Persoalan buruh/ketenagakerjaan menjadi sorotan dua bulan terakhir, itu karena ketidakmanusiawian yang mereka rasaakan. Di tengah wabah Covid-19 yang dirasakan oleh seluruh lapisan masyarkat, sendi perekonomianpun menjadi terganggu. Di sisi lain banyak tenaga kerja yang di PHK kan maupun dirumahkan oleh pihak perusahaan tanpa pesangon. Hal ini menunjukan bahwa keadaan buruh yang hanya selalu menemui lorong gelap, entah berapa jauh keadaan suram ini untuk menemukan sinar terang untuk dapat beranjak dari kegelapan itu. Kesanggupan untuk berani melihat dan menghadapi kenyataan, mengundang buruh untuk tidak tinggal diam-pasif.Â
Dalam perumpamaan biji sesawi, bahwa biji itu tumbuh, setelah sementara melewati masa gelap. Dalam kepercayaan Katolik, pengandaian ini menunjukan di sanalah Tuhan bertindak, melakukan sesuatu untuk tumbuhnya tunas baru. Tentu disertai dengan perjuangan, sambil berharap bahwa situaai akan berubah.Â
Kemungkinan kumpulan biji sesawi masih ada untuk siap bertumbuh, berkembang dan berbuah yang berlimpah. Maka buruh juga harus berani untuk menghidupi tumbuhnya sebuah perubahan. Jangan berharap kebangkitan sebagai mukjijat yang datang dari Tuhan semata namun harus dibarengi dengan perjuangan dan kesetiaan yang berkesinambungan.
Untuk itu, buruh harus bangun, bangkit meneruskan perjuangan, dengan menyatukan semangat bersama buruh-buruh lain agar menjadi hutan besar dan mampu menidurkan raksasa atau Hercules sekalipun yang melibasnya. Dengan demikian terlepas dari belenggu dan mampu hidup layak dan manusiawi.Â
Selamat hari buruh, 1 Mei 2020
Semoga Buruh seluruh Indonesia semakin sukses.
Salam pembahruan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H