Mohon tunggu...
Fattoni Nugraha
Fattoni Nugraha Mohon Tunggu... Freelancer - Faster, harder, and louder

Hallo, nama saya Tonny. Saya lulusan dari jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan bagi Pribumi pada Masa Kolonial Belanda

22 Juni 2021   12:49 Diperbarui: 22 Juni 2021   13:00 5341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: boombastis.com

Menurut M.C. Ricklefs dalam buku Sejarah Indonesia Modern, pembaharuan sekolah-sekolah kelas satu dan pengembangan-pengembangan pendidikan selanjutnya sama sekali tidak ada kaitannya dengan masyarakat pribumi golongan bawah yang telah terlanjur bersekolah di sekolah kelas dua. Dari pernyataan Ricklefs tadi terlihat jelas bahwa, tujuan dari Belanda dalam memberikan pendidikan untuk masyarakat pribumi adalah untuk mengurangi pengeluaran dalam bidang penggajian para pegawainya. Seperti yang telah saya tuliskan tadi bahwa, gaji seorang sarjana Belanda lebih mahal ketimbang gaji sarjana pribumi. Ricklefs menambahkan bahwa, pada tahun 1918 Belanda menghabiskan kira-kira 417 juta gulden dalam setahun untuk biaya oprasional sekolah kelas dua di Indonesia. Hal ini sangat lah jelas bahwa, lulusan-lulusan sekolah kelas dua akan menjadi sapi perah Belanda atau dengan kata lain siswa yang telah lulus dari sekolah kelas dua akan langsung dipekerjakan oleh Belanda sebagai mandor-mandor diperkebunan milik Belanda dan di upah dengan rendah seperti yang telah dituliskan diawal tadi.

Sekolah kelas dua pada akhirnya mendapat banyak kritikan dari para petinggi-petinggi pemerintahan Belanda di Indonesia, menurut para petinggi-petinggi Belanda lulusan dari sekolah kelas dua yang memiliki potensi berhak melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Pada akhirnya K.F. Creutzberg yang merupakan direktur pendidikan dan agama, mengirim surat kepada Gubernur Jendral van Limburg Stirum untuk membangun sekolah peralihan yang digunakan untuk menampung siswa-siswa kelas dua yang memiliki potensi untuk melanjutkan sekolah di MULO atau Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (setara dengan Sekolah Menengah Pertama).

Pemerintah Belanda dengan sengaja membatasi masyarakat pribumi yang ingin bersekolah, kebijakan ini dilakukan Belanda karena, Belanda takut akan kehilangan wilayah jajahannya. Menurt Antonio Gramsci, sifat ekonomi kapitalisme yang berkembang akan selalu diikuti dengan struktur-struktur yang memperkuat sistem tersebut seperti, struktur sosial, politik, hukum, dan kepolisian. Struktur pemerintahan atau negara adalah kekuatan mengekang dan pelayanan bagi kelas yang dominan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun