delegasi FIFA di hari pertama dengan Presiden Jokowi bisa dibilang moment yang paling penting dalam persepakbolaan di Indonesia untuk membicarakan sanksi dan kisruh sepakbola Indonesia. Catatan saya, pada era sebelumnya belum ada seorang presiden yang berani menghadapi sanksi FIFA, Hanya Jokowi! (Dari sini saya salut terhadap beliau yang punya nyali besar). Namun apakah hanya bermodal nyali kita bisa menghadapi sanksi tersebut. Tentunya tidak. Di hari pertama pemerintah mengungkapkan tentang borok-borok tentang sepak bola Indonesia mulai pengaturan skor, judi bola, sampai gaji pemain yang tidak dibayar.

Jokowi tidak puas dengan kinerja PSSI. Beliau ingin mereformasinya. Dan hal tersebut disetujui oleh FIFA asal sesuai statuta FIFA. Lantas Jokowi melontarkan ide membentuk tim kecil atau tim khusus untuk mengatasi permasalahan persepakbolaan di Indonesia. Dari sini FIFA tidak menolak ide tersebut namun diam saja yang bisa berarti tidak mengiyakan. Saya ragu dengan sikap tersebut karena bisa dibiaskan. Terbukti setelah bertemu dengan PT Liga dan APPI di hari kedua kunjungan, FIFA merilis hasil kunjungan dua hari di Indonesia dengan rencana membentuk tim ad hoc untuk mengatasi permasalahan sepak bola di Indonesia. Tim ad hoc itu sendiri seperti yang dirilis oleh situs PSSI(bukan situs resmi FIFA)terdiri dari 9 elemen, yakni FIFA, AFC, PSSI, Pemerintah, Stakeholder, Asosiasi Pemain, Wasit, Media, independen yang ditunjuk FIFA.

Setelah rilis tersebut pemerintah kecewa terhadap FIFA yang dinilai tidak konsisten terhadap pertemuan di istana negara dengan presiden Jokowi. Opini mengenai “salah tafsir” dilontarkan oleh pemerintah. Pemerintah menganggap tim kecil yang disepakati bersama FIFA bukan tim ad hoc yang dimaksud dalam rilis tersebut, melainkan tim yang dibentuk oleh pemerintah untuk dapat berkomunikasi dengan FIFA karena selama ini pemerintah kesulitan berkomunikasi dengan FIFA untuk menceritakan kondisi persepakbolaan Indonesia. Sementara FIFA ingin merangkul semua elemen dalam mereformasi sepak bola Indonesia.

Melihat kondisi tersebut, prediksi saya kunjungan FIFA di Indonesia selama 2 hari tidak akan menghasilkan apa-apa walaupun hasilnya akan dibawa ke rapat Exco FIFA pada tanggal 2 dan 3 Desember mendatang. Masalahnya akan terjadi ketidaksinkronan antara tim ad hoc dan tim kecil yang dibentuk oleh pemerintah.

Selain itu FIFA ingin reformasi sepak bola sesuai dengan statutanya dengan kata lain jika ingin mengganti kepengurusan PSSI saat ini harus memperoleh dukungan minimal 2/3 dari voternya. Hal itu sangat lah sulit dilakukan mengingat para voter PSSI dari Asprov daerah-daerah sampai ke klub-klub dikuasai orang lama yang pro status quo. Sulit untuk menggiring opini mereka untuk mengadakan Kongres Luar Biasa (KLB) karena mereka sudah “nyaman “ di posisinya untuk mendulang keuntungan. Hal ini juga terjadi di induk organisasi mereka yaitu FIFA yang sekarang diguncang kasus korupsi.

Saya jadi ingat pernyataan dari Ketua Komite Olimpiade Internasional, Thomas Bach, yang mengusulkan bahwa FIFA hendaknya dipimpin oleh pihak dari luar organisasi yang mempunyai integritas mumpuni mengingat FIFA mengalami krisis kredibilitas (baca detiksports IOC munculkan gagasan FIFA Dipimpin Presiden Eksternal). Seperti yang kita ketahui FIFA hampir tak tersentuh oleh hukum/pemerintahan negara manapun karena statutanya. Hal ini akan memudahkan tindak pidana korupsi untuk masuk di dalamnya. Lebih lanjut Bach mengatakan”FIFA harus sadar sekarang bahwa ini merupakan lebih dari sekedar daftar calon(presiden). Ini juga merupakan masalah struktural dan tidak akan diselesaikan secara sederhana dengan pemilihan presiden baru.” Ini berarti bukan hanya pemilihan presiden baru yang dapat menyelesaikan masalah FIFA, akan tetapi harus ada perubahan dalam statuta FIFA (termasuk bekerjasama dengan pemerintah). Selanjutnya Bach menegaskan FIFA mesti mempercepat dan memperdalam proses reformasi untuk memenuhi akuntabilitas, transparansi, dan semua prinsip tata organisasi yang baik, seperti yang dilakukan oleh Olimpic Agenda 2020.

Kembali lagi ke topik awal, jika pemerintah ingin mereformasi PSSI sesuai dengan kehendak FIFA sekarang maka tujuan tersebut akan mental/sia-sia, mengingat mereka masih berpedoman pada statutanya. Jalan satu-satunya yaitu tetap membentuk tim kecil yang akan berkomunikasi dengan FIFA serta menunggu pemilihan presiden FIFA yang baru karena ini adalah momen yang paling tepat.

Opsi yang kedua yaitu membentuk federasi baru. Semula saya sangsi dan sisnis terhadap opsi pembentukan federasi baru ini mengingat PSSI punya sejarah panjang. Namun apa boleh buat keadaannya sekarang sudah berbeda. Dulu di awal pembentukan PSSI diisi oleh orang-orang yang punya semangat dan integritas tinggi untuk membangun prestasi, tetapi sekarang diisi oleh orang-orang yang haus kekuasan. Memang tidak mudah membentuk federasi baru butuh pengorbanan waktu, materiil dan spirituil. Namun setidaknya inilah satu-satunya jalan yang realistis menuju sepak bola Indonesia yang sehat. Dan proses pengusulan federasi baru sebaiknya diusulkan pasca pemilihan presiden FIFA yang baru. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun