Mohon tunggu...
Wasiat Kumbakarna
Wasiat Kumbakarna Mohon Tunggu... karyawan swasta -

melihat sesuatu dengan lebih cerdas dan tenang

Selanjutnya

Tutup

Politik

Soal Pilpres, Pernyataan Burhanudin Muhtadi Menyesatkan

11 Juli 2014   17:49 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:39 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Entah apa yang dipikirkan Burhanudin Muhtadi. Dengan sombong dan arogan (menurut penilaian saya), Burhan yang katanya orang intelektual Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, mengeluarkan pernyataan menyesatkan.

"Kalau hasil hitungan resmi KPU nanti terjadi perbedaan dengan lembaga survei yang ada di sini, saya percaya KPU yang salah dan hasil hitung cepat kami tidak salah," kata Burhan di Jakarta, Kamis (10/7) sore, seperti dikutip dari rimanews.com.

"Kalau berbeda, hasil hitungan KPU pasti salah, dalam artian, ada proses kecurangan dari rekapitulasi, mulai dari tingkat TPS, kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi, hingga pusat. Karena berjenjang seperti itu, saya lebih percaya apa yang dikerjakan teman-teman," tambah bung Burhan.

Untuk diketahui, lembaganya Burhan ini menunjukkan kemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan 52,95 persen, sementara Prabowo-Hatta hanya mendapat 47,05 persen.

Pernyataan yang sungguh menyesatkan, sombong, dan arogan karena tidak mempertimbangkan efek dari pernyataannya. Secara tidak langsung Burhan telah menyesatkan masyarakat untuk tidak mempercayai KPU, lembaga sah pemerintah, jika hasil rekapitulasi KPU memenangkan Prabowo-Hatta.

Provokatif dan tidak bertanggung jawab

Model pernyataan seperti ini yang jahat luar biasa. Jangan-jangan betul kata nenek saya dulu, “sekolah jangan pinter-pinter, nanti jadi pinter nipu (baca: menyesatkan) orang lain.”

Bagaimana tidak, si Burhan yang kerap ngomong di TV (tepatnya MetroTV) ini mengaku intelektual, pinter, pandai sekali berkata-kata, fasih sekali bersilat lidah, tapi tidak mempertimbangkan efek dari ucapannya. Dia tak sadar pernyataannya itu bisa memicu konflik di kalangan akar rumput. Memang kepintaran (?) sulit bergandeng tangan dengan kebijaksanaan. Terlalu banyak orang pintar yang tidak bijak, terutama belakangan ini.

Padahal jelas perintahnya dari si empunya pilpres, Jokowi dan Prabowo. Kedua capres sudah menyatakan dengan tegas agar seluruh relawan, timses, lembaga survei (belian?) untuk menahan diri, cooling down. Itu berarti tak boleh mengeluarkan pernyataan yang menyesatkan, Burhan! Ngarti kagak ente? Hadeuhhh..repot.

Selain itu, Presiden SBY juga sudah menegaskan dengan jelas bahwa kedua kubu harus bijaksana, tidak saling klaim menang, dan dengan bijak menunggu keputusan KPU tanggal 22 Juli, sebagai lembaga resmi negara yang berwenang atas penyelenggaraan pilpres.

Gollup saja pernah salah!

Jelas lembaga survei, semuanya tanpa terkecuali, terjebak dalam permainan politik. Sampai-sampai diantara sesame lembaga survei saling serang, saling menjatuhkan. Tak tahu malu, supir angkot saja punya etika untuk tidak menyerobot sesama sopir angkot. Ini yang katanya kumpulan orang pintar, malah sebaliknya. Sungguh memalukan!

“Kisruh ini seharusnya tidak perlu terjadi. Apabila semua pimpinan lembaga survei mau menahan diri. Dan tidak mengklaim bahwa hasil survei atau penelitian mereka yang paling benar, cepat, dan benar. Dan celakanya yang betarung dalam masalah ini juga melibatkan, ‘Dewa’ survei Indonesia,” ujar Peneliti Senior Founding Fathers House (FFH) Dian Permata.

Baca: http://pemilu.okezone.com/read/2014/07/11/567/1011307/lembaga-survei-dinilai-terjebak-permainan-politik

Seharusnya semua pimpinan lembaga survei mampu menahan diri dan tidak menyatakan bahwa hasil merekalah yang paling benar, cepat, dan tepat. Karena, bisa saja perbedaan itu bukan karena metodologi melainkan karena adanya sistem yang dirusak melalui jaringan internet. Soalnya, hitung cepat sangat mengandalkan keberlangsungan informasi dan teknologi (IT).

“Gallup saja si penemu ilmu ini pernah meleset pada Pilpres di Amerika Serikat 1948. Mereka meleset dalam memprediksi siapa yang bakal menang. Waktu itu, prediksi mereka yang menang adalah Dewey—capres dari Partai Republik. Tapi pas hari coblosan yang menang adalah Truman—capres dari Partai Demokrat. Mbahnya surveinya saja pernah meleset, apalagi di yang di Indonesia,” ulasnya.

Gallup saja pernah salah, yang tidak pernah salah itu Burhanudin Muhtadi! Bisa gak sih menahan diri bossssss! Hihi…hadeuhhhh…kacau!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun