Provinsi DKI Jakarta gagal menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2015. Untuk menghindari kevakuman APBD, maka dipakai APBD tahun lalu, 2014, sebagaimana diatur dalam undang-undang. Memang ironis, DKI Jakarta sebagai barometer dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Indonesia, juga mengalami kejadian yang cukup memalukan dan memilukan. Lantas, siapa yang salah dalam hal ini ?
Kegagalan DKI Jakarta menetapkan APBD TA 2015 disebabkan tak tercapai kesepakatan antara Gubernur Ahok dengan DPRD DKI Jakarta dalam penetapan APBD menjadi produk hukum yang disebut Peraturan Daerah. Hal ini disebabkan oleh adanya sejumlah CACAT pada  perilaku Gubernur Ahok.
1. CACAT PROSEDUR. Gubernur dan birokrat Pemprov DKI Jakarta dapat dikatakan sepihak karena mengirimkan RAPBD yang tidak dibahas bersama DPRD ke Kementerian Dalam Negeri untuk dievaluasi. Ini jelas melanggar ketentuan undang-undang. Gubernur Ahok berdalih bahwa ia mengirimkan RAPBD siluman tersebut karena RAPBD yang dibahas bersama DPRD terdapat anggaran siluman sebesar 12trilyun lebih, dan langsung menuding DPRD berniat melakukan korupsi.
2. CACAT YURIDIS (Hukum). Akibat RAPBD yang disampaikan ke Kemendagri tidak sesuai dengan ketentuan UU, maka tindakan Gubernur Ahok jelas Cacat Yuridis.
3. RAPBD buatan Gubernur Ahok yang dikirim Kemendagri ternyata terdapat item pembiayaan yang dinilai tidak masuk akal. Karena itu Kemendagri melakukan pemangkasan dan rasionalisasi yang besar-besaran. Tampaknya, Gubernur Ahok mencoba menelikung DPRD dengan melibatkan Kemendagri dan tentu juga Presiden DPRD DKI Jakarta. Hal ini mengindikasikan adanya CACAT KEJUJURAN.
4. Sikapnya yang terus ngotot agar RAPBD buatannya sendiri yang sempat dikoreksi oleh Kemendagri ditetapkan menjadi Perda APBD TA 2015 oleh DPRD, jelas menjebak Kemendagri dan Presiden dalam pusaran permasalahan dengan membenturkan Pemerintah Pusat dengan DPRD. Sebab, kendati RAPBD versi Ahok sudah sempat dikoreksi oleh Kemendagri, namun bahan bakunya illegal. Hal ini dapat digugat oleh masyarakat. Adanya adu domba terselubung ini mengindikasikan adanya CACAT MORAL.
5. Sikap Gubernur Ahok yang terus membabi buta memaksakan kehendaknya, mengabaikan prinsip musyawarah dan mufakat sebagaimana terkandung dalam Pancasila, mengindikasikan adanya CACAT IDEOLOGIS.
6. Perilakunya terus menerus menuding orang lain, dan merasa dirinya paling benar mengindikasikan adanya CACAT KEIMANAN (Teologis).
7. Kegemarannya menggunakan terminology jamban mengindikasikan adanya CACAT dalam aspek KESOPANAN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H