Mohon tunggu...
Wasiat Kumbakarna
Wasiat Kumbakarna Mohon Tunggu... karyawan swasta -

melihat sesuatu dengan lebih cerdas dan tenang

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Proxy War Mengancam Indonesia!

11 Maret 2015   15:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:48 823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14260637002052401313

[caption id="attachment_355140" align="aligncenter" width="600" caption="Sumber foto: izquotes.com"][/caption]

Sun Tzu, ahli perang legendaris, mengatakan untuk memenangkan sebuah pertempuran maka kita harus mengenal siapa musuh kita dan mengenal diri kita sendiri. Dewasa ini, proses mengenal “musuh kita” menjadi sangat sulit. Apa pasal? Karena dua pihak yang bermusuhan tidak benar-benar saling berhadapan. Satu pihak bisa memakai pihak ketiga untuk berperang melawan musuhnya. Perang jenis ini disebut dengan Perang Proxy atau Proxy War.

Dan jenis perang inilah saat ini yang mengancam Indonesia. Ada pihak-pihak yang berusaha “memerangi” Indonesia menggunakan pihak ketiga. Cara ini beda tipis dengan startegi devide et impera yang dulu digunakan Belanda saat menjajah Indonesia. Dampaknya hampir sama, Indonesia menjadi lemah dan akhirnya mudah dikuasai. Motifnya juga hampir sama seperti di masa kolonial, ya ekonomi (penguasaan sumber daya alam)

Australia lancarkan proxy war terhadap Indonesia

Ada banyak contoh bahwa perang proxy sedang dilancarkan terhadap Indonesia. Beberapa di antaranya dikemukakan oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Gatot Nurmantyo. Dalam sebuah acara di Universitas Dipenogoro, Jenderal Gatot mengkonfirmasi bahwa saat ini Indonesia sedang menghadapi proxy war.

“Contoh yang paling jelas dari proxy war adalah lepasnya Timor Timur dari Indonesia (tahun 1999). Ada apa di balik upaya melepaskan Timor Timur dari Indonesia? Ternyata ada yang menginginkan ladang minyak Greater Sunrise di Celah Timur. Sebuah buku tentang isu itu ditulis oleh orang Australia yang menjadi penasihat (mantan Presiden Timor Leste dan mantan pemimpin pemberontak Fretilin) Xanana Gusmao,” kata Gatot seperti dilansir oleh thejakartapost.com.

Untuk diketahui, kini ladang minyak Greater Sunrise dikuasai oleh perusahaan migas asal Australia, Woodside Petroleum. Jadi jelas ya kalau merujuk pada pemaknaan proxy war, musuh kita adalah Australia dan ia menggunakan pihak ketiga, yaitu Fretilin untuk memerangi Indonesia. Australia mana berani bertindak sendiri kan, dia pasti menadapat restu dari Amerika Serikat (AS) dan Inggris.

AS dan Inggris sendiri sudah bukan rahasia umum sering menggunakan PBB sebagai alat pembenaran melancarkan strategi politik luar negerinya. Seperti kita ketahui PBB membentuk UNAMET untuk melaksanakan referendum di Timor Timur kala itu yang berujung pada terusirnya Indonesia dari Timur Timor. Jadi, jelas ya siapa musuh kita!

Proxy war memperebutkan penguasaan bisnis kelapa sawit

Baiklah, Timorleste sudah lepas dari Indonesia, tidak perlu dipermasalahkan lagi. Namun demikian, sebagai sebuah bangsa yang berdaulat, kita mesti belajar dari pengalaman agar tidak lagi melakukan kesalahan yang sama.

Menurut Jenderal Gatot indikasi-indikasi lainnya dari proxy war yang mesti diwaspadai contohnya serangkaian demonstrasi besar yang menentang 20 perusahaan kelapa sawit milik Indonesia di Sumatera pada tahun 2013.

“Ujung-ujungnya, banyak perusahaan kelapa sawit lalu ditutup (akibat demo itu), lalu dijual kepada pihak asing. Anehnya, demonstrasi tiba-tiba saja berhenti setelah perusahaan-perusahaan itu dikuasai pihak asing,” kata Gatot.

Proxy war juga menyasar anak muda

Lebih lanjut Jenderal Gatot juga mencurigai saat ini sedang dilancarkanm proxy war dengan target generasi muda. Ia menyebutkan sekitar 21 kasus kampus-kampus di berbagai universitas yang dirusak oleh mahasiswanya sendiri dalam tiga tahun terakhir.

Cara lain menarget generasi muda adalah dengan narkoba. Menurut Gatot, peredaran narkoba di kalangan generasi muda adalah bentuk proxy war dengan tujuan melemahkan generasi muda. Waduh, seperti Perang Candu yang dulu dilancarkan Inggris untuk melemahkan generasi muda China (HongKong) di jaman kolonial.

Melawan proxy war

Proxy war harus dilawan. Tidak ada pilihan lain. Kita tentu tidak mau dibodoh-bodohi dan ditipu terus sama pihak asing. Tidak bisa tidak, seluruh elemen bangsa, terutama generasi muda, harus pintar dan selalu berpikir logis, memiliki kesadaran akan bahaya yang mengancam. Cukup sudah nenek moyang kita dulu yang “diadu domba” oleh pihak asing!

Pendidikan menjadi kunci. Kecintaan terhadap bangsa dan negara juga mesti terus dipupuk. Seperti kata Sun Tzu, kita harus mengenali musuh kita. Terlebih lagi kita juga harus mengenal diri kita sendiri. Dan itu hanya bisa dilakukan jika kita terdidik.

Musuh memang sulit ditundukkan dengan berbagai strategi konspirasi super liciknya. Namun, bukan berarti kita tidak mampu melawannya. Pintarlah dan bersatulah! (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun