Mohon tunggu...
Wati Sulastri
Wati Sulastri Mohon Tunggu... Lainnya - student of life

Antusias menjelajahi isu sosial sambil membaca dan memahami fenomena di sekitar dengan seksama

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Si Rama-rama

8 Januari 2025   16:00 Diperbarui: 11 Januari 2025   12:09 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Si Rama-rama (Sumber: Generated by Ai)

Si Rama-rama

Ada yang ingin kutanyakan
Tentang mengapa kau hilang dalam kenyataan.
Rindu akan kasih yang tak pernah ada,
Dalam ruang kosong, aku mencari, tanpa jawab di antara kita.

Oh si rama-rama cantik, rapuh dan bingung
Sejak kecil ku lihat dunia tanpa pelindung
Di antara bayang-bayang, ku berjuang seorang diri.
Dalam kerumunan, sejuta suara menghampiri,
Namun terasa sepi, tiada yang berarti.

Dalam mimpi yang terlihat kelam
Kubertanya padamu dengan geram
terbuat dari apakah hatimu?
Menjerumuskanku dalam kehidupan semu


Mengapa kau berani pergi, meninggalkan rasa yang dalam?
Apakah bagimu aku hanya seonggok daging?
Yang tak lebih seperti hewan
Tak berarti, hingga berani berpaling?


Hati ini rapuh, terasing tanpa kasih, tertinggal
Mata ini menatap diri, benci tak ayal.
Mengapa.
Dan mengapa?

Kau cabik hati mungilku,
Hingga tak mampu membesar.
Rusak; hingga tak bisa kugunakan
Tergores dalam kesunyian, bertahan tanpa pelukan.
Apa yang kau rasakan saat melangkah pergi,
Sementara aku terjebak dalam kerinduan yang tak terperi.

Ku terjatuh dalam kesulitan,
Tak ada tangan yang mengangkatku terbang
Menghadapi badai, sendiri dalam perjalanan,
Mencari pelindung dalam gelap yang menenggelamkan.

Kini ku berjalan, meski sakit menemani,
Setiap langkah adalah pelajaran.
Di antara kesunyian, ku temukan kekuatan,
Tanpa jeritan, ku bangkit, menjelajahi kehidupan.

Puisi ini menggambarkan perasaan kerentanan dan kesepian seorang individu, disimbolkan dengan sosok si rama-rama yang cantik namun rapuh. Dalam perjalanan hidupnya, ia merasakan perjuangan yang dialami seorang diri di tengah riuhnya suara dan kerumunan, yang justru meningkatkan rasa sepinya. Kenangan masa kecil dan ketidakmampuan untuk merasa terlindungi memicu refleksi mendalam tentang arti kasih dan perhatian.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun