Kurikulum merupakan suatu rencana pembelajaran yang dibuat oleh pemerintah untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Sejak kemerdekaan, kurikulum Indonesia telah mengalami  perubahan  dari Kurikulum 1947,  1952,  1968,  1975,  1984,  1994,  2004,  2006, 2013 dan menjadi Kurikulum Merdeka yang dicanangkan  Presiden Joko Widodo pada tahun 2020.Â
Kurikulum mengalami banyak sekali perubahan hingga menjadi Kurikulum Merdeka. kurikulum merdeka mendasarakan pembelajaran pada kebebasan, kreativitas, dan otonomi siswa. Tujuan kurikulum ini adalah menghasilkan lulusan yang siap menghadapi tantangan generasi globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi.
Kurikulum  juga memperhatikan keberagaman potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa sehingga  dapat belajar sesuai minat dan bakatnya. Namun keunikan kurikulum tersebut masih menghadapi berbagai tantangan dalam penerapannya, terutama terkait  sarana dan prasarana pendidikan. Sarana dan prasarana pendidikan meliputi seluruh sarana dan prasarana yang menunjang proses pembelajaran, seperti: Contoh: gedung sekolah, ruang kelas, meja dan kursi, papan tulis, buku, bahan ajar, laboratorium, perpustakaan, komputer, internet, dan lain-lain.
Beberapa permasalahan sarana dan prasarana pendidikan yang dihadapi oleh kurikulum mandiri antara lain:
- Ketimpangan sarana dan prasarana pendidikan antara  perkotaan dan perdesaan, antara  Jawa dan luar Jawa, antara sekolah negeri dan swasta, serta antara sekolah unggulan dan non favorit. Hal ini menyebabkan disparitas kualitas pendidikan dan kesempatan belajar bagi peserta didik.
- Keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan untuk memenuhi kebutuhan dan potensi peserta didik, khususnya di bidang seni, olah raga, dan keterampilan. Hal ini menghambat perkembangan bakat dan minat siswa serta menurunkan motivasi dan kenikmatan belajar.Â
- Kurangnya sarana dan prasarana pendidikan untuk menunjang pemanfaatan teknologi, informasi dan komunikasi dalam pembelajaran, antara lain: lab, komputer, jaringan, proyektor, dll. Akibatnya, siswa kurang memiliki akses terhadap beragam sumber belajar terkait teknologi globalisasi dan  kurang mampu beradaptasi terhadap perubahan zaman.
Untuk mengatasi masalah kelembagaan dan infrastruktur ketika menerapkan kurikulum Anda sendiri, Anda dapat menerapkan solusi berikut:
- Meningkatkan alokasi dan distribusi anggaran pendidikan antara pemerintah pusat, daerah, dan sekolah agar dapat digunakan secara efektif dan efisien untuk meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan, khususnya di daerah terpencil dan berkembang.Â
- Kerjasama antara pemerintah nasional dan internasional, sektor swasta, masyarakat lokal dan lembaga donor untuk memberikan bantuan dan dukungan dalam bentuk dana, barang dan jasa untuk meningkatkan dan memperluas sarana dan prasarana pendidikan.Â
- Meningkatkan kapasitas dan kemampuan guru dalam mengelola dan memanfaatkan sarana dan prasarana pendidikan yang ada serta mengembangkan sumber belajar yang kreatif dan inovatif yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi peserta didik. · Mendorong peran serta dan keterlibatan peserta didik, keluarga, dan lingkungan dalam pengelolaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan serta memberikan masukan dan saran untuk perbaikan dan pengembangan.
Ini adalah artikel populer yang saya tulis tentang masalah infrastruktur ketika menerapkan kurikulum teknologi globalisasi. Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan Anda. Jika Anda memiliki pertanyaan, saran, atau kritik, silakan tulis di kolom komentar di bawah. Terimakasih telah membaca artikel ini 😊🙌
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H