Gambar hanya ilustrasi
Penulis adalah pemerhati, bukan politisi atau semacamnya
Oleh Marlin Bato
Jakarta, 20 Maret 2014
Berapa hari terakhir, setelah mendeklarasikan Ir. Joko Widodo sebagai Capres 2014-2019, lewat secarik surat maklumat yang dibacakan oleh Puan Maharani, mantan presiden ke- 5 Megawati Sukarnoputri mulai mengkampanyekan sebuah kalimat: "Krempeng Tapi Banteng". Kalimat tersebut kemudian menjadi slogan, tentu untuk membahasakan sosok Jokowi karena posturnya yang kurus dan kering sebab hampir semua dari kandidat capres, tidak ada yang sekurus Jokowi, bahkan beliau memang tampak krempeng layaknya orang yang kurang gizi.
Tapi siapa sangka, sosok yang krempeng ini justru membuat capres-capres lain kelimpungan mencari celah, membombardir, menaburkan rangkaian-rangkaian bom atom yang siap meledak melalui berbagai isu untuk mereduksi kekuatan-kekuatan Jokowi , bahkan ada pula yang menghina secara terang benderang, ejekan-ejekan pun datang bertubi-tubi dari politisi dan elit-elit partai yang berbeda. Namun Jokowi tetap tak bergeming sekalipun disebut; "Tukang Mebel Dari Solo". Justru hal tersebut menjadi senjata paling mematikan bagi diri mereka sendiri, sebab setiap sindiran, hinaan dan ejekan-ejekan tersebut semakin membuat Jokowi dicintai dan populer dimata rakyat.
Efek Jokowi di pilpres kali ini sangat menggetarkan penghuni nusantara, merobek perhatian dunia atas percapresan sosok krempeng ini. Dollar pun dibuat keok tak berkutik, rupiah kian percaya diri meredam dominasi dollar, pasar bergerak positif pasca deklarasi pencapresan Jokowi, menandakan adanya ekspektasi besar terhadap sosok krempeng tersebut dari kaum spekulan dan pemodal. Ini adalah sebuah fenomena unik dalam sejarah pilpres sebagai langkah maju, demokrasi yang berkembang dinamis dan elegan, jauh berbeda dengan tahun 2009 lalu.
Mengapa si krempeng ini, meski dihina, diejek namun tetap saja dicintai rakyat laksana sang raja adil??? Meski ia terus dihujat laksana bandit oleh lawan-lawan politik, namun rakyat tetap saja memujanya laksana dewa. Lalu apakah ini disebut pengkultusan?? Hanya orang-orang phobia yang merasa hegemoninya terancamlah yang menganggap ini sebaga upaya pengkultusan. Padahal Ia [Jokowi] datang tidak sebagai musuh tapi sebaliknya ia dianggap musuh bersama oleh lawan-lawan politik, Ia tidak datang sebagai dewa tapi sebaliknya dianggap pengkultusan.
Si kurus ini memang benar-benar membuat semua lawan politik terjerat perGALAUan akut, terlebih kepada mereka yang telah membuang modalnya begitu besar hanya sekedar untuk mencitrakan diri sebagai sang penyelamat lewat iklan-iklan pemanis maksud. Megawati memang pantas menstigmakan si krempeng ini sebagai banteng sebab kekuatan karakter banteng krempeng sudah teruji disegala musim dan teruji disegala iklim, dialah si tukang mebel dari Solo.
Dari sisi fisologis dan karakteristik, banteng memang terkenal sangat tangguh, tubuhnya tidak segemuk kerbau, meski kerbau juga pekerja ulung, namun banteng bergerak lebih lincah, lebih aktif dan agresif, lebih menunjukan pejantan yang siap bertarung. Banteng termasuk sosok pendobrak, seluruh dunia adalah panggungnya, ia dapat menaklukan sang matador [penguasa]. Ia mampu merajai segala pertunjukan, dan mampu meredam hegemoni. Hanya satu yang kurang dari banteng, ia tidak mampu menggemukan [memakmurkan] dirinya seperti kerbau sebab kelincahan itulah ciri fisik banteng yang ideal sebagai sang petarung sejati. Salah satu sifat agresif banteng adalah sigap menyerang kedigdayaan sang matador [penguasa] yang melambaikan [mempermainkan] beludru warna merah.