[caption id="attachment_240798" align="aligncenter" width="300" caption="Ki Hajar Dewantara (Dok Hardiknas 2008)"][/caption] Lima tulisan opini yang kesemuanya di Kompas mendapat tanggapan dari Mohammad Nuh, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan " Kurikulum 2013(7/3). Dua tulisan dariMuhammad Abduhzen, Urgensi Kurikulum (21/2) dan Implementasi Pendidikan (6/3), Elin Driana, Gawat Darurat Pendidikan (14/12/2012), Acep Iwan Saidi, Petisi untuk Wapres (2/3), dan L. Wilardjo, Yang Indah dan Yang Absurd (22/2) [caption id="attachment_240799" align="aligncenter" width="300" caption="Ki Hajar Dewantara (Dok Hardiknas 2008) "]
Ada baiknya sebelum atau setelah membaca tulisan Mendikbud"Kurikulum 2013" kita juga membaca tulisan " Pendidikan Kunci Pembangunan(Kompas 27/8/2012)oleh Boediono, Wakil Presiden RI. Juga tanggapan balik dari beberapa penulis lain di Kompas; Tantangan Besar Pendidikan Kita(Kompas,15/10/2012)oleh Ratna Megawangi, Dosen Imu Keluarga dan Konsumen IPB; Pendiri Indonesia Heritage Foundation,Wapres dan Gagasan "Online" (Kompas 14/2)oleh Budi Widianarko, Rektor Unika Soegijapranata
Tiga tulisan dari dua penulis di opini Kompas yang mendapat sorotan dari Mendikbud, yang sempat saya simpan, Asep Iwan Saidi, Ketua Program Studi Kebudayaan ITB dan Muhammad Abduhzen, Direktur Eksekutif Institute for Education Reform Universitas Paramadina, Jakarta, Ketua Litbang PB PGRI Tulisan- tulisan lain yang mengulas isu Kurikulum 2013 antara lain: Kurikulum Pendidikan Haruslah Memberi Tantangan bagi Siswa( Kompas 15/2 oleh Suyanto, Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta, Kurikulum Orangtua untuk Anak(Kompas 5/3)oleh Rhenald Kasali,Guru Besar FEUI, Melatih Guru Pelatih(Kompas 4/3)oleh JC Tukiman Taruna,Praktisi Manajemen Berbasis Sekolah di Jawa Tengah, Berpusat pada Pembelajar(Kompas 28/2)oleh Doni Koesoema A, pemerhati pendidikan, Kurikulum sebagai Kendaraan(Kompas 26/2)oleh Anita Lie, Profesor dan Direktur Program Pascasarjana Universitas Widya Mandala, Surabaya, Masa Emas Belajar Bahasa(Kompas 23/10/2012)oleh Ainna Amalia FN,Dosen Psikologi IAIN Sunan Ampel Surabaya, Dari Luar pagar Sekolah(Kompas 27/8/2012)oleh Hasta Indriyana, Bekerja di Yayasan dan Kebudayaan RODA, Bila ada yang ingin menelusuri kilas balik Kurikulum 2013 bisa juga membaca liputan khusus (Fokus, Kompas 7/12/2012) Pedoman Pendidikan: Berharap pada Kurikulum 2013, Ujung Tombak Kurikulum: Guru yang Selalu "Kesepian", Penghilangan IPA-IPS: Tematik Integratif Tak Sekadar Menggabungkan, Pendidikan Berkarakter: Bukan Zamannya Menghafal Pelajaran Ucapan penghargaan dan terima kasih diawal tulisan Mohammad Nuh, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menulis opini" Kurikulum 2013" kemarin (7/3) di Kompas. Tapi diakhir tulisan mantan Rektor di salah satu Universitas di Surabaya itu menyayangkan sekaligus mengingatkan penanggapnya agar terlebih dulu teiliti sebelum mengkritik. Menurut mantan Monkominfo ini," kurikulum berbasis kompetensi menjadi dasar kurikulum 2013. Secara falsafah, pendidikan adalah proses panjang dan berkelanjutan untuk mentransformasikan peserta didik menjadi manusia yang sesuai dengan tujuan penciptaannya, yaitu bermanfaat bagi dirinya, bagi sesama, bagi alam semesta, dan bagi segenap isi dan peradabannya." tulisnya. Menteri masih menyinggung di bagian deretan awal tulisan tentang UU Sisdiknas. "Dengan demikian, tujuan pendidikan nasional perlu dijabarkan menjadi himpunan kompetensi dalam tiga ranah kompetensi(sikap, pengetahuan, dan keterampilan). Di dalamnya terdapat sejumlah kompetensi yang harus dimiliki seseorang agar dapat menjadi orang beriman dan bertakwa, berilmu dan seterusnya." Mendikbud memberikan penjelasan Kurikulum 2013 dengan latar belakang lewat pendekatan filsafati. Namun juga pertimabangan keadaan kini dan kedepan juga diulas. "Mengingat pendidikan idealnya proses sepanjang hayat, maka lulusan atau dari suatu proses pendidikan tertentu harus dipastikan memiliki kompetensi yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya secara mandiri sehingga esensi tujuan pendidikan tercapai," tulisnya. Ada keunikan bila memperhatikan tulisan Wakil Presiden dan Mendikbud yang hampir sama panjangnya. Tulisan kedua tokoh pendidikan itu hampir penuh satu halaman. Biasanya di lajur opini tersedia tiga tulisan. Gayung Bersambut Asep Iwan Saidi lebih kental mengutat pemberlakuan integrasi bahasa. Bisa jadi berbekal pengalaman sebagai praktisi bidang Bahasa Indonesia membuat dosen ITB itu cukup argumentatif. Sedangkan lain halnya dengan Muhammad Abduhzen, aktifis di Paramadina yang cukup dikenal sangat produktif menulis di Kompas ini sangat lihai berargumen dengan pendekatan filsafat pendidikan. Saya juga kian bangga dan merasa mendapat oase menakjubkan bagi peminat dunia tulis-menulis, Aburizal Bakrie, Ketua Umum Golkar pun tidak mau ketinggalan ingin membagi tentang isu kurikulum 2013 ini. Hanya sayangnya, saya masih mempertanyakan, kalau memang Prof Dr Suyanto yang menulis juga di Kompas tentang Kuriukulum 2013, kenapa hanya menempatkan profil sebagai Guru Besar Universita Yogyakarta - kenapa tidak ikut tulis sebagai Dirjen Pendidikan Dasar Menengah Depdikbud. Ataukah ada Prof Dr Suyanto yang lain. Rasa penasaran saya sebenarnya kalau memang Prof Dr Suyanto dimakdu itu adalah Dirjen, Mendikbud tidak perlu tampil menjadi pembanding di opini Kompas. Cukup saja Dirjen, atau sekjen, atau staf ahli, atau Ka Balitbang Mungkin ada baiknya Mendikbud telah berani membuka kran untuk siapa saja bisa memberi saling-silang pendapat. Mumpung semua bisa masuk tulisannya di media - seperti saya ini juga. Wapres Boediono telah berhasil memberi ruang pentas baru: untuk melakukan sosialisasi (termasuk Kurikulum 2013) cukup menulis saja di media nasional sekelas Kompas. Tunggu tanggal mainnya - lihat hasilnya sekarang. Perdebatan (polemik) beberapa prkatisi dan pemerhati pendidikan telah memberi diaspora : SELAMAT DATANG KURIKULUM BARU 2013. Tulisan hari ini (8/3) di Kompas sangat apik dan menarik oleh Soemantri Bojonegoro, mantan Dirjen Dikti. Saya kagumi dengan rutinitas tulisannya di Kompas. Saya masih menunggu dan mencari orang seperti Ki Supriyoko, Yasraf Amir Piliang, Yudi Latif, untuk segera turun gunung memberi ulasan pendapatnya. Sejak semalam tulisan ini kusiapkan, karena ini jadi bagi perayaan hari ulang tahun saya yang ke-46. Sebagai orang tua yang punya lima anak ingin memperlihatkan kepada keluarga, inilah saya yang jadi guru di Dusun Balang Ajia Desa Samangki, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, sulawesi Selatan ternyata mau dan mapu juga berargumentasi dengan Wapres, Mendikbud dan pakar pendidikan. Teria Kasih Semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H