Apa yang paling mengganggu pikiran saya dari hiruk pikuk dukung-mendukung capres menuju RI-1 belakangan ini? Bagi saya dan banyak masyarakat kecil, “perkelahian” para jenderal lah jawabannya. Orang awam dibikin bingung, ada apa sebenarnya di balik ini semua? Sampai-sampai para jenderal (purn) itu saling hujat, saling serang, saling caci.
Malahan belakangan cenderung mengorbankan nama baik dan integritas TNI dan elemen-elemen lainnya yang terkait. Para jenderal yang selama ini, menurut saya, paling memahami kenegarawanan seolah menabrak segala tabu demi mendukung capres jagoannya. Sebagai orang awam, saya sangat bingung dengan apa yang berlaku.
Terakhir, kita rakyat Indonesia mendengar dan membaca pernyataan Jenderal (purn) Luhut Binsar Panjaitan perihal Badan Intelijen Nasional (BIN). Luhut mengatakan, mengutip dari berbagai sumber media, bahwa dirinya berharap BIN harus netral dalam pilpres. BIN tidak boleh digunakan alat politik oleh capres tertentu.
"Sekarang itu sudah ada hitung-hitungannya, orang tuh enggak bodoh juga bahwa posisi Jokowi bagus dan makin bagus, ya kalau Jokowi sampai menang, kita pasti tahu. Saya kan orang intelijen juga, saya lama kan. Saya tahu juga kan kalau mereka main-main, ayo kita main-main. Kalau menang, kami libas nanti. Gitu saja, simple-kan," kata anggota timses Jokowi – JK itu.
Silakan baca selengkapnya di: http://www.merdeka.com/peristiwa/timses-jokowi-jk-kalau-menang-kami-libas-nanti.html
Main libas
Walau di akhir pernyataannya Jenderal Luhut menyimpulkan bahwa ia belum melihat indikasi BIN tidak netral, namun pernyataan itu sangat mengejutkan bagi kebanyakan orang awam semacam saya. Ada apa ini?! kok sampai mau dilibas begitu?! Gak mungkin ada asap kalau tidak api. Sayangnya, common sense saya, seberapa keras berusaha pun, tak bisa mereka-reka apa kira-kira apa yang dimaksud Luhut.
BIN itu badan negara. Mungkinkah ia berlaku tidak netral yang berarti melawan negara? Kepala Bin sendiri, Letnan Jenderal (purn) Marciano Norman sudah seringkali dengan jelaas dan tanpa keraguan menyatakan kenetralan lembaga yang dipimpinnya.
Terakhir 2 Juni lalu, Marciano menyatakan lembaga yang dipimpinnya dipastikan akan profesional dan netral di Pilpres 2014 mendatang. Silakan cek di sini: http://news.detik.com/pemilu2014/read/2014/06/02/052041/2596680/1562/bin-tegaskan-netral-dalam-pilpres-2014
Marciano, dalam kesempatan berbeda, juga menyatakan bahwa netralitas TNI-Polri harga mati. Ia menambahkan, kenetralan TNI maupun Polri dalam Pilpres 2014 juga harus dikawal secara bersama oleh semua pihak. "Dengan adanya pengawalan terhadap kemutlakan netralitas tersebut, maka TNI dan Polri juga akan berjalan pada trek yang telah ditentukan sesuai aturan yang ada," imbuhnya.
Baca deh di sini: http://www.merdeka.com/politik/kepala-bin-netralitas-tni-polri-harga-mati.html
BIN sudah jauh profesional dibanding dulu
Poin yang saya ingin tekankan, BIN di bawah UU sudah jauh lebih profesional saat ini, dibandingkan saat AM Hendropriyono menjabat kepala BIN dulu. Menurut saya, Pak Luhut yang terhormat, seorang senior TNI, apalagi bintang 4, seharusnya tidak memanas-manasi suasana dengan sesuatu yang membingungkan orang awam seperti saya.
Lagipula di era demokrasi seperti sekarang, suara seorang purnawirawan jenderal sama saja dengan suara rakyat biasa. Saya kira Pak Luhut yang terhormat tidak perlu “mengancam” seperti itu. Anda kan ya mengerti hukum, masak pake main ancam segala?!
Yang lebih penting lagi, Luhut seharusnya lebih wise. Apalagi sudah pernah di dalam (BIN), kalau mengklaim punya orang di dalam, artinya tahu dong kalau BIN netral! Jadi jangan dinyatakan seolah-olah sebaliknya!
Saya mohon, wahai orang-orang besar di atas sana, demi kesatuan bangsa Indonesia. Stop it!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H