[Kisah Aktor Protagonis Hingga Bandit Asal NTT di Senayan]
Â
Jakarta, 31 Desember 2015
Sepanjang tahun 2015 sejumlah peristiwa muncul kepermukaan dan mengejutkan publik tanah air. Beberapa nama asal NTT tersangkut berbagai kasus. Mulai dari kasus pembunuhan Angeline yang menyeret Agustay, kasus papa minta saham Setya Novanto, kasus Pelindo II Richard Joost Lino hingga yang teranyar Herman Herry dengan kasus razia miras dipenghujung tahun.
Hal ini membuat khalayak membuka mata lebar-lebar. Ramai perbincangan nitizen di linimasa berdecak sambil bertanya-tanya; Ada apa dengan NTT..??!! Sarang mafiakah..?? Sarang pembunuhkah?? Sarang koruptorkah?? Atau inikah yang menyebabkan NTT selalu miskin dan terbelakang??!! Semua hal buruk pasti tentang NTT..!! Bahkan ada komentar-komentar bernada minor tentang NTT di beberapa jejaring. Publik seakan menjudge bahwa orang-orang yang berasal dari NTT, sebuah deretan pulau Sunda kecil di Selatan Indonesia kerap menjadi peletup kegaduhan-kegaduhan di tanah air dengan peristiwa-peristiwa yang rumit. Miris..!! Apa mau dikata, realitasnya sudah sedemikian rupa.
Namun apakah realitas demikian membuat orang-orang tersebut diatas jerah?? Ternyata tidak semuda yang dibayangkan.. Mereka justru mencari pembenaran sendiri dengan wajah sumringah. Membuat diri seolah tak bersalah. Menjelma seperti bunglon, dari pelaku menjadi korban yang terzolimi. Menyandang predikat sebagai orang-orang NTT memang sangat berat di tahun 2015 ini. Gambaran diri sangat perlu dijaga dengan hati-hati karena kehidupan penuh sorotan acapkali membuat insan NTT melakukan hal yang tidak terpuji.
Akan tetapi dari sekian kasus diatas, publik masih menambatkan harapan. Harapan akan perubahan di awal tahun 2016 setelah munculnya sosok penegak hukum yang memberi warna positif. Dia seorang polisi yang bertugas di Polda NTT. Ia berbeda dari polisi pada umumnya. Biasanya ia menumpas segala kejahatan yang mengganggu ketertiban warga, dan juga membasmi barang-barang ilegal seperti miras maupun obat-obatan terlarang yang beredar masif di masyarakat. Sebagian masyarakat mengenalnya sebagai sosok yang jujur dan bersih. Dialah Ajun Komisaris Besar Polisi Albert Neno, seorang Perwira di lingkungan Direktorat Reserse Narkoba Pola Nusa Tenggara (NTT). Ia kerap bermimpi tentang negeri yang adil, makmur dan setara.
Namun kiprahnya sebagai penegak hukum tersandung oleh seorang anggota DPR RI yang berperilaku bak Pancho Villa seorang bandit asal Mexico yang memimpin atas nama rakyat. Dialah Herman Herry wakil rakyat dari Daerah Pemilihan 2 NTT. Prahara antara keduanya bermula dari operasi Pekat (Penyakit Masyarakat) yang dilancarkan Albert Neno beberapa waktu lalu. Seluruh jenis minuman keras (miras) yang beredar di Kupang dibasmi. Rupanya operasi ini mengusik kerajaan bisnis sang bandit. Namun ada perbedaan mendasar antara Pancho Villa dan sosok wakil rakyat yang satu ini. Dalam catatan kriminal Pancho Villa, meski berangkat dari seorang penyamun, dia sangat dermawan kepada kaum tertindas. Dia membawah perubahan untuk rakyat Mexico. Dia merampok orang kaya untuk memberikan kepada kaum miskin. Tetapi sebaliknya justru hal itu tidak terjadi pada masyarakat NTT.
Herman Herry justru berang ketika bisnis mirasnya diusik. Dengan sikap yang arogan sang bandit marah, mencak-mencak dan mengeluarkan kata-kata kotor disertai nada ancaman melalui nomor ponsel 0811198002: "Kau mony*t, kau bangs*t, kenapa mau tutup usaha saya..??!! Kalau kamu hebat, kamu jantan, kamu jago, ketemu saya di hotel saya, bawa senjata. Kau ketemu saya, saya habiskan kau malam ini..!! Saya laporkan dirimu mony*t, saya akan lapor ke kapolri biar nanti kamu dicopot".
Perilaku bandit ini tentu saja makin mencoreng wajah NTT. Makin berlumur nokta hitam. Kisah bandit yang satu ini memang piawai merajai bisnis sekaligus merajai aspek hukum tanah air, terlebih bidang yang digelutinya bersentuhan langsung dengan komisi hukum. Di satu sisi dia bertindak sebagai penata hukum. Namun di sisi yang berbeda dia bertindak sebagai penata bisnis yang handal, menghalalkan segala cara. Sama persis seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Berbagai spekulasi pun muncul seketika.
Polemiknya dengan Albert Neno hanyalah serpihan letupan gunung es berujung pembongkaran cara-cara licik pengamanan aset bisnis ilegal yang selama ini sulit diretas, bahkan oleh KPK sekalipun. Barangkali selama ini Kejaksaan NTT dan Kepolisian pun kerap dibuat mandul. Kali ini, Albert Neno mencoba menerobos barikade dinding senayan yang dibangun atas nama kuasa. Apakah tindakan nekat Albert Neno menutup kaleidoskop NTT 2015 dengan sebuah kesuksesan meruntuhkan arogansi Senayan??!! Entalah.. [NTT] Nanti Tuhan Tolong..!!
Maka demikian, analisa liar pun muncul dalam benak. Benarkah HH bertindak sendirian dalam pengamanan aset-aset bisnis di NTT?? Dalam analogi sederhana seorang awam, tentu saja sangat tidak mungkin. Pasti ada gerombolan 'hidden hand' yang menggerakan dengan cara yang berbeda. Yang namanya gerombolan pasti saling membantu dalam senyap. Ibarat tangan kanan memberi, tangan kiri merampok dan tangan-tangan yang lain menguras. Lalu tangan yang lain lagi mengendalikan dengan cara kerja yang sistemik melalui aspek hukum agar tidak tersentuh. Maka jatulah rakyat dalam jurang kemiskinan yang makin dalam, semakin dalam, dan terdalam hingga tak ada gairah untuk bangkit lagi.Â
0811198002