Mohon tunggu...
AMARTA JAYA
AMARTA JAYA Mohon Tunggu... -

AMARTA JAYA senantisa bersikap kritis terhadap apa saja demi kebaikan bersama

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Curahan Hati Pengendara Motor di Jakarta

21 Januari 2015   02:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:42 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

CURAHAN HATI PENGENDARA MOTOR DI JAKARTA

Yang terhormat Bapak Gubernur DKI Jakarta serta Ibu dan Bapak yang juga mulia terhormat lainnya terutama Pemilik dan Pengendara Kendaraan (minimal) 4 Roda

Salam Roda Dua

Pertama-tama kami ucapkan selamat menikmati kelapangan jalan-jalan di Ibukota Jakarta, setelah Bapak Gubernur menyingkirkan kami Pengendara Dua Roda dari sengkarut lalulintas di Ibukota tercinta. Ini memang kontras dengan saat kampanye Pemilu, Pilkada dan Pilpres, ketika pengendara roda dua diajak bahkan didorong masuk ke tengah kota membawa bendera dan menyerukan slogan untuk mengantarkan Bapak dan Ibu duduk di kursi jabatan yang mulia terhormat.

Karena itu, sungguh mati, kami tak menduga jika bapak dan ibu yang mulia terhormat kemudian menjadikan kendaraan roda dua identik dengan Topeng Monyet yang mesti disingkirkan dari Ibukota. Konon karena kendaraan roda dua menjadi biang kebrengsekan lalu lintas di Ibukota Jakarta.

Bapak dan Ibu yang mulia.

Ya…. Memang kami brengsek, Sebab di ibukota dan di berbagai pelosoknegeri ini, yang dianggap brengsek selalu adalah wong cilik yang tak mampu bersikap santun kepadaelite dan cukong yang patut diberi ruang leluasa berbuat apa saja.

Memang, sekali lagi memang ! Kami ini brengsek, karena perilaku kami di jalan raya sering tidak sopan terhadap Bapak dan Ibu Yang Mulia. Namun,“sumpe”, kami tidak punya maksudsedikit pun ‘mengganggu’ kenyamanan anda, wahai para penguasa. Jika kami suka main serobot ke kiri dan kekanan, itu hanya karena merasa kepanasan. Maklum di bawah terik matahari kami mesti tetap pakai jaket, helm, sarung tangan, masker, baik di malam gelap maupun di siang bolong.

Memang, hanya kami yang merasakan kepengapan Ibukota. Bukan Bapak dan Ibu yang dalam perjalananan pun dimanjakan oleh hembusan AC yang keluar dari kisi kisi dashboard mobil anda. Sedangkan kami hanya mengandalkan kisi kisi ujung jaket, ataupun bagian bawah helm, he he he.

Memang, di mata anda kami brengsek. Karena saat jalanan macet kerap mendaki trotoar, atau mengambil jalur kanan yang berlawanan arah. Tapi itu bukan karena kami sok jago. Melainkan kami hanya mencari alternatif jalur, sebab seluruh badan jalan tertutup oleh MPV ataupun SUV yang bapak ibu naiki. Terus terang kami sering tidak kuat berlama-lama menunggu dibelakang knalpot anda, yang belumpasti bebas emisi ( Sori, baru dugaan ya). Begitu juga kami takut di PHK, hanya karena telat masuk kerja. Memang, kami beda dengan anda yang sebagiantidak perlu mengisi daftar hadirdi tempat kerja.

Bapak Gubernur dan bapak ibu lainnya yang mulia terhormat. Sebagian besar dari kami memang takut, takut telat tiba di tempat kerja sebab keterlambatan tiba di tempat kerja, sama halnya dengan berkurangnyabelanja rumah tangga kami yang besarannya sangat mepet. Paling tidak keterlambatan membuat kami kehilangan uang transport, hiks!!

Belum lagi jika datang telat, kami sering malu melewati resepsionis nan cantik yang kerap menutup hidung kecil mereka, karena tak tahan mencium aroma knalpot dan ‘bau matahari’ dari jaket lusuh kami. Walau deodorant 5 ribuan telah kami semprot, tentu tidak sebanding dengan parfum mobil anda yang 50 ribuan plus sejuknya AC mobil anda.

Bapak Gubernur dan Ibu – Bapak berkendaraan roda (minimal) empat.

Kami sadar kok, bahwa kami memang suka keterlaluan. Tapi kami juga tidak pernah pernah memprotes roda empat. Kami cukup tahu diri kok. Di Jakarta yang kian materialis dan egois ini, dengan pajak yang super murah kami bayar tentu kami mesti rela mengalah bila berbicara tentang parkir. Dan memang, kamisudah cukup puas dengan areal 150 x 50 cm sebagai tempat parkir kami. Tentu berbeda dengan areal parkir bapak-ibu. Memang sih,tarif parkirnya aja beda.

Memang, memang kami tidak cukup modal untuk protes, dank arena itu kami juga tidak pernah protesterhadap roda empat yang selalu dianak emaskan pemerintah. Pada hal Jalan tol yang dibangun dengan biaya trilyunan rupiah dan menjadi kawasan terlarang bagi kami justri berada di atas lahan gusuran tanah dan rumah kami.

Memang, Kami harus putar otak mencari tempat tinggal bagi anak dan keluarga, hanya demi bapak-ibu bisa cepat sampai ke tempat piknik seperti Ancol dan lain-lain.

Bapak – Ibu, bicara soal piknik, pasti bapak dan ibu sering melihat kami berboncengan 3 atau 4 dengan putra putri kami pergi ke Kebun Bintang Ragunan, TMII, Dufan dan lain-lain. Tapi kami tidak yakin, bapak dan ibu juga melihat kami, memijit tangan, kaki dan bahu mereka yang kecil ditempat parkir. Sebab untuk bisa sampai ke tempat itu cara duduk anak-anak kami sedikit berakrobat di atas motor kami. Tentu berbeda dengan lucunya putra-putri anda yang asyik bermain game di dalam mobil, atau tidur pulas di jok belakang.

Kami juga tidak keki kok, dengan senyum kecil bapak-ibu, bila melihat kami panik saat hujan turun. Dimana kami harus buru-buru, loncat dari motor, buka jok motor, copot sepatu, dan mengenakan jas hujan. Terkadang kami membayangkan, bila kami ada di posisi anda. Mau gerimis kek, mau hujan gede kek, bodo’ amat, cukup putar tuas kecil disamping stir, maka wiper kaca akan bekerja lembut membersihkan air di kaca depan & belakang. Aaaah enaknyaa di mobil.

Kami juga tidak protes kok, bila mungkin bapak-ibu yang terbiasa menginstruksikan lembur kepada kami. kami cukup mengerti bila anda tidak pernah membayangkan, betapa dinginnya pulang kerja di malam hari dengan motor. Kami cuma berharap, bahwa petuah orang tua, yang mengatakan, kalo kena angin malam bisa kena paru-paru basah, adalah isapan jempol semata. Amit-amiiiit.

Bapak dan Ibu Pemilik dan Pengendara Roda (minimal) empat. Kami juga tidak protes kok, bila jari jemari anda menjentikkan abu rokoknya lewat jendela, sehingga mengenai jaket kami. Ataupun celana kami harus ‘menerima’ sampah, yang anda buang lewat jendela. Mungkin kami dengan jaket hitamnya, tampak seperti tong sampah kali yeee. Hi hi hi

Mohon maaf juga bila, kami harus terlihat melotot di depan anda. Hmm sungguh, itu tidak sengaja kok, . Sebab selama naik motor, mata kami harus dipicingkan agar tidak kena debu. Naaah begitu berhenti, secara reflex mata kami terbuka lebar, seperti melotot, he he he Maaf ya pak-bu.

Peace !!! Memang siiih, kami sering bikin masalah di jalan raya. Tapi setidaknya, kaum kami belum pernah punya kesempatan bikin masalah buat negara ini. Seperti menciptakan rekening gendut. (Jadi gak enak nerusinnya)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun