Mohon tunggu...
Wasiat Kumbakarna
Wasiat Kumbakarna Mohon Tunggu... karyawan swasta -

melihat sesuatu dengan lebih cerdas dan tenang

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Australia Marah, Tarik Dubes, Jokowi Bergeming

29 April 2015   14:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:33 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1430291888267971746

[caption id="attachment_363468" align="aligncenter" width="341" caption="Gambaran Jokowi di sebuah media Australia. (sumber foto: detik.com)"][/caption]

Delapan terpidana mati kasus narkoba dieksekusi mati dini hari tadi. Dua di antaranya adalah Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, dua warga negara Australia. Sudah bisa ditebak reaksi Australia, PM Tony Abbot marah dan segera menarik duta besar-nya di Indonesia. Lalu bagaimana respon Presiden Jokowi? Bergeming.

“Ini soal kedaulatan hukum kita!”

Demikian Jokowi berulang kali menegaskan. Jadi, mau apapun reaksi Australia ataupun negara-negara lain yang warga negaranya dieksekusi mati, Jokowi akan mengulang kalimat yang sama. Sikap keukeuh Jokowi rupanya menjadi bahan caci maki di Australia. Dalam The Courier Mail, sebuah media di Australia, Jokowi bahkan secara berlebihan digambarkan berlumuran darah di tangannya. "BLOODY HANDS," demikian tulisan besar di halaman muka media itu edisi hari ini.

Komentar bernada kecewa juga tak hanya dikeluarkan PM Abbot, tetapi juga banyak politisi Australia, baik dari Partai Liberal maupun Partai Buruh. Abbot secara emosional menyatakan bahwa hubungan Australia dan Indonesia rusak gara-gara hukuman mati ini. “Hubungan ini (Indonesia dan Australia) rusak akibat apa yang terjadi dalam beberapa jam yang lalu," kata Abbot.

Lucunya, Abbot lupa kalau beberapa waktu lalu hubungan Indonesia juga sempat rusak gara-gara kontroversi penyadapan. Ayoooo…ingat gak, Pak Abbot!!! Yang rese siapa ya???? Hehehe…

Saya wondering (heran) juga kenapa waktu WN Australia dihukum mati di Singapura dan Malaysia, tak seheboh ini juga sikap pemerintah Australia? Hmmm…rupanya memang soal hukuman mati Chan dan Sukumaran ini juga menjadi komoditas politik di Australia sana. Pembelaan mati-matian Abbot terhadap Chan dan Sukumaran dikatakan lumayan mengatrol popularitas Abbot dan partainya, Liberal. FYI, Australia sebentar lagi mau pemilu.

Itulah mengapa Partai Buruh, juga mengecam Indonesia. Setidaknya mereka ingin menunjukkan pada rakyat Australia bahwa komitmen mereka juga sama soal Chan dan Sukumaran ini. "Partai Buruh mengecam eksekusi terhadap Chan dan Sukumuran dengan kecaman paling kuat,” demikian diungkapkan pemimpin oposisi Partai Buruh, Bill Shorten.

Jokowi tak boleh gentar

Sementara itu, sikap tak gentar Jokowi terhadap ancaman Australia, Prancis dan PBB didukung berbagai pihak di dalam negeri. Menurut Hikmahanto Juwana, apabila protes dari Australia dilakukan dalam bentuk nota protes diplomatik, bahkan penarikan pulang Dubes Australia kembali ke negaranya, pemerintah tidak perlu bereaksi.

Sebab, dua tindakan tersebut masih dalam koridor tata krama hubungan antarnegara ketika suatu negara tidak menyukai kebijakan negara lain, tetapi tetap menghormati kedaulatan negara tersebut. "Namun, jika tindakan Pemerintah Australia melebihi dari yang dimungkinkan, tidak ada pilihan lain Pemerintah Indonesia harus bersikap tegas dan keras," kata dia.

Tindakan tegas Pemerintah Indonesia dapat bermacam-macam, seperti menghentikan segala bentuk kerja sama dengan Australia, misalnya kerja sama penanggulangan penyelundupan manusia hingga perang melawan terorisme. Secara ekonomi, pemerintah juga dapat melakukan moratorium impor sapi asal Australia.

Tunggu dulu, itu bagus juga, jika Australia menghentikan berbagai bantuan ke Indonesia, pemerintah punya kesempatan untuk sedikit banyak memandirikan Indonesia dan membebaskan Indonesia dari bantuan asing. Sapi local mesti dimaksimalkan. Biar rugi pedagang sapi Australia…hehe. Pengen tahu berani gak Australia menyetop ekspor sapinya ke Indonesia!(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun