Mohon tunggu...
Marlin Bato
Marlin Bato Mohon Tunggu... karyawan swasta -

"Sesungguhnya Dalam Kesalahan Aku Diperanak - Dalam Dosa aku Dikandung Ibu"\r\n\r\nTaurat------

Selanjutnya

Tutup

Politik

Spanduk: Kebangkitan Pribumi Muslim

20 Oktober 2017   03:09 Diperbarui: 20 Oktober 2017   03:38 1838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.voaindonesia.com

Sudah tiga hari ini saya berusaha memahami isi dari spanduk ini.. Tiga kata dalam satu kalimat dengan bias makna yang mudah diterka kemana alurnya, namun sulit diprediksi kemana berlabuh muaranya.. "Kebangkitan Pribumi Muslim". Kalimat ini artinya sangat jelas. Sebuah pesan penguatan identitas yang dipaksa harus bangkit. Memori pembaca digiring seolah ada sekelompok orang yang mengaku pribumi dan muslim yang mengalami perzoliman. Tetapi belum jelas, dizolimi oleh siapa dan oleh apa..

Hal yang menarik adalah, ketiga kata ini muncul bersamaan dengan pidato gubernur saya yang baru, dengan mengusung tagline yang sama yaitu "Pribumi". Saya pribadi, sejujurnya menghadapi dilema, apakah saya berhak mengklaim sebagai pribumi atau tidak. Pasalnya saya bukan seorang muslim, bukan pula sebagai pemilik asli Jakarta. Saya hanyalah seorang musafir yang secara kebetulan mengadu nasib di ibukota. Tetapi saya diberi hak politik untuk memilih dan dipilih, diberi kartu tanda penduduk oleh negara, sekaligus diwajibkan untuk taat pajak. Bahkan nomor induk wajib pajak (NPWP) pun diberikan sebagai penanda bahwa saya memang taat pajak.

Kembali ke topik...!!
Kalau boleh menduga, spanduk ini adalah langkah awal menunjukan identitas dan jati diri sebagai pesan bahwa kaum pendatang, terlebih non-muslim jangan coba-coba menjajah (kolonialisme) kaum pribumi. Entah dalam bentuk apa saya tidak tahu. Karena selama ini kota jakarta ini sudah sangat heterogen dan sulit membedakan mana emas, mana perak. Itu artinya pesan ini sangat khusus.

Saya curiga, lewat pesan ini, kedepan akan mencuat sejumlah peristiwa-peristiwa menyayat hati, misalnya kasus-kasus intoleransi akan semakin marak, kasus kekerasan-kekerasan atas nama agama akan semakin merajalelah menghiasi jalanan kota Jakarta. Aksi-aksi vandalisme yang pernah terjadi 5-10 tahun yang lalu akan muncul lagi. Seperti peristiwa penyerangan di Monas berapa tahun silam oleh orang-orang yang mengenakan pakaian serba putih.. Kenapa demikian, karena mereka mendapat angin segar dari pemimpin yang mengaku pribumi untuk menguasai jalanan ibu kota hingga tempat-tempat hiburan malam. Karenanya, bukan tidak mungkin, kelak akan terjadi lagi bentuk-bentuk intimidasi dan teror psikis.

Maka, kita yang tidak masuk golongan ini harus pasrah, diam meski merasa tertindas. Faktanya, kita bukan pemilik sah kota ini. Tak ada cara lain, jalan satu-satunya untuk menghindari bentuk-bentuk teror dan intimidasi kedepan adalah hanya dengan cara meminta dan mendesak pak Presiden agar segera memindahkan ibukota ini, kemana saja asal tenteram dan damai bagi kaum pribumi dan pendatang.

Salam pribumi...!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun