Abu Hayyan dalam al-Bahrul Muhith menjelaskan bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas tentang cara menjelaskan lafadz al-Qur’an, maksud, hukum dan makna yang terkandung di dalamnya. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, kontemporer adalah pada masa kini atau dewasa ini. Tafsir kontemporer muncul dengan istilah pembaharuan  dan mulai populer oleh beberapa ulama yang menginginkan Islam sebagai agama yang sudah ada sejak 14 abad silam agar Al-Qur’an tidak jalan ditempat sedangkan Al-Qur’an sebagai kitab yang sempurna dan komplit yang sekaligus dapat menjawab segala permasalahan klasik maupun modern.
A. Metode penafsiran Al-Qur’an kontemporer secata kontekstual
    Metode ini dimaksudkan dengan cara menyesuaikan ayat-ayat Al-Quran dengan keadaan yang terjadi pada zaman sekarang yaitu dengan meneliti akar kata sebagimana metode-metode tafsir klasik. Penafsiran ini diawali dengan menganalisis akar kata yang dibahas, morfologi kata tafsirnya, nahwu shorof, keparalelan teks (kesamaan makna dengan ayat al-qur’an yang lain) dan penerapan ayat dengan melihat kondisi masyaakat dari segala aspek.
B. Metode Penafsiran Al-Qur’an Kontemporer secara Hermeneutika
Hermeneutika merupakan penafsiran untuk menjelaskan teks beserta ciri-cirinya baik secara objektif maupn subjektif. Pemahaman hermeneutika dalam al-Quran menurut Abu Zaid yaitu dalam teks al-quran selalu bersifat netral dan dapat ditafsirkan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan kebenaran. Ini berarti teks-teks kegamaan yang bersifat primer dan sekunder (Al-Quran dan Sunnah) bebas ditafsirkan agar ditemukan sebuah kebenaran yang otentik. Yang terpenting dalam menafsirkan teks-teks keagamaan dengan melibatkan aspek historis dan konteks itu sendiri.
- Penafsiran Hijab menurut Quraiys Shihab dan metode penafsirannya
- Metode penafsiran yang digunakan quraisy shihab
Dalam mengkaji tentang jilbab, Quraish Shibah menggunakan penafsiran yang diberi nama Tafsir Al-Misbah. Tafsir Al-Misbah adalah tafsir yang disusun secara lengkap berisi 15 jilid dan mengandung tafsiran ayat-ayat Al-Qur’an dari juz 1 hingga juz 30. Penyusunan tafsiran nya pun menggunakan metode tahlili dan metode maudlu’i. Pada penafsiran ini Quraish Sihab menekankan pada aspek kebahasaan dan aspek sosial masyarakat. Yang terdapat pada Q.S An-Nuur ayat 31  dan Q.S Al-Ahzab ayat 59.
- Landasan pemikiran Quraiys Shihab
- Illah  al hukm
       Metode ini digunakan oleh Quraiys Shihab dalam membaca ayat surat al-ahzab (33):59, yang memerintahkan wanita untuk mengulurkan jilbabnya yang bertujuan untuk membedakan wanita yang merdeka pada waktu itu. Dalam zaman modern  dimana perbudakan tidak ada lagi, dan perkembangan menjadi sangat modern dan berubah menjadi pakaian yang sangat terhormat dan tidak mengganggu serta menjadi budaya dimasyarakat tanpa mengurangi kehormatan seorang wanita. Sehingga berpakaian nasional dengan  menampakkan rambut bagi wanita dapat dibenarkan. Hal ini disebabkan karena ketiadaan illah hukum yang dapat menetapkan kebatalan diterapkannya suatu hukum.
- Ihtisan bil urf
      Metode ini digunakan M. Quraish Shihab untuk memperkuat pendapatnya ialah ihtisan bi urf yang mana  urf yang digunakan sebagai landasan tidak bertentangan atau melampaui prinsi-prinsip hukum islam. Quraish Shihab berpendapat bahwa  jilbab merupakan ajaran budaya (Arab), bukan ajaran syariat islam. Menurut Quraisy Syihab dengan mengutip perkataan dari Thahir bi Asyur, “Bahwa adat kebiasaan suatu kaum tidak boleh dalam kedudukan sebagai adat, untuk dipaksakan terhadapa kaum lain atas nama agama, bahkan tidak dapat dipaksakan pula untuk kaum itu.
Sumber Rujukan
Tafsir Kontemporer sebagai Metode Pembaharuan Pemikiran Politik Islam, Jurnal Resolusi Vol.1, No.1, Juni 2018.
Hermanto agus, Peran Illat Dalam Ijtihad Hukum Islam, hal. 92-93