[caption id="attachment_292577" align="aligncenter" width="260" caption="http://gramediapustakautama.com/buku-detail/86362/The-Lord-of-The-Rings-"][/caption]
Frodo Baggins, seorang hobbit muda yatim-piatu, baru saja diadopsi oleh pamannya, Bilbo Baggins, sebagai ahli warisnya. Di Shire sendiri, desa hobbit tempat Bilbo tinggal, banyak desas-desus beredar bahwa terowongan-terowongan di liang hobbit-nya dipenuhi harta karun. Bilbo memang dikenal sebagai hobbit eksentrik, terutama setelah kembalinya ia dari petualangan yang membawanya ke negeri-negeri jauh dan bertemu beragam makhluk Dunia Tengah. Dalam petualangan itu jugalah, Bilbo mendapatkan sebuah cincin yang dapat membuat pemakainya menjadi tidak terlihat.
Namun, keeksentrikan Bilbo tidak membuatnya dijauhi penduduk Shire. Bilbo sangat dermawan. Bahkan, ia lah pertama kali mengenalkan aksara kepada Sam Gamgee, putra tukang kebunnya. Meskipun demikian, tetap saja ada penduduk yang menganggap Bilbo sinting karena kisah-kisahnya tentang peri dan naga, yang ditemuinya dalam petualangannya dulu.
Ketika Bilbo merayakan ulang tahunnya yang ke-111 dengan pesta besar, penduduk desa menyambutnya dengan suka cita. Di saat yang sama, Frodo pun berulang tahun yang ke-33. Usia yang penting bagi para hobbit sebab di usia 33 lah seorang hobbit mencapai kedewasaan. Namun, setelah membawakan pidato di pesta tersebut, mendadak Bilbo menghilang!
Hilangnya Bilbo secara misterius membuat penduduk desa merasa diolok-olok. Saat Bilbo menyelinap kembali ke rumahnya, ia bertemu Gandalf, seorang penyihir yang menjadi pemandu perjalanannya dulu. Gandalf tahu bahwa Bilbo menghilang menggunakan cincin yang didapatkannya saat bertualang. Gandalf pun melarang Bilbo menggunakan cincin itu lagi. Ia yakin, cincin itu ialah cincin utama yang mengandung kekuatan jahat.
"Makhluk hidup yang menyimpan salah satu Cincin Agung itu, Frodo, tidak akan mati, tetapi dia juga tidak akan tumbuh atau memperoleh kehidupan lebih banyak, dia hanya berlanjut terus, sampai akhirnya setiap menit terasa meletihkan. Dan kalau dia sering menggunakan Cincin itu untuk membuat dirinya tidak tampak, dia akan memudar: akhirnya dia akan selamanya tidak tampak; dia akan berjalan dalam bayang-bayang, di bawah mata kekuasaan gelap yang mengendalikan Cincin-Cincin itu. Ya, cepat atau lambat-lambat, kalau dia kuat atau berniat baik pada awalnya, tetapi baik kekuatan maupun niat baik tidak akan bisa bertahan-cepat atau lambat kekuatan gelap itu akan melahapnya."
-Gandalf, hlm. 65
Setelah mendengar betapa berbahaya dan mengerikannya cincin itu serta bahwa musuh mungkin sedang mengincarnya, mereka memustuskan untuk membawa cincin itu jauh ke luar desanya. Akhirnya, Frodo pun pergi meninggalkan Shire yang nyaman bersama ketiga sahabatnya, yakni Merry, Pippin, dan Sam (yang “dihukum” karena ketahuan menguping pembicaraan Gandalf dan Frodo).
Sepanjang perjalanan, keempat hobbit itu tak pernah lepas dikejar bahaya. Berkali-kali pula mereka mendapat bantuan dari orang-orang yang ditemui selama perjalanan, seperti Tom Bombadil dan Strider. Belakangan, diketahui bahwa Strider yang sekilas terlihat mencurigakan ternyata ialah Aragorn.
Setelah mencapai Rivendell, diadakanlah Rapat Besar yang berbuah pada satu keputusan: cincin itu harus dimusnahkan. Satu-satunya cara memusnahkannya ialah dengan melemparkannya ke Gunung Api di Mordor, tempat cincin itu dulu dibuat. Frodo pun mengorbankan dirinya untuk ditunjuk sebagai Pembawa Cincin.
Mengetahui bahwa perjalanan Frodo tidak akan mudah, Dewan menunjuk delapan anggota lainnya sebagai pendamping. Mereka ialah Aragorn dan Boromir (mewakili kaum Manusia), Legolas (mewakili kaum Peri), Gimli (mewakili kaum Kurcaci), dan Sam, Merry, serta Pippin yang mewakili kaum hobbit. Gandalf si Penyihir pun ditunjuk sebagai pemandu Rombongan. Akhirnya, kesembilan anggota ini pun akhirnya disebut sebagai Rombongan Sembilan Pembawa Cincin (Fellowship of the Ring).
Perjalanan Frodo dan kawan-kawannya tidaklah mudah. Bahaya maut mengintai dari segala sudut, seolah enggan sasarannya luput. Berhasilkah mereka menjalankan misi yang akan mengubah sejarah Dunia Tengah ini?
-
Baiklah, saya merasa ketinggalan puluhan tahun sebab baru di awal Oktober 2013 lalulah saya membaca Sembilan Pembawa Cincin untuk pertama kalinya. Namun, sempat tertunda karena saya disibukkan oleh kegiatan praktik industri. Baru saat pertengahan Januari lalu, saya meminjam trilogi buku ini dari Yudi, adik Tofan si pemilik Taman Baca Bulian.
Menyesal rasanya melewatkan buku ini selama bertahun-tahun. Di sisi lain, saya pun merasa senang karena akhirnya bisa bertualang ke Dunia Tengah rekaan Tolkien.
Berikut ialah salah satu kutipan yang paling saya sukai dari buku ini.
“Tanpa ia (Frodo) sadari, penyesalannya bahwa ia tidak pergi bersama Bilbo lambat laun semakin berkembang. Kadang-kadang ia bertanya dalam hati, terutama di musim gugur, tentang negeri-negeri liar, dan pemandangan aneh gunung-gunung yang belum pernah dilihatnya, yang muncul dalam mimpi-mimpinya. Ia mulai berkata pada dirinya sendiri, ‘Mungkin suatu hari nanti aku sendiri akan menyeberangi Sungai.’ Namun bagian pikirannya yang lain selalu menjawab, ‘Belum sekarang.’”
-halaman 60
Eyang Tolkien sepertinya memang bermaksud menohok orang-orang seperti saya dengan kata-kata itu. Selama ini, tidak beda dengan Frodo, saya terlalu asyik menikmati kenyamanan di rumah, di kota tempat tinggal. Padahal, jauh di lubuk hati, saya mendambakan petualangan ke negeri-negeri jauh. Selalu menyusun rencana dan belum pernah rencana itu terwujud hingga sekarang. Ada saja hal yang membuat saya harus menunda impian itu. Hingga tanpa terasa, diri semakin menua.
Apa yang bisa saya kritik dari tulisan Eyang Tolkien? Rasanya tidak ada. Meskipun di bagian prolog saya sempat merasa pening karena saking mendetailnya penjelasan Eyang mengenai asal-usul hobbit. Akhirnya, bagian itu hanya saya baca sekilas. Namun, setelah selesai membaca keseluruhan cerita, saya membaca lagi bagian prolog dan setelahnya barulah saya dapat mencerna isinya dengan lebih baik. Selain itu, banyak dialog yang rasanya panjang sekali, seolah si tokoh tidak bakal berhenti berbicara.
Salah satu hal yang paling saya sukai ialah persahabatan di antara Frodo dan Sam. Sam yang polos dan kerap kali melontarkan komentar lugu, tetapi setia kepada Frodo. “Kita baru saja melemparkan diri ke dalam masalah ruwet, Master Frodo!” begitulah komentar polos Sam ketika dirinya ditunjuk sebagai salah satu anggota Rombongan Pembawa Cincin. Jangan lupa kunjungan-kunjungan mereka ke tempat indah nan magis kediaman para peri, seperti Rivendell dan Lorien, juga membuat saya ingin mengunjunginya.
What can I say? Kisah ini tidak boleh dilewatkan bagi penggemar kisah-kisah fantasi petualangan di mana pun!
The Lord of the Rings: Sembilan Pembawa Cincin
Oleh J.R.R. Tolkien
Diterjemahkan oleh Gita Yuliani K.
Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Cetakan IX, November 2012
Tebal 512 halaman
ISBN 978-979-22-8832-2
Harga Rp55.000,00
Catatan: Terima kasih buat Yudi yang sudah berbaik hati meminjamkan ketiga buku The Lord of the Rings kepada saya. Lalu untuk Ruri, atas pembicaraan seru berminggu-minggu membahas trilogi epik ini.
(Adinda)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H