Mohon tunggu...
WAVIQ AZIZAH
WAVIQ AZIZAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

waviqazizah160402@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemerolehan Bahasa pada Anak (Psikolinguistik)

23 Desember 2022   08:00 Diperbarui: 23 Desember 2022   08:09 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PEMEROLEHAN BAHASA PADA ANAK

Waviq Azizah

Waviqazizah160402@gmail.com

  

Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi terpenting bagi manusia.Bahasa yang dimiliki oleh manusia  ini bersifat dinamis,sehingga bahasa tersebut selalu mengalami perkembangan secara terus-menerus. Bahasa adalah alat komunikasi yang diperoleh manusia sejak lahir. Keterampilan berbahasa seorang anak dimulai dengan perolehan bahasa pertama mereka, yang sering disebut sebagai bahasa ibu mereka. Mempelajari bahasa adalah proses yang sangat panjang, karena seorang anak tidak mengetahui suatu bahasa sampai dia menguasainya. Pemerolehan bahasa merupakan proses yang terjadi pada otak anak ketika mereka memperoleh bahasa pertama atau bahasa ibunya (Fatmawati, 2015).

Menurut Dardjowidjojo (2008), istilah pemerolehan ini digunakan untuk menerjemahkan pemerolehan bahasa Inggris, yang diartikan sebagai pembelajaran bahasa alami seorang anak sambil mempelajari bahasa ibunya. Chaer dan Agustina (2014).

Ellis dalam Chaer (2002:242) menyebutkan bahwa ada dua jenis tipe pembelajaran bahasa di kelas, yaitu naturalistik dan formal. Pertama, tipe naturalistik adalah alami, tanpa guru, dan pembelajaran yang tidak disengaja terjadi di lingkungan sosial. Ada banyak tipe naturalistik dalam masyarakat bilingual dan multilingual. Mempelajari bahasa menurut tipe naturalistik ini sama prosesnya dengan pemerolehan bahasa pertama, yang dilakukan secara ilmiah, sehingga pembelajaran bahasa berbeda antara anak-anak dan orang dewasa. Kedua, pembelajaran bahasa formal berlangsung di dalam kelas dengan guru, bahan dan alat disiapkan, pembelajaran bahasa jenis ini disengaja atau disadari, pembelajaran bahasa formal seharusnya lebih baik daripada pembelajaran naturalistik, tetapi pada kenyataannya tidak demikian. Ada berbagai alasan atau faktor yang mempengaruhi pembelajaran bahasa. Nurhadi (dalam Char 2002:144) Meskipun penelitian tentang metodologi pembelajaran bahasa kedua (atau bahasa asing) bersifat jangka panjang dan melibatkan banyak upaya, hal itu tidak mengubah cara orang belajar bahasa secara signifikan.

Woozley di sebuah majalah internasional bernama Language Acquisition and the Communicative Approach menyatakan bahwa,  "learning a language was seen as a process of habit formation resulting from input and positive reinforcement of correct habits, negative reinforcement of mistakes. The learner was a blank canvas who learned a language as a set of habits through imitation. Mistakes were seen as unwanted interference from the habits acquired with the learner's first language."

Artinya belajar bahasa adalah proses pembentukan kebiasaan yang merupakan hasil masukan dan kebiasaan yang memperkuat kebenaran positif dan penguatan negatif kesalahan. Seorang anak adalah kanvas kosong dalam pembelajaran bahasa melalui peniruan sebagai keseluruhan kebiasaan. Kesalahan dipandang sebagai gangguan yang tidak diinginkan dari kebiasaan bahasa ibu anak.

Suci Ratna Fatmawati (2015:66) menjelaskan beberapa teori yang menjelaskan pemerolehan bahasa, yaitu:

1. Teori Behaviorisme
Teori behavioris menekankan perilaku bahasa yang dapat diamati dan diteliti secara langsung hubungan antara rangsangan (stimulus) dan tanggapan (respons). Perilaku bahasa yang efektif adalah respons yang tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini biasanya adalah reaksi ketika termotivasi. Misalnya, seorang anak mengucapkan kata "mungkin" "katakan" ibunya atau orang lain pasti akan mengkritik anak tersebut setelah mendengar kata tersebut. Situasi seperti itu disebut respons yang tepat terhadap rangsangan dan sangat penting untuk mempelajari bahasa pertama.
2. Teori nativisme Chomsky
Teori ini didukung oleh nativisme. Menurutnya, seseorang hanya bisa menguasai bahasa manusia, hewan mungkin tidak dapat menguasai ucapan manusia. pendapat Chomsky berdasarkan beberapa asumsi. Pertama, perilaku linguistik adalah sesuatu seperti ini turun-temurun (genetik), setiap bahasa memiliki model perkembangan yang sama (yaitu sesuatu yang universal), dan lingkungan memainkan peran kecil dalam proses pematangan Bahasa. Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu yang relatif singkat. Ketiga, lingkungan ucapan anak mungkin tidak memberikan informasi yang cukup untuk menguasai tata bahasa lebih kompleks daripada orang dewasa. Menurut arus ini, bahasa adalah sesuatu yang kompleks dan rumit,jadi tidak mungkin dikuasai dengan cara "meniru" dalam waktu singkat.

3. Teori kognitivisme
Asal usul teori ini dikembangkan oleh Jean Piaget (1954) yang mengatakan demikian Bahasa adalah salah satu dari banyak keterampilan yang berasal dari kematangan kognitif
Dengan demikian, urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa.
4. Teori Interaksionisme
Teori interaksionis mengasumsikan bahwa akuisisi bahasa adalah hasil interaksi kemampuan belajar dan lingkungan linguistik. Ini terbukti dengan sendirinya dengan berbagai penemuan seperti Howard Gardner. Dia berkata bahwa anak memiliki kecerdasan yang berbeda sejak lahir. Salah satu orang bijak itu mengacu pada kecerdasan linguistik. Namun, ini tidak boleh dilupakan Lingkungan juga menjadi faktor yang mempengaruhi kemampuan berbahasa seorang anak.

Ruty J. Kapoh (2010: 88) memaparkan beberapa faktor yg mensugesti pertumbuhan bahasa anak dalam pemerolehan bahasa pertama, yaitu:

1.Urutan usia (chronological age)

Anak yg terlahir menggunakan fisik yg normal akan mengalami perkembangan indera-indera berbicara seiring bertambahnya usia. Perkembangan yg normal dalam indera-indera berbicara anak berakibat terhadap seorang anak sehingga lebih lebih reponsif dalam menangkap bunyi-bunyi yg terdapat pada sekitarnya. Hal ini berakibat pemerolehan bahasa yg sinkron menggunakan usia & perkembangan anak tadi.

2.Faktor kesehatan

secara generik Anak-anak yg berada pada syarat fisik yg sehat akan lebih aktif & responsif terhadap pengetahuan yg terdapat pada sekelilingnya. Sebaliknya, jika anak berada pada syarat fisik yg kurang baik, maka hal tadi akan mensugesti proses pertumbuhannya, baik pada berbahasa maupun juga fisiknya.

3. Faktor disparitas jenis kelamin

Beberapa output penelitian sudah memutuskan bahwa pertumbuhan bahasa dalam anak-anak wanita itu lebih cepat jika dibandingkan dengan anak-anak lelaki. Hal itu bisa dijumpai pada hubunganya menggunakan jumlah kosa istilah, panjangnya kalimat-kalimat, & pemahaman. Perbedaan- disparitas itu tampak dalam 5 tahun pertama (periode sekolah dasar) sedangkan diantara tahun kelima & keenam kita lihat anak pria & anak wanita mempunyai disparitas-disparitas setara antara keduanya.

4. Faktor kecerdasan

Kecerdasan mempunyai interaksi yg erat terhadap kemampuan berbahasa. Anak-anak yg mempunyai kecerdasan yg lemah akan mulai berbicara lebih lambat apabila dibandingkan dengan anak-anak yamg mempunyai kecerdasan pada atas rata-rata. Hal tadi tidak berarti bahwa seluruh anak yg terlambat pada bicara mempunyai kecerdasan yg lemah, karena pada hal ini terdapat beberapa faktor lain yg mensugesti dalam keterlambatan berbicara, tetapi belum bisa dipastikan pula akan memepengaruhi kecerdasan oleh anak.

5. Faktor milieu

Milieu merupakan lingkungan sosial yg sebagai lokasi  tinggal & berinteraksi seseorang. Faktor ini mempunyai pengaruh ataupun dampak yang sangat besar dalam kualitas pemerolehan bahasa dalam anak. Anak yg tinggal & berinteraksi menggunakan lingkungan yg menyenangkan & penuh menggunakan hal-hal positif akan memperoleh bahasa yg lebih baik. Sedangkan anak-anak yg tinggal & berinteraksi menggunakan lingkungan yg jauh menurut istilah layak akan memperoleh bahasa yg tidak terarah bahkan sedikit kasar.

Ada beberapa tahapan dalam pembelajaran bahasa anak sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Arifuddin dalam Suci Rani Fatmawati (2015:70) menjelaskan langkah-langkahnya Penguasaan bahasa pertama pada anak yaitu:

1. Fase pra-bahasa (waktu sentuh)
Pada tahap ini, bunyi ujaran yang dihasilkan anak belum signifikan. Suara sebenarnya, itu menyerupai vokal atau konsonan tertentu. Namun, suara secara keseluruhan tidak mengacu pada kata dan makna tertentu. Fase ini berlanjut sejak kelahiran anak Hingga usia 12 bulan.
a. Pada usia 0-2 bulan, anak hanya mengeluarkan suara reflex menunjukkan rasa lapar, sakit atau ketidaknyamanan. Bahkan jika suara-suara itu tidak ada bermakna secara linguistik, tetapi bunyi adalah materi linguistic Nanti.
b. Antara 2 dan 5 bulan, anak mulai mendengar vokal campuran dengan suara seperti konsonan. Nada ini biasanya terdengar sebagai respon pada senyum atau ucapan ibunya atau pada senyum atau ucapan orang lain.
c. Pada usia 4-7 bulan, anak mulai mengeluarkan suara yang cukup lengkap, durasinya bervariasi. lebih lama. Suara seperti konsonan atau vokal lebih fleksibel.

d. Pada usia 6-12 bulan, anak mulai berkontraksi. Pembicaraannya adalah pengulangan konsonan dan vokal yang sama dengan /ba ba ba/, ma ma ma/, da da da/.

2. Langkah pertama - kata-kata
Tahapan ini terjadi saat anak berusia 12-18 bulan. Pada masa ini seorang  anak menggunakan kata yang memiliki makna yang mewakili keseluruhan gagasan. Tepatnya satu  Kata mewakili satu atau lebih klausa atau kalimat. Itu sebabnya frasa ini disebut juga frase holofrase.

3. Langkah Kedua - Kata-kata
Tahapan ini terjadi saat anak berusia sekitar 18-24 bulan. saat ini, Kosakata dan tata bahasa anak-anak berkembang pesat. Bahasa anak-anak mulai bisa berceloteh dari dua kata dalam setiap ucapannya yang terdengar seperti seperti pesan yang mulai bisa kita pahami. Dalam pengucapan kata oleh anak pada tahap ini biasanya hanya  kata-kata penting seperti kata benda, kata sifat dan kata kerja. Ucapan atau pesan yang tidak penting dihilangkan.

4. Polifasik - Kata-kata
Fase ini berlanjut saat anak berusia 3-5 tahun atau bahkan hingga dimulai pergi ke sekolah Pada usia 3-4 tahun, tuturan anak mulai menjadi lebih panjang dan gramatikal reguler Dia tidak lagi menggunakan hanya dua kata, tetapi tiga atau lebih. 5-6 tahun sepanjang tahun, bahasa anak lebih mirip dengan orang dewasa.

KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa orang tua dan lingkungan itu memainkan peran penting dalam proses pembelajaran bahasa ibu anak-anak. Seorang anak yang sering mengajak orang tua atau orang disekitarnya untuk berkomunikasi memperoleh kosa kata yang lebih beragam. Orang tua harus bisa menciptakan insentif untuk ini Komunikasi ramah anak sehingga anak dapat belajar bahasa yang baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun