[caption id="attachment_263763" align="aligncenter" width="300" caption="Bersama Syafii Maarif (Dok ITM) "][/caption]
Konsistensinya mengukuhkan pilar-pilar kemanusiaan yang inklusif, toleran,ramah, dan santun sebagai ajaran Islam membawanya menerima Magsasay Award tahun 2008.
Awalnya judul tulisan di atas, Empat Cendekiawan Berpenampilan Garang. Tapi belakangan saya baru diingatkan kalau di edisi Kompas (27/6) menjadi arisan tahunan Kompas mendedikasikan lima cendekiawan. Ahmad Syafii Maarif, satu dari lima cendekiawan berdedikasi pilihan Kompas itu sering saya dengar dan lihat di media- pernah juga bertemu langsung(lihat foto di atas).   Prof Dr Ahmad Syafii Maarif adalah termasuk cendekiawan yang berpenampilan garang. Gaya garangnya mengingatkan saya kepada Adnan Buyung Nasution. Keduanya hampir sama gayanya dalam mengadu argumentasi, tidak pandang siapa yang dihadapi, Presiden SBY sekali pun. Uniknya, penampilan garang tidak hanya lewat ekspresi gesture ( fisik) dan verbal(ngomong doang), tapi melainkan hal ini jkuga berlaku sama dengan lewat tulisan dimedia maupun dalam bentuk buku. Tentunya Kompas tidak sembarangan memilih mantan pimpinan Muhammadiyah Pusat menjadi bagian museum tokoh panutan Kompas, seperti tokoh lain, Karlina Supeli, Budi Darma, Benjammin Mangkoedilaga, dan Shalahuddin Wahid. Tokoh cendekiawan lain yang termasuk kategori berpenampilan garang seperti Tjipta Lesmana, Thamrin Amal Tomagola, dari kalangan usia lebi muda ada Fazlur Rahman, Ratna Sarumpaet, Effendi Gazali, Ali Mochtar Ngabalin, Ray Rangkuti. Kalau tulisan ini dikaitkan dengan penyiraman air Munarman kepada Prof Dr Thamrin Amal Tomagola saat talkshow langsung di TV One beberapa hari lalu, boleh saja sebagai tambahan informasi. Saya memang belum kenal dekat Prof Thamrin Amal Tomagola, guru besar Universitas Indonesia itu, tapi kalau sepintas, gaya penampilannya juga termasuk garang. Aksi siram air dari Munarman bisa dianggap kurang baik, itu saya dukung. Tapi tipe ngotot Thamrin Amal Tomagola juga bisa memberi peluang Munarman melakukan aksi biasa bahkan lumrah bagi sesama aktifis. Saya salut dengan sikap Thamrin yang tidak ingin melanjutkan hal by accident itu sebagai aduan, walau Munarwan tetap mempersilahknnya - masih mau menantangnya dalam bentuk apa pun. Sosok Ahmad Syafii Maarif bisa dijadikan sandaran dan sekaligus payung dalam menghadapi kegalauan bangasa kini. "Berkata Benar Walaupun Pahit," bekal dan panduan bagi putra kelahiran Sumatera Barat ini. Saya diingatkan tokoh cendekiawan yang lain, Goenawan Mohamad, Jimly Ashiddiqy, N Riantiarno, almarhum Yap Thiam Him, almarhum Mochtar Lubis, almarhum Baharudin Lopa, alamahum Soetjipto Rahardjo, almarhum Hoegeng, almarhum Munir, almarhum WS Rendra, almarhum Mohamad Natsir, Muhamad Amin Rais. Framz Magnis Suseno Dengan alasan apa pun Munarman diposisikan sangat keliru melakukan perlakuan - bukan hanya kepada pribadi Thamrin Amal Tomagola, tetapi tontonan itu menjadi "percontohan" bagi anak istriku di rumah. Jangankan siriaman air, mau bantiing meja, hingga lempar kursi pun dibolehkan bila itu masih dalam arena penggemblengan (traning) gaya HMI,PII, Muhammadiyah, NU, dan hampir semua ormas - selama itu masih dalam koridor adu wacana (berdiskusi). Saatnya profil singkat dibawah foto di atas dan judul tulisan Kompas (27/6) di halaman 33, Ahmad Syafii Maarif sangat cocok menjadi cahaya di tengah "salah paham" Munarman dengan Thmarin Amal Tomagola.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H