[caption caption="Ilustrasi (sumber: abdillahmt.com)"][/caption]Â
Lebaran tiba. Idul Fitri. Eid Mubarak. Hari dimana kita kembali ke fitrah (suci) setelah sebulan penuh menjalani puasa; menahan lapar, haus, dan hawa nafsu. Bak sebuah proses pencucian, maka hati kita seharusnya sebersih dan seputih baju koko saat shalat Ied. Lupakan semua perseteruan, saling melupakan perbedaan, dan saling maaf memaafkan.
Itu berlaku juga untuk kalian wahai para Lovers (Jokowi lovers) dan Haters (Jokowi haters). Demikian saya menggunakan bahasa yang sering digunakan di sosial media. Walau sebetulnya saya meyakini bahwa mereka sebetulnya hanya cinta kebenaran dan hanya benci keburukan. Bedanya yang satu mengingatkan kita akan kebenaran dan yang lainnya mengingatkan kita akan keburukan.
Lihatlah, betapa sebetulnya keduanya saling melengkapi. Bak dua sisi koin yang saling menambahkan nilai. Takkan ada nilainya jika sebuah koin hanya memiliki satu sisi saja. Demikian juga mereka, takkan ada Lovers kalau tak ada Haters, dan sebaliknya. So, why don’t you guys just get along!
Sarana pendidikan karakter bangsa Â
Lebaran yang dirayakan umat Islam merupakan puncak rangkaian ibadah di bulan Ramadan, dan sekaligus juga merupakan sarana pendidikan karakter bangsa. Saat Lebaran tiba, umat Islam saling sapa, dan saling menyampaikan permohonan maaf antara saudara terdekat sampai terjauh, dan antara tetangga terdekat sampai terjauh, lintas etnik dan bahkan lintas agama, yang dilandasi rasa persaudaraan sebangsa dan setanah air.
Dengan demikian, silaturahim itu menjadi sebuah identitas kebangsaan sebagai bangsa agamis dan majemuk. Momentum Idul Fitri juga merupakan lesson learned untuk memperkukuh rasa persatuan dan kesatuan melalui prosesi silaturahim yang tidak semata sebagai perintah agama, namun juga dilandasi semangat kebangsaan sehingga tradisi tersebut tidak hanya dilakukan di lingkungan kerabat, tetapi juga seluruh tetangga dan handai tolan lintas etnik dan agama.
Lalu kemudian terbentuklah masyarakat yang harmonis. Masyarakat yang harmonis adalah unsur perekat dan pengikat nilai-nilai kebangsaan Indonesia. Untuk mencapai kemenangan bersama sebagai bangsa dalam semangat Idul Fitri, maka yang pokok adalah menjaga semangat kebangsaan NKRI.
Hajat nasional
Di sisi lain, perayaan hari raya Idul Fitri tidak hanya menjadi sebuah prosesi keagamaan umat Islam, namun juga menjadi bagian dari kegiatan sosial masyarakat nonmuslim dalam mengembangkan sikap respek terhadap umat Islam. Tidak sedikit komunitas nonmuslim turut melakukan silaturahim terhadap umat Islam saat Idul Fitri. Demikian pula dengan umat-umat Hindu, Buddha, dan Kong Hu Chu.
Nah, bayangkan saja jika kita sebagai bangsa makin solid, bersatu, utuh, makin kompak. Tidak suka konflik, masalah kecil tidak kita besar-besarkan, masalah besar kita carikan solusinya, maka kita dapat menjadi bangsa maju.