Radiologi Pencitraan di Universitas Airlangga, saya merasa perlu untuk membahas salah satu isu yang semakin hangat dibicarakan di dunia medis saat ini yaitu peran kecerdasan buatan (AI) dalam sektor radiologi. Banyak yang berpendapat bahwa AI akan mengambil alih banyak pekerjaan manusia, termasuk peran radiografer. Namun, saya berpendapat bahwa AI tidak akan pernah bisa sepenuhnya menggantikan peran vital seorang radiografer di dunia medis. Â
Sebagai mahasiswa D4 TeknologiSalah satu argumen yang mendukung pandangan saya ini adalah bahwa meskipun AI memiliki kemampuan untuk menganalisis dan menginterpretasi gambar medis dengan cepat dan akurat, teknologi ini masih bergantung pada manusia untuk konteks dan pemahaman yang lebih dalam. Misalnya, dalam studi terbaru yang diterbitkan di Radiology, AI dapat mencapai tingkat akurasi yang tinggi dalam mendeteksi kanker payudara dari mammogram, namun hasil tersebut masih perlu dievaluasi oleh radiografer berpengalaman. Radiografer tidak hanya mengandalkan algoritma, tetapi juga pengalaman klinis dan pemahaman tentang riwayat medis pasien yang tidak dapat ditangkap oleh mesin.
Selain itu, peran radiografer tidak hanya terbatas pada pengambilan dan analisis gambar. Mereka juga berfungsi sebagai penghubung antara pasien dan teknologi. Interaksi ini sangat penting dalam menciptakan pengalaman pasien yang positif dan mengurangi kecemasan yang mungkin mereka rasakan. Salah satu aspek penting dari peran ini adalah komunikasi terapeutik. Radiografer harus mampu menjelaskan prosedur dengan cara yang dapat dipahami pasien, menjawab pertanyaan yang mungkin muncul, dan memberikan dukungan emosional.
Keterampilan komunikasi ini membantu meredakan kekhawatiran pasien dan memberikan rasa aman, yang tidak dapat dilakukan oleh AI. Penelitian menunjukkan bahwa komunikasi efektif antara radiografer dan pasien berhubungan langsung dengan kepuasan pasien, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.Â
Komunikasi terapeutik juga berperan dalam membangun kepercayaan antara pasien dan tenaga medis. Ketika pasien merasa didengar dan dipahami, mereka cenderung lebih kooperatif selama proses pemeriksaan. Hal ini akan berdampak positif terhadap hasil diagnostik dan pengalaman keseluruhan pasien. AI, meskipun dapat memberikan informasi dan rekomendasi, tidak memiliki kemampuan untuk membangun hubungan interpersonal yang kuat dan empati yang dibutuhkan dalam konteks medis.
Di samping itu, adanya kolaborasi antara AI dan radiografer dapat menghasilkan hasil yang lebih baik. Teknologi dapat digunakan sebagai alat bantu untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi diagnosis, sementara radiografer tetap memegang peran sentral dalam proses pengambilan keputusan klinis. Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa kehadiran AI tidak mengancam keberadaan radiografer, melainkan membuka peluang baru untuk kolaborasi yang lebih erat dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Dengan mempertimbangkan aspek-aspek ini, jelas bahwa peran radiografer tetap sangat penting dan tidak dapat digantikan oleh AI. Di masa depan, sinergi antara manusia dan teknologi akan menjadi kunci dalam mencapai hasil medis yang optimal, dengan komunikasi terapeutik sebagai salah satu pilar utama dalam pelayanan kesehatan yang efektif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H