[caption id="attachment_363468" align="aligncenter" width="341" caption="Gambaran Jokowi di sebuah media Australia. (sumber foto: detik.com)"][/caption]
Delapan terpidana mati kasus narkoba dieksekusi mati dini hari tadi. Dua di antaranya adalah Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, dua warga negara Australia. Sudah bisa ditebak reaksi Australia, PM Tony Abbot marah dan segera menarik duta besar-nya di Indonesia. Lalu bagaimana respon Presiden Jokowi? Bergeming.
“Ini soal kedaulatan hukum kita!”
Demikian Jokowi berulang kali menegaskan. Jadi, mau apapun reaksi Australia ataupun negara-negara lain yang warga negaranya dieksekusi mati, Jokowi akan mengulang kalimat yang sama. Sikap keukeuh Jokowi rupanya menjadi bahan caci maki di Australia. Dalam The Courier Mail, sebuah media di Australia, Jokowi bahkan secara berlebihan digambarkan berlumuran darah di tangannya. "BLOODY HANDS," demikian tulisan besar di halaman muka media itu edisi hari ini.
Komentar bernada kecewa juga tak hanya dikeluarkan PM Abbot, tetapi juga banyak politisi Australia, baik dari Partai Liberal maupun Partai Buruh. Abbot secara emosional menyatakan bahwa hubungan Australia dan Indonesia rusak gara-gara hukuman mati ini. “Hubungan ini (Indonesia dan Australia) rusak akibat apa yang terjadi dalam beberapa jam yang lalu," kata Abbot.
Lucunya, Abbot lupa kalau beberapa waktu lalu hubungan Indonesia juga sempat rusak gara-gara kontroversi penyadapan. Ayoooo…ingat gak, Pak Abbot!!! Yang rese siapa ya???? Hehehe…
Saya wondering (heran) juga kenapa waktu WN Australia dihukum mati di Singapura dan Malaysia, tak seheboh ini juga sikap pemerintah Australia? Hmmm…rupanya memang soal hukuman mati Chan dan Sukumaran ini juga menjadi komoditas politik di Australia sana. Pembelaan mati-matian Abbot terhadap Chan dan Sukumaran dikatakan lumayan mengatrol popularitas Abbot dan partainya, Liberal. FYI, Australia sebentar lagi mau pemilu.
Itulah mengapa Partai Buruh, juga mengecam Indonesia. Setidaknya mereka ingin menunjukkan pada rakyat Australia bahwa komitmen mereka juga sama soal Chan dan Sukumaran ini. "Partai Buruh mengecam eksekusi terhadap Chan dan Sukumuran dengan kecaman paling kuat,” demikian diungkapkan pemimpin oposisi Partai Buruh, Bill Shorten.
Jokowi tak boleh gentar
Sementara itu, sikap tak gentar Jokowi terhadap ancaman Australia, Prancis dan PBB didukung berbagai pihak di dalam negeri. Menurut Hikmahanto Juwana, apabila protes dari Australia dilakukan dalam bentuk nota protes diplomatik, bahkan penarikan pulang Dubes Australia kembali ke negaranya, pemerintah tidak perlu bereaksi.
Sebab, dua tindakan tersebut masih dalam koridor tata krama hubungan antarnegara ketika suatu negara tidak menyukai kebijakan negara lain, tetapi tetap menghormati kedaulatan negara tersebut. "Namun, jika tindakan Pemerintah Australia melebihi dari yang dimungkinkan, tidak ada pilihan lain Pemerintah Indonesia harus bersikap tegas dan keras," kata dia.
Tindakan tegas Pemerintah Indonesia dapat bermacam-macam, seperti menghentikan segala bentuk kerja sama dengan Australia, misalnya kerja sama penanggulangan penyelundupan manusia hingga perang melawan terorisme. Secara ekonomi, pemerintah juga dapat melakukan moratorium impor sapi asal Australia.
Tunggu dulu, itu bagus juga, jika Australia menghentikan berbagai bantuan ke Indonesia, pemerintah punya kesempatan untuk sedikit banyak memandirikan Indonesia dan membebaskan Indonesia dari bantuan asing. Sapi local mesti dimaksimalkan. Biar rugi pedagang sapi Australia…hehe. Pengen tahu berani gak Australia menyetop ekspor sapinya ke Indonesia!(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H