Keprihatinan dan kerisauan, dua kata yang yang menghantui orang tua dalam menyikapi masalah moralitas dan pergaulan remaja milenial saat ini.Â
Problem moralitas memang merupakan penyakit kronis dan akut, sekaligus juga merupakan persoalan klasik yang mengiringi kehidupan manusia sejak awal kehidupan di bumi ini. Cerita yang mengiringi Qabil dan Habil, dua orang putera dari Nabi Adam a.s. adalah sosok yang seringkali dijadikan rujukan dalam memahami akar permasalahan moralitas manusia. Kisah mereka, yang termaktub dalam Al-Qur'an, menggambarkan tindakan sangat buruknya moralitas.
Kisah tersebut seolah menjadi pemicu permasalahan moralitas manusia saat ini. Persaingan tidak sehat dalam berbagai hal terutama keduniawian, Lingkungan pergaulan yang buruk dapat menjadi pemicu terjadinya tindakan kriminal atau pelanggaran norma dan kurangnya nilai-nilai moral yang tertanan dalam diri. Â Kondisi ini seolah menjadi hal lumrah, tidak merasa malu dan cukup memprihatinkan buat keluarga, teguran orang lain bahkan orang tua sendiripun terkadang diabaikan anaknya.
Tugas mengawal moralitas manusia merupakan tugas besar abadi yang tidak akan pernah berhenti dan berakhir. Keutusan Rasulullah Muhammad SAW. ini tidak lain dalam rangka mengawal moralitas manusia ini, mengarahkan manusia untuk bisa menjaga perilaku moralnya, melakukan pendakian yang lebih tinggi dalam meraih derajat akhlak al-karimah yang dimulai dari sejak dini.
Tabiat Generasi Muda Masa Kini
Socrates mengatakan bahwa tabiat manusia pada dasarnya adalah baik. Manusia itu cenderung kapada kebaikan, dan tidak melakukan keburukan atau kejahatan. Manusia melakukan perbuatan yang buruk dan jahat disebabkan karena ia khilaf, salah, tidak tahu, atau karena pengaruh dari unsur-unsur luar atau ekternal yang masuk ke dalam dirinya.
Beberapa cendekiawan muslim berpendapat, nafsu dan ruh senantiasa bertikai, terus menerus, kadang jiwa yang menang, sehingga manusia menjadi jahat. Ketika nafsu mengalahkan ruhnya, maka proses pendidikan akan membantu para individu dengan berbagai sarana yang memungkinkan ruhnya bisa mengalahkan nafsunya. Imam Al-Gazali mengatakan, seorang anak yang diamanatkan kepada kedua orang tuanya, hatinya adalah suci bagaikan mutiara nan bersih, terbebas dari segala macam ukiran dan gambaran. Jika dibiasakan baik, dan diajarinya (dididik), ia akan tumbuh dalam kebaikan. Namun jika dibiasakan buruk, dan diremehkan seperti meremehkan binatang, maka ia akan sengsara, hina, dan hancur.
Tabiat remaja masa kini merupakan cerminan kompleks dari interaksi antara individu dan lingkungan sosialnya yang terus berubah. Era digital yang ditandai oleh pesatnya teknologi informasi telah membentuk pola pikir dan perilaku remaja secara signifikan. Jika dilihat dari perspektif filsafat eksistensialisme, remaja masa kini tengah mencari jati diri dalam sebuah dunia yang serba instan dan penuh pilihan.
Kebebasan yang mereka nikmati membawa konsekuensi berupa dilema moral dan pencarian makna hidup. Di sisi lain, pandangan filsafat konfusianisme menyoroti pentingnya hubungan sosial dan peran keluarga dalam membentuk karakter remaja. Namun, dalam konteks modern, ikatan sosial seringkali terkikis oleh individualisme yang kian menonjol.
Perubahan sosial yang cepat juga turut mempengaruhi perkembangan psikologis remaja. Menurut psikologi perkembangan, masa remaja adalah periode transisi yang penuh gejolak. Remaja cenderung mencari identitas diri, merumuskan nilai-nilai, dan membangun relasi sosial yang kuat. Remaja masa kini, dengan segala tantangan dan peluang yang mereka hadapi, sedang berupaya menemukan tujuan hidup yang memberikan kepuasan dan kebahagiaan. Namun, pengaruh media sosial dan budaya populer yang konsumtif seringkali mengaburkan pandangan mereka tentang nilai-nilai yang sebenarnya penting.