[caption id="attachment_362651" align="aligncenter" width="500" caption="Jokowi tampak akrab dengan Presiden RRC Xi Jinping dalam perhelatan KAA. (sumber foto: antara.com)"][/caption]
Dinilai hanya sebagai peringatan saja, secara keseluruhan ajang Konferensi Asia Afrika (KAA) tak banyak mendapat perhatian dari media-media Barat. Terlepas dari itu, pidato Presiden Jokowi lumayan membuat Barat mengernyitkan dahi, tergambar dari perhatian serius dari berbagai media Barat. Berbagai media Barat melansir berbagai pendapat dari analis politik perihal pidato Jokowi ini.
Salah seorang analis politik bernama Philips Vermonte mengatakan, “tak seperti SBY, rupanya Jokowi tak takut mempunyai musuh, selama kepentingan bangsa dan negara terjaga!” Dalam artikel berita berikut: http://www.todayonline.com/world/asia/jokowi-shifts-Indonesia-away-zero-enemies-diplomacy, dikatakan Jokowi mulai merubah politik luar negeri dari “zero enemy”-nya Presiden SBY.
Indikator utamanya adalah pernyataan Jokowi yang mengkritisi PBB dan IMF, demikian juga Bank Dunia dan ADB. Indicator kedua adalah keberanian Jokowi untuk membina hubungan lebih erat dengan Republik Rakyat China (RRC). Pernyataan-pernyataan Jokowi itu diprediksi oleh analis politik luar negeri akan membuat dahi Barat setidaknya mengernyit.
Didukung internal
Arah politik luar negeri Jokowi –yang sama sekali berbeda dengan SBY- ini secara mengejutkan juga didukung di dalam negeri Indonesia. Itu tergambar dari pernyataan Ketua Komisi I DPR RI Tantowi Yahya dan bahkan juga tergambar dari komentar mantan Presiden SBY. "Banyak yang menarik dari KAA ini, satu di antaranya adalah keberanian lndonesia untuk bersuara keras menyatakan sikap. Selama ini politik luar negeri kita itu terkesan cari aman dengan pondasi bebas aktif," kata Tantowi.
"Kalau saya secara pribadi melihat dan menilai, langkah pemerintah kita terkait politik luar negeri ini sangat berani. Selayaknya kita dukung, karena untuk pertama kalinya kita berani mengambil resiko," pungkas Tantowi.
Sementara itu, SBY memandang pidato Jokowi sebagai langkah baru yang harus didukung. "Mudah-mudahan (pidato Jokowi) membawa angin baru bagi Indonesia, dalam percaturan global dan lebih lebih rakyat Indonesia, juga mendapat benefit dari kerja sama yang kita harus jaga baik-baik," ucap Ketum Partai Demokrat ini.
Cuap-cuap politik belaka
Di sisi lain, ada juga analis politik (dikutip oleh media luar) yang memandang pernyataan “anti-Barat” Jokowi hanyalah retorika politik belaka alias cuap-cuap saja, tidak bersifat ideologis. Eric Sugandi, seorang ekonom senior dari Standard Chartered Bank (sebuah bank Amerika Serikat), menilai isi pidato Jokowi hanya memenuhi keinginan peserta KAA akan pesan-pesan anti-kemapanan saja.
“Anda harus mempertimbangkan konteks. Siapa audiens-nya; itu (pidato Jokowi) hanyalah retorika politik,” ujar Eric. Silakan baca selengkapnya di: http://blogs.wsj.com/indonesiarealtime/2015/04/23/what-message-is-jokowi-delivering/.
Pendapat tak jauh berbeda dinyatakan Berly Martawardaya, seorang econom dari Universitas Indonesia.“Dia (Jokowi) itu orangnya praktis. Memahami beliau sebagai ideolog adalah salah kaprah,” katanya seraya menambahkan pernyataan Jokowi takkan menjadi kendala berarti bagi investor dari Barat.
Mendukung Jokowi
Saya pribadi berpendapat, kebijakan politik luar negeri Jokowi patut didukung. Alasan pertama, karena Indonesia sebagai negara besar sudah waktunya memainkan peran yang besar pula di dunia. Kedua, sejak lama kita “dijajah” oleh yang namanya Bank Dunia, IMF dan ADB. Maka, bekerja sama dengan pihak lain (China misalnya) patut diujicoba, selama tidak merugikan bangsa dan negara.
Ketiga, PBB sejak lama menjadi kepanjangan tangan negara-negara pemenang Perang Dunia II seperti AS, seringkali kebijakan PBB tidak berpihak kepada negara-negara dunia ketiga di Asia dan Afrika. Adalah mutlak bagi PBB mereformasi dirinya, dengan tujuan utama menciptakan keadilan bagi seluruh bangsa di dunia, bukan hanya demi keuntungan negara-negara superpower saja.
Terakhir, ke dalam, kita butuh “musuh” agar kita maju. Agar ada target capaian yang jelas. “Musuh” seringkali menjadi motivasi yang paling bagus demi kemajuan diri. Lagipula, apa yang ditakutkan dari PBB, Bank Dunia, IMF, ataupun ADB! Bila perlu Barat kita buat takut, tak hanya mengernyitkan dahi!(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H