Mohon tunggu...
Wasiat Kumbakarna
Wasiat Kumbakarna Mohon Tunggu... karyawan swasta -

melihat sesuatu dengan lebih cerdas dan tenang

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Prihatin, Presiden Jokowi "Dipermalukan" Mega dan PDIP!

14 April 2015   09:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:08 1758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14289785601160738244

[caption id="attachment_360653" align="aligncenter" width="500" caption="Perhatikan bahasa tubuh keduanya! (Sumber foto: Okezone.com)"][/caption]

Masih tentang kontroversi “perlakuan” PDIP dan Megawati Sukarnoputri kepada Presiden Jokowi pada perhelatan Kongres PDIP di Bali beberapa waktu lalu. Kritik dan kecaman masih bermunculan di mana-mana. Jokowi sendiri oleh lawan politiknya dipandang terlalu tunduk kepada Megawati dan seolah lupa bahwa ia dipilih oleh seluruh rakyat Indonesia, bukan warga PDIP saja.

Sebagian kesal dan marah karena Jokowi yang notabene presiden RI “dipermalukan” di acara partai yang justru mengusungnya di Pilpres 2014 lalu. Pernyataan senada diungkapkan pengamat senior LIPI yang juga relawan Jokowi, Prof. Ikrar Nusa Bhakti. Ikrar menerangkan tidak hanya cara penyampaian yang tidak pantas saat membuka pidatonya, Mega juga tidak memberikan salam kepada Jokowi sebagai Presiden dan Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden.

"Ibu mega tidak memberikan salam kepada Presiden dan Wapres, beliau hanya menyebutkan ketika menyindir," terang Ikrar. Ikrar menambahkan Presiden dan Wakil Presiden, sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, seharusnya diberikan penghormatan. Bahkan, Koalisi Merah Putih (KMP), yang notabene oposisi pemerintah, memberikan penghormatan kepada Presiden dan Wakilnya.

Presiden kok dipermalukan?!

Bukan saja keras menyerang kondisi pemerintahan, Megawati dalam eksempatan pidato politiknya juga terlihat sengaja mempermalukan Jokowi. Jokowi dipermalukan oleh Megawati dan PDIP. Jokowi diperlakukan oleh Megawati dan PDIP seperti seorang yang tidak punya jabatan presiden. Padahal presiden adalah lambang kenegaraan dan jelas dia merupakan orang nomor satu di negeri ini yang patut dihargai dan dihormati dimana pun ia berada.

Menurut sebuah sumber yang dipercaya (seperti dilansir dari situs indonesianreview.com), Jokowi sejak berangkat dari Jakarta sudah menyiapkan teks pidato untuk dibacakan di hadapan peserta Kongres PDIP. Namun sangat mengejutkan, pada saat acara dimulai, kemudian dibacakan susunan acara, nama Jokowi tidak pernah disinggung.

Jokowi tidak diberikan waktu untuk menyampaikan pidato atau kata sambutan sepatah kata pun pada hajatan lima tahun sekali tersebut. Jokowi seolah diposisikan seperti anggota partai biasa yang harus mengikuti dan mendengarkan kuliah umum dari Megawati. Inilah dalam sejarah Indonesia dimana seorang presiden hadir di acara kongres partai, tapi tidak memberikan pidato.

Hanya petugas partai biasa

Satu hal lagi yang juga sangat menyita perhatian publik adalah posisi berjalan Jokowi yang ditempatkan oleh panitia kongres bukan sebagai seorang presiden. Posisi berjalan Jokowi di belakang Megawati.

Menyedihkan, tentu saja. Sejatinya, Jokowi menang di Pilpres bukan hanya jasa PDIP, namun ada suara dan mandat rakyat di luar PDIP, yang lebih penting dan tinggi derajatnya dibandingkan sekadar mandat partai yang hanya mementingkan kelompok tertentu.

Mega dan PDIP harus hati-hati, Jokowi bisa saja membalas perlakuan itu. Peluang Jokowi membalas perlakuan Megawati dan PDIP cukup banyak. Soal isu reshuffle (perombakan) kabinet, misalnya. Jokowi bisa saja membuat kejutan dengan mengganti menteri-menteri dari PDIP dengan kalangan profesional. Bahkan, ia bisa saja berakrobat memasukkan kader-kader dari Koalisi Merah Putih (KMP), termasuk kader Partai Golkar hasil munas Bali, yang belakangan ini banyak mendukungnya.

Sementara itu, sebagai rakyat, kita tentu prihatin Presiden Jokowi dipermalukan demikian. Demi kehormatan bangsa ini, sudah spantasnya presiden mengambil sikap tegas tanpa ada rasa takut ditinggal partainya, yang sedang diliputi keangkuhan dari seorang ketua umumnya! (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun