Perpecahan ternyata tidak hanya terjadi di kubu capres yang kalah. Ketika kemenangan sudah diraih, kubu sang juara pun terpecah. Spekulasi ini muncul seiring kabar bahwa di kalangan relawan pendukung Jokowi mulai muncul kewaspadaan terhadap wajah pemerintahan baru yang akan dibentuk Jokowi-JK.
Beberapa kelompok relawan ada yang mewanti-wanti agar Jokowi tidak merekrut tokoh dari kalangan tertentu yang dianggap a-nasionalis. Ada juga pendukung Jokowi dari kelompok aktivis HAM dan prodemokrasi yang mulai kampanye menolak jenderal purnawirawan yang selama ini ikut membantu kemenangan Jokowi.
Sebagai contoh, di laman Facebook seorang pendukung Jokowi dari kalangan aktivis HAM misalnya, dipasang foto Wiranto, AM Hendropriyono dan Sutiyoso saat ketiganya masih aktif di dinas militer. Di foto itu Hendropriyono masih berpangkat mayor jenderal diapit Wiranto yang masih berpangkat brigardir jenderal di sebelah kanan, dan Sutiyoso yang masih berpangkat kolonel di sebelah kiri.
Di bagian bawah foto terdapat tulisan dengan tinta merah bebunyi: “Kejar dan Tangkap!!!” Dalam bagian komentar untuk foto itu, pemilik laman Facebook menulis: “Tugas kita berikutnya: Mencegah orang yang menumpahkan darah rakyat masuk ke kabinet. Dan tentunya menuntaskan pengadilan HAM bagi pembunuh dan penculik aktivis. #revolusimental.” Demikian seperti dikutip dari rmol.com.
Ini bagus tapi harus hati-hati….
Bagi saya, ini bagus. Artinya, sikap pendukung Jokowi tidak membabi-buta membela siapapun yang sekubu. Tatkala kemenangan sudah diraih, bagusnya memang mengawasi proses selanjutnya. Tentu saja yang terdekat adalah pembentukan kabinet.
Demi rakyat, pendukung Jokowi harus memastikan kabinet dibentuk sebesar-besarnya demi kepentingan bansga dan negara. Menteri-menteri yang dipilih haruslah yang terbaik di bidangnya masing-masing. Jangan sampai Jokowi memilih menteri atas pertimbangan balas budi. Bila perlu, pilihlah menteri dari kubu lawan (jika memang bagus).
Saya setuju pendukung Jokowi harus mengawasi dengan ketat, agar orang-orang yang bermasalah dengan masa lalunya harus dihentikan. Paling tidak, itu menunjukkan konsistensi pendukung Jokowi yang selama ini menyoroti “dosa masa lalu” Prabowo. Ketiga jenderal purnawirawan yang disebut di atas tak jauh berbeda, mereka juga punya “dosa masa lalu.”
Asal tidak kebablasan!
Tapi saya ingatkan, jangan juga sampai kebablasan. Artinya, jangan juga pendukung Jokowi kesannya lalu mengatur segala urusan Jokowi. Jangan sampai menyetir Jokowi. Kalau demikian, Anda tidak ada bedanya dengan yang lain, atau pihak-pihak yang Anda kecam.
Jokowi harus berada di posisi yang mandiri. Tak boleh ada siapapun mempengaruhi dia. Tidak asing, tidak James Riady, tidak Megawati, tidak Yusup Kalla, tidak AM Hendropriyono, tidak projo, tidak jasmev, tidak juga “hantu blau.”
Tidak boleh ada yang menyetir dan menunggangi Jokowi! Jokowi adalah presiden Indonesia (kecuali jika keputusan MK menyatakan sebaliknya) dan milik rakyat Indonesia, tidak boleh diatur-atur oleh siapapun!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H