Di tengah hiruk pikuk penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA), kabar kurang sedap mencuat ke permukaan. Komjen Budi Gunawan (BG) dilantik menjadi Wakapolri oleh Kapolri, Jenderal Badrodin Haiti (BH). Tak perlu saya jelaskan lagi mengapa pengangkatan BG ini dianggap oleh publik sebagai sesuatu yang kontroversial ya! Anda tentunya mengikuti perkembangan berita soal BG.
Publik bereaksi keras. Di sosmed berbagai kalangan mengatasnamakan barisan sipil pendukung Jokowi dan pegiat anti-korupsi menyebut pengangkatan BG sebagai Wakapolri sebagai sesuatu yang keterlaluan dan tidak sensitive terhadap suara publik. Lebih lanjut, pengangkatan BG ini diprediksi akan merugikan Presiden Jokowi sendiri. Jokowi pasti disalahkan dan dikecam habis-habisan gara-gara ini.
Apalagi, sehari setelah diangkatnya BG, muncul kabar Wakil Ketua KPK non-aktif Bambang Widjajanto (BW) ditahan oleh Bareskim Polri. Walaupun akhirnya dibantah oleh pihak Polri, namun tak ayal isu itu menggiring opini publik bahwa pengaruh BG mulai kelihatan walau hanya Wakapolri. BG ditakutkan akan melanggengkan kriminalisasi terhadap KPK yang dinilai sudah membuat namanya rusak saat menyatakan dirinya menjadi tersangka, beberapa waktu lampau.
BH sebentar lagi pensiun
Publik di sosmed lalu berspekulasi bahwa BH akan memasuki masa pensiun pada Juli 2016. Lalu siapa yang menggantikan BH? Tentu saja BG sebagai Wakapolri mempunyai peluang yang besar. Walaupun sebetulnya mekanisme pemilihan Kapolri tetaplah harus diajukan oleh Presiden untuk dipertimbangkan oleh DPR RI.
Tetap saja, orang bilang ini skenario besar yang pada akhirnya akan menetapkan BG menjadi Kapolri, sebagaimana rencana awal. Dalam konteks ini, tentu saaja lalu Jokowi dikecam lagi. Ini bisa menjadi amunisi bagi lawan politik Jokowi untuk terus menyerangnya. Ini tentunya bukan kondisi yang ideal bagi Jokowi dimana ia hanya ingin bekerja dan membangun negeri ini.
BH gegabah
Mengapa Kapolri BH dikatakan gegabah oleh berbagai pihak? Karena ia ternyata tidak mengkonsultasikan dulu kepada Jokowi sebagai presiden, soal BG menjadi wakapolri. Seperti dilansir oleh Kompas.com, BH mengakui tidak mengonsultasikan keputusan Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti) soal BG menjadi wakapolri kepada Presiden Jokowi..
BH menambahkan, konsultasi dengan Presiden sudah dilakukan sebelum Wanjakti menggelar sidang. Saat itu, Presiden menyerahkan sepenuhnya mekanisme pemilihan wakapolri ke Wanjakti. "Saya sudah mendapatkan satu arahan silakan dilaksanakan sesuai dengan prosedurnya, Wanjakti-nya. Artinya, Pak Presiden tidak menunjukkan orangnya. Itu diserahkan sepenuhnya kepada Wanjakti," kata BH.
BH dinilai gegabah karena menurut hukum, seperti dijelaskan oleh akademisi Universitas Indonesia, Ade Armando, pemilihan wakapolri harus sesuai persetujuan presiden. Kata Ade, peraturan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Pasal 57 Nomor 52 Tahun 2010. Pasal tersebut mengatur konsultasi kepada Presiden untuk pengangkatan semua pejabat eselon 1A dan 1B.
Pasal 57 ayat 1 Perpres tersebut berbunyi, "Pengangkatan dan pemberhentian pejabat pada jabatan dan kepangkatan perwira tinggi (pati) bintang dua ke atas atau yang termasuk dalam lingkup jabatan eselon IA dan IB ditetapkan oleh Kapolri setelah dikonsultasikan dengan presiden."
Langkah tak sensitif
Kini nasi sudah menjadi bubur. BG sudah sah menjadi wakapolri walaupun ada peluang masih bisa digugat karena melanggar peraturan di atas. Masalahnya, lawan politik Jokowi pasti akan terus mempermasalahkan ini. Bahkan para pendukung Jokowi di Pilpres 2014 saja banyak yang mengecam pelantikan BG yang kontroversial ini.
Tatkala BG terkesan dimanjakan, maka KPK semakin disudutkan. Itulah kesan yang nampak di publik. Itu tentunya tak sejalan dengan pemberantasan korupsi yang dijanjikan Jokowi selama pemilu. Ini tidak benar, tapi saya masih menyimpan keyakinan Jokowi akan mengambil langkah-langkah terbaik bagi bangsa dan negara. Bahwa ini sebuah kemunduran bagi kepemimpinan Jokowi, iya. Tapi marilah kita dukung perbaikan ke depan tak hanya di bidang penegakan hukum, tapi di semua sisi kehidupan.
Tradisi kritik mengkritik boleh saja, malah bagus. Tapi mari kita tak kotori dengan aksi-aksi yang destruktif! (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H