Jengah benar saya dengan kisruh Pilpres 2014. Kedua-dua pihak –jika tidak mau dikatakan semua pihak- saya menilai tak mau bersabar mengikuti proses sesuai prosedur hukum yang berlaku di Indonesia. Saat ini, ya menunggu proses di Mahkamah Konstitusi (MK). Ada pihak yang menilai sikap capres nomor urut 1 menuntut ke MK sebagai sikap pecundang dan tak mau menerima kekalahan. Padahal biasa saja, itu kan memang prosedur hukumnya. Tidak ada yang dilanggar. Di pilpres-pilpres lalu pun tuntutan ke MK dilayangkan, biasa saja.
Sikap tak sabar meladeni proses hukum nampaknya menjadi tren saat ini. Trial by Socmed pun jadi tren. Banyak orang berusaha mengarahkan persepsi bahwa yang dilakukan satu pihak adalah salah dan tidak tahu diri.
Di sisi sebaliknya juga sama. Seolah sudah haqqul yakin pihak lawan melakukan kelicikan yang terstruktur dan massive. Yang benar adalah dirinya sendiri. Di luar dirinya dan kelompoknya tidak benar semua. Tendensinya, yang awalnya begitu demokratis jadi Nampak anti demokrasi dan anti perbedaan. Semua egois. Gak tahu malu.
Menekan lembaga negara
Saking kebabalasannya, kini ada beberapa pihak (kemungkinan oknum) malah berani menekan lembaga agar melakukan sesuatu sesuai keinginannya. Teranyar, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tak lepas dari tekanan oknum-oknum yang tak bertanggung jawab. Hal itu diakui Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie. Baca: http://politik.news.viva.co.id/news/read/528334-jimly-sebut-ada-intervensi-pihak-luar-atas-putusan-dkpp.
Mantan Ketua MK itu mengaku ada pihak-pihak dari luar yang meminta agar pembacaan putusan terkait kode etik penyelenggara Pilpres 2014 didahulukan dari putusan sengketa Pilpres 2014 di MK. Dia mengetahui maksud dan tujuan pihak-pihak itu. Namun, kesepakatan bersama internal DKPP adalah tidak memenuhi permintaan itu. Pembacaan putusan DKPP akan dibacakan di hari yang sama dengan pembacaan putusan di MK (21 Agustus 2014) agar tidak saling mempengaruhi.
Jimly pun menegaskan bahwa apa pun hasil Putusan di DKPP itu tidak akan mempengaruhi terhadap hasil Pemilu. DKPP hanya menilai perilaku para penyelenggara Pemilu.
Padahal keputusan DKPP tidak akan mempengaruhi hasil pemilu. DKPP hanya menilai dari segi etika penyelenggara pemilu. Namun rupanya ada oknum yang ingin memengaruhi keputusan MK dengan putusan DKPP. Hadeuhhh…segala cara dilakukan!
Indonesia contoh demokrasi
Yang mesti kita sadar, Indonesia adalah contoh demokrasi dunia. Indonesia bisa menjadi inspirasi demokrasi. Bahkan, Indonesia bisa menjadi contoh demokrasi bagi anggota-anggota Organisation of Islamic Cooperation (OKI).
"Sesudah terlaksana pemilihan umum langsung pertama tahun 2004, kita dicatat sebagai negara demokrasi ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan India" kata Jimly Asshiddiqie. Bahkan banyak yang mengakui kesuksesan Indonesia sejak Pilpres 2004 menunjukkan Indonesia sudah menjalankan demokrasi secara penuh, tidak setengah-setengah.
Lebih dahsyatnya, jika demokrasi di Indonesia sukses, akan memberikan bukti pada perjalanan peradaban kemanusiaan bahwa antara agama dan demokrasi tidak bertentangan. Jadi, hei engkau para pejuang demokrasi, jangan lukai demokrasi dengan kepentingan-kepentingan pribadi. Bukan demi capres yang didukungnya menang, tapi demi Indonesia yang semakin demokratis, adil dan makmur!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H