Mohon tunggu...
wati ibrahim
wati ibrahim Mohon Tunggu... -

Hanya wanita biasa dengan segala ketidak sempurnaan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

“SEPENGGAL BULAN UNGGU”

19 November 2010   06:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:29 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Depok, November 2010.

"Aliran air kali Ciliwung mengiringi kepergian sekeping hati yang luka dan gengaman tangan dari sepasang hati yang tulus dan suci untuk sebuah cinta, yang tak pernah kesampaian dan hanya sepenggal bulan yang mengerti akan alunan nada perih dan pedih dihati dengan campuran air mata dan darah"

“Aku akan terus menunggu walau bulan tinggal setitik embun yang esok pagi menetes dibunga yang akan membasahi kepalamu”
kata-kata itu terus tergiang-giang ditelinga Dini saat terakhir berjumpa dengan Arjuna, saat undangan unggu berlambang DB tertera disudut undangan yang akan disampaikannya, kata-kata itupun terus tergiang-giang ditelinga bercampur dengan air mata dan air bunga mawar yang akan disiramkan di kepalanya pada saat siraman sebelum malam pengantin.

Malam midodareni malam terakhir dia menjadi gadis dimana besok malam orang tuanya akan memberikan kegadisannya pada orang lain, orang yang sama sekali Dini tidak mengenalnya dan perkawinan itu dilaksanakan atas kehendak orang tua mereka dimana hutang piutang bisnis telah melihit kehidupan keluarga mereka.

“Berjuta kenangan bersama Arjuna sejenak terlintas dialam pikirannya, saat dimana pertemuan tanpa sengaja menumbuhkan rasa cinta yang mendalam pada lelaki yang tidak terlalu mapan untuk ukuran keluarganya saat itu, tetapi cinta telah berbenalu dalam dirinya, Dini tidak pernah melihat siapa lelaki yang dicintainya, lelaki pujaan hatinya, lelaki yang disayang yang diharapkan kelak menjadi suami dan ayah untuk ia dan anaknya, dan yang ia tahu dia telah menemukan tambatan hati yang dapat mengerti akan diri dan kehidupannya kelak, dan yang ia tau juga cinta telah mendarah daging dalam tubuh dan dirinya bersama lelaki yang lima tahun lebih tua dari dirinya.

“Aku akan terus menjaga dirimu Din, kuharamkan seekor lalat menempel dalam tubuhmu”

Terbayang kembali kata-kata itu, empat tahun cinta itu telah terjalin dengan kejujuran dan ketulusan bersama lelaki yang disayang, dicintai, dan tidak pernah terlintas dalam pikiran mereka untuk menodai arti sebuah cinta dan tak secuilpun cinta mereka ternoda oleh emosi dan nafsu, hanya kecupan manis dibibir merah, itupun saat ulang tahun yang ia dapatkan dari seorang lelaki Arjuna.
“Seyummu mana Din”
Ibu Citra membuyarkan sejenak lamunan yang baru terlintas dipikiran Dini
Senyum……
mana senyumku,.............
kemana senyumku………..
Arjuna paling suka kalau aku sedang tersenyum atau menertawakana sesuatu yang aku anggap lucu, Arjuna akan mengengam keras tangganku saat aku tertawa atau mencubit dan mengelus pipiku, sebenarnya itu hanya isarat dariku untuk dia agar dapat melakukan lebih jauh, tetapi Arjuna terlalu lugu untuk melakukan hal itu. Ciuman atau pelukan tidak akan dia lakukan karena ia berpikir untuk apa melakukannya saat ini bila kelak ia akan mendapatkan lebih dari semua itu. Itulah yang aku suka dari Arjuna polos dan betapa lugu hidupnya.

Keberuntungan tak mungkin datang lebih awal, yang ada sesal dihati, keberanian tidak pernah singgah dihati Arjuna saat cinta menumpuk dalam dada, saat nafsu bersarang dalam hati yang sekarang telah penuh sesak dengan amarah dan sesal.

Kurang dari satu hari disatu malam saat sebelum pak penghulu akan mengayunkan palu pengesahan dari sebuah keterikatan pertalian kata sah dihadapan Allah, saksi nikah, orang tua, dan handai toulan. Air mata terus mengalir dari pipi ranum seoarang gadis belia dimana kehidupan dan cinta telah membodohi dirinya dan khayalan manis hilang bersamaan dengan air siraman yang menguyur secara perlahan dari kepala sampai ketubuhnya, Dini tidak pernah merasakan kesejukan dan keharuman air bunga yang disiram ketubuhnya, yang ada hanya kesedihan dan penyesalan, mengapa perkawinan ini harus dilaksanakan esok hari, kenapa tidak nanti, dan mengapa bukan pada orang yang aku cintai Arjuna.

Sedih, amarah dan kebencian menjadi satu keberanian menyatu dalam diri Dini, timbul pertanyaan dalam diri akankah Arjuna memiliki kebaranian sama seperti yang ada dalam diriku saat ini, kemana Arjuna, mana janji yang pernah dia dengar yang akan membawanya pergi, mana kejantanan yang pernah dia janjikan pada dirinya saat mereka berkencan.

Akankah janji itu masih ada tersimpan dalam hati Arjuna, semakin ia sering memikirkannya, air mata terus mengalir bercampur dengan air bunga yang terus membasahi tubuhya dimana rasa dingin tidak lagi ia hiraukan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun